ITBMh Homecoming 2017: Membangun Keluarga Kuat untuk Bangsa yang Hebat

Pertama kali lihat publikasi acara ITB Motherhood Homecoming 2017 alias reuniannya ibu-ibu alumni kampus gajah, saya sudah merencanakan untuk datang. Acaranya banyak yang menarik, tapi saya masih ragu beli tiket. Saya berminat dengan acara talkshow-nya, yang menghadirkan Teh Yuria P. Cleopatra & Kang Ismir Kamili (penggiat parenting, homeschooler, penulis buku), Ibu Tjutju Sukaesih (ibunda Bapak Ridwan Kamil), dan Bapak Asep Haerul Gani (psikolog, pakar family therapy). Tapi di jadwal cuma sekitar 2.5 jam, kok rasanya bentar banget ya waktunya, bisa ga puas ntar. Namun setelah panitia menjembreng isi goodie bag, tanpa pikir panjang saya langsung daftar beli tiket, wahaha. Godaan pisan.

Sebenarnya acara ITBMh Homecoming 2017 ini berlangsung seharian dari pagi sampai sore, tapi di hari H saya baru sampai di kampus sekitar jam 11, heuheu. Jadi mari fokus cerita tentang talkshow-nya aja ya, karena materinya bagus banget buat di-share.

Opening Talkshow

Acara dimulai sekitar jam 13, dibuka oleh Teh Inday selaku MC, dilanjutkan dengan special performance sand painting oleh Vina Candrawati. Saya jarang nonton TV jadi tadinya ga tau lho Teh Vina ini siapa, haha. Ternyata terkenal. Dan ternyata alumni ITB juga. Sand painting kali ini bertema “Aku, Ibu, dan Aku Ibu”, bercerita tentang perjalanan hidup seorang anak perempuan dari lahir, tumbuh besar, kuliah dan wisuda, menikah, hingga punya anak alias menjadi seorang ibu juga. Keren.

Selanjutnya ada performance tarian ceria dari belasan anak dan balita, juniornya ibu-ibu ITBMh. Mereka anak-anak dengan latar belakang usia berbeda, tempat tinggal berbeda, minat berbeda, tapi bisa menari bersama-sama dengan baik. Katanya mereka cuma latihan 8x dan itupun ga selalu full team. Mantap.

Talkshow Bersama Teh Yuria P. Cleopatra & Kang Ismir Kamili

Talkshow pun dimulai dengan obrolan bersama Teh Yuria P. Cleopatra yang biasa disapa Teh Patra. Selama ini cuma lihat nama beliau di Facebook, akhirnya bisa lihat langsung juga. Harusnya talkshow-nya sama Kang Ismir alias suaminya Teh Patra juga, tapi beliau mendadak ga bisa hadir di hari H. Tapi ternyata panitia sudah menyiapkan video wawancara dengan Kang Ismir. Obrolan dengan pasangan ini mayoritas berkaitan dengan visi dan misi keluarga dan pengalaman mereka dalam menjalankannya.

Visi dan Misi Keluarga, Kenapa? Bagaimana?

Visi dan misi keluarga sangat diperlukan agar waktu tidak berlalu dan mengalir begitu saja saat kita membangun keluarga. Di awal kehidupan keluarga muda, biasanya visi dan misi ini belum terasa perlu, tapi kadang membuat keluarga terlupa membahas dengan serius mau seperti apa sih keluarga itu ke depannya. Tentunya kita tidak mau waktu terbuang begitu saja sementara kita ternyata belum memaksimalkan segala potensi yang ada dalam keluarga kita.

Membuat visi dan misi keluarga diinisiasi oleh kepala keluarga, tapi dibuat dengan rapat keluarga, dengan musyawarah yang melibatkan seluruh anggota keluarga. Keluarga adalah satu tim, kerja bersama, bukan beban. Bahas kegiatan harian, mingguan, dan bulanan dengan semua anggota keluarga. Setelah punya visi dan misi keluarga, jagalah agar visi dan misi itu tetap hidup, yaitu dengan membuat suasana yang mengarah ke visi dan misi itu dalam setiap aktivitas keluarga.

Semua Anggota Keluarga, Bagaimana denga Anak yang Masih Kecil?

Anak sudah bisa diajak berdialog dan berdiskusi sejak dini. Saat anak sudah bisa duduk untuk makan sendiri, saat itu kita sudah bisa berdialog dengannya. Di umur 5 tahun, anak sudah bisa diajak mendiskusikan aktivitasnya, kesukaannya, dll. Sebaiknya obrolan serius dengan anak sudah dibiasakan sebelum usia 7 tahun, karena setelah 7 tahun anak seperti sudah punya dunianya sendiri, akan lebih sulit untuk mengajaknya ngobrol serius kalau belum terbiasa.

Komunikasi dalam keluarga harus selalu jalan. Keluarga Teh Patra biasanya mengambil satu waktu makan di mana seluruh anggota keluarga harus ada, bisa digunakan untuk membahas apapun. Di sisi lain, membiasakan anak ngobrol dan berdiskusi dengan orang tuanya, bisa melatih anak untuk terbiasa dan tidak takut untuk ngobrol dengan orang dewasa lainnya.

Bagaimana Menghadapi Masa Aqil Baligh Anak?

Masa aqil baligh anak tidak terlepas dengan pendidikannya sejak dini dan orang tua adalah role model untuk anak. Di usia dini, biasakan anak berlaku sesuai gender-nya, misal anak laki-laki diajak shalat ke masjid, anak perempuan dibiasakan pakai rok atau jilbab. Sebelum anak aqil baligh, ajarkan ilmu fiqh yang akan dia gunakan nanti, sehingga ia akan paham seperti apa gejala fisiknya saat sudah baligh nanti, kewajibannya apa saja, dsb. Tapi mengajarkan berbagai hal ini tetap harus memperhatikan tahap perkembangan usia anak.

Bagaimana Manajemen Waktu di Samping Kegiatan yang Banyak?

Teh Patra tergolong ibu yang aktif berkegiatan di mana-mana, padahal anaknya juga banyak. Saat berkegiatan di luar, waktu anak kecil masih sering dibawa ke mana-mana. Dan di tempat acara biasanya ada panitia atau rekan yang bisa dititipi anak.

Tapi wawancara dengan Kang Ismir berikutnya menjawab bahwa kesibukan Teh Patra itu bisa berjalan dengan baik tak lepas dari dukungan suami.

Bagaimana Menyikapi Istri yang Sibuk Berkegiatan di Luar?

Keluarga adalah satu kesatuan, jadi kegiatan semua anggota keluarga jangan konflik. Ritme aktivitas ayah dan ibu berbeda, di mana ayah cenderung tetap/rutin, semantara ritme ibu sangat dinamis, apalagi setelah melahirkan. Jadi disesuaikan saja.

Untuk kegiatan kemasyarakatan dan banyak beraktivitas dengan orang lain, mungkin tidak menghasilkan materi atau malah menambah pengeluaran, tapi percayalah bahwa manfaatnya akan kembali kepada kita. Kita bisa sekaligus jadi role model bagi anak untuk beraktivitas di masyarakat. Suami perlu memberikan dukungan kepada istri, bahwa istri melakukan kebaikan sehingga istri harus difasilitasi.

Talkshow bersama Ibu Tjutju Sukaesih

Narasumber kedua adalah ibunda dari walikota Bandung. Ibu Tjutju Sukaesih yang biasa disapa Makci lebih banyak bercerita pengalamannya tempo dulu. Banyak yang menilai Makci adalah ibu yang luar biasa, punya anak seperti Bapak Ridwan Kamil yang dekat, hormat, dan selalu mendengarkan nasihat ibunya. Tapi Makci sendiri merasa beliau ibu yang biasa saja, karena menurut beliau, beliau bukanlah ibu yang punya segudang ilmu parenting, dan beliau jadi dikenal karena seorang Ridwan Kamil.

Cerita Makci kadang melebar ke mana-mana, kadang saya bingung kok ceritanya melenceng ke situ, tapi in the end masih nyambung dengan apa yang ditanya MC. Bisa dimaklumi sih karena umur beliau sudah 78 tahun, malah saya salut beliau masih lancar dalam berdiskusi.

Dari pemaparan Makci, saya menyimpulkan bahwa apa yang beliau ajarkan kepada anak-anaknya intinya adalah penanaman aqidah yang baik. Ibadah mesti dipahami maknanya, bacaan shalat harus dipahami maknanya. Bergaul boleh dengan siapapun tapi tetap mesti tau batasannya. Sampai sekarang 2 hal yang masih rutin beliau tanya ke anak: sudah makan? sudah shalat?

Makci bercerita saat Kang Emil minta izin untuk mencalonkan diri jadi walikota Bandung, beliau nanya tujuannya apa. “Kalau tujuannya cari uang, cari jabatan, atau cari popularitas, tidak usah,” katanya tegas, karena tujuan hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allah (seperti dalam QS. Adz-Dzariyat: 56). Makci akhirnya memberi izin setelah Kang Emil bilang tujuannya agar bermanfaat bagi orang banyak. Makci memang selalu mengajarkan bahwa “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Ad-Daruqutni).

Makci pun menyuruh Kang Emil untuk bersihkan hati, luruskan niat untuk menjadi manusia yang bermanfaat. Beliau juga berpesan agar nantinya Kang Emil selalu mendahulukan shalat, jangan lakukan shalat di waktu sisa.

Selanjutnya dibuka sesi tanya jawab, tapi karena waktu terbatas, akhirnya cuma satu penanya yang diberi kesempatan. Pertanyaannya ada 2 poin utama.

Bagaimana Menghadapi Konflik Pada Anak-Anak?

Sesama saudara biasanya banyak konflik saat kecil, ada saja yang dipertengkarkan. Bagaimana dengan Makci yang anaknya banyak? Menurut Makci, beliau alhamdulillah tidak pernah menghadapi konflik yang parah, semua tampak baik-baik saja. Tapi beliau melihat sosok anak pertamanya sangat bertanggung jawab terhadap adik-adiknya. Beliau juga tidak membedakan ataupun membandingkan anak, termasuk tidak mengomentari anak orang lain. Juga jangan memaksakan keinginan orang tua kepada anak.

Bagaimana Agar Anak Tetap Mendengarkan Orang Tuanya hingga Dewasa?

Tidak semua orang yang sudah tua punya anak yang tetap dekat dengan orang tuanya, masih mendengarkan pendapat orang tuanya, dan tidak merasa lebih hebat dari orang tuanya. Tapi kita melihat Makci masih dekat dengan anak-anaknya. Buat Makci, silaturrahmi antar anggota keluarga mesti selalu dijaga. Siapa yang punya waktu, dialah yang berkunjung. Beliau tidak mengharuskan anak-anaknya lah yang harus mengunjungi ibunya. Beberapa kali beliau lah yang mengunjungi Kang Emil di Balaikota dan beliau tidak pernah merasa direndahkan oleh hal itu.

Pesan Makci

Sebagai penutup, Makci memberikan pesan pada kita semua sebagai orang tua bahwa anak itu perlu diberi modal. Beliau kasih modal DUIT SAJUTA. Bukan, maksudnya bukan uang 1 juta, melainkan:

  • Doa: apa saja yang diinginkan, selalu berdoa kepada Allah.
  • Usaha: doa saja tidak cukup, harus berusaha juga.
  • Ilmu, Ikhtiar Ikhlas
  • Tawakkal
  • Sabar
  • Jujur
  • Taqwa

Mini Workshop bersama Bapak Asep Haerul Gani

Beres talkshow, kedua pembicara di atas keluar dan panggung diserahkan sepenuhnya kepada Pak Asep. Saya belum tau Pak Asep ini siapa, tapi banyak yang bilang bagus. Saya baru belakangan ngeh kalau dengan Pak Asep ini formatnya mini workshop, bukan talkshow. Pantes beda sendiri, hehe.

Sebelumnya peserta diberi handout 2 lembar kertas yang isinya print out 12 slide. Tapi di luar dugaan, selama Pak Asep berbicara, slide yang ditampilkan cuma 2: 1 slide judul sama 1 slide isi. Waktu 1 jam memang ga cukup deh buat materi dari Pak Asep, aaaaa.

Pak Asep membawakan materi tentang “Keluarga Kokoh di Era Digital”. Beliau memulai bahasan dengan tingginya angka kasus perceraian di Indonesia, bahkan di dalam tahun yang sama dengan pernikahannya. Dan dari pengalaman beliau sebagai family therapy, banyak cekcok besar pada pasangan justru terjadi karena hal sepele, tapi bisa memicu perceraian. Padahal menurut beliau tidak ada rumah tangga yang hancur, yang ada adalah rumah tangga yang belum dibangun. Selain itu juga banyak pasangan yang bisa menuliskan, merencanakan, dan menjalankan wedding-nya (acara pernikahannya) dengan sempurna, tapi tidak punya rencana sama sekali dengan marriage-nya (kehidupan setelah menikahnya).

Contoh Kasus

Cekcok karena hal sepele itu mayoritas terjadi karena kurangnya komunikasi dengan pasangan dalam menghadapi hal-hal kecil, salah memahami kata-kata atau gestur yang ditunjukkan pasangan. Misal, seorang suami duduk diam sambil tertunduk lemas. Saat seperti ini, suami berharap istri datang membawa minuman dan menghiburnya. Di sisi lain, si istri menganggap saat seperti itu maka suaminya harus dibiarkan sendiri dulu, si istri menjauh dulu, karena pengalaman dalam keluarganya dulu, saat ayahnya seperti itu, ibunya menyuruhnya untuk jauh-jauh dulu dari ayahnya.

Jika hal tersebut tidak pernah dikomunikasikan, si istri tidak akan pernah mengerti bagaimana harapan suaminya, dan ujung-ujungnya bisa memicu pertengkaran. Jadi, alangkah lebih baiknya hal-hal seperti ini dibicarakan. Istri tanya saat seperti itu suaminya maunya gimana, suami jelaskan kalau dia maunya begitu.

“Manual Book” Pasangan

Saat kita membeli barang, kita bisa dapat manual book penggunaannya. Tapi saat kita menikah, kita tidak pernah mendapatkan “manual book” tentang pasangan kita. Kenal atau pacaran lebih lama pun tidak menjamin seseorang tau semua tentang pasangannya, karena orang cenderung menampilkan yang baik-baiknya saja saat pacaran. Pacaran lama tidak menjamin pernikahannya bakal awet.

Ada kebiasaan orang Betawi dulu yang menarik. Jadi 3 bulan sebelum menikah, keluarga akan mengundang calon menantunya ke rumah, dan menjelaskan segala hal tentang anaknya yang mungkin tidak diketahui oleh si calon menantu, si calon jadi tau sisi baik-buruknya, jadi tau dalam kondisi X mesti Y, dll. Dan untuk calon menantu perempuan, calon ibu mertuanya juga akan mengajarkan bagaimana memasak ala ibu mertua, karena bagaimana pun anaknya sekian lama terbiasa dengan masakan ibunya. Mertua bisa dibilang jadi mentor bagi menantunya. Bagaimana dengan zaman sekarang? 😀

4 Tema Besar dalam Keluarga

Selama pemaparan, slide yang ditampilkan berisi tentang 4 tema besar dalam keluarga:

  1. Self Worth: perasaan atau ide tentang diri sendiri.
  2. Communication: orang menggunakan dan bekerja dengan makna.
  3. Family System: aturan tentang cara merasa dan bertindak.
  4. Link to Society: cara seseorang berhubungan dengan institusi.

Pak Asep lebih banyak membahas tema komunikasi. Komunikasi perlu terus diperbaiki, tidak hanya dengan pasangan, tapi juga dengan anak. Komunikasi bukan cuma tentang ngomong/ngobrol, karena bisa saja yang terjadi kita banyak berkata-kata tapi tidak terjadi komunikasi. Misal, si ibu ngomong panjang lebar kepada anaknya sambil cuci piring di dapur, tidak melihat bahwa anaknya sedang fokus melakukan hal lain, anak ga dengar apa-apa tapi ibu jadi emosi karena merasa anaknya ga pernah dengerin ibunya. Padahal bisa beda hasilnya kalau si ibu mendekat dulu pada anaknya dan minta anaknya untuk mendengarkannya sebentar.

Lalu Pak Asep meminta sejumlah peserta maju untuk melakukan simulasi. Di awal, peserta diminta berdiri berdua berhadap-hadapan, yang satu berdiri (ceritanya ayah/ibu), yang satu lagi berlutut (ceritanya anaknya). Lalu si ayah/ibu sambil berdiri disuruh bertanya pada si anak, “udah bikin PR belum?”, lalu ditanya perasaan si anak gimana. Berikutnya si ayah/ibu diminta mengubah posisi/gestur (dari membungkuk, jongkok sehingga sama tinggi dengan si anak, jongkok sambil merangkul anak dari samping, dan sambil memeluk si anak dari belakang), menanyakan hal yang sama. Hasilnya, beda posisi/gestur, beda pula hal yang dirasakan anak.

Bisa disimpulkan bahwa gestur sangat mempengaruhi komunikasi, bahkan bisa jadi gestur lebih powerful dibanding kata-kata. Mana yang paling pas buat pasangan/anak kita, mesti kita coba cari tau sendiri, karena tiap orang beda-beda.

Dalam komunikasi harus kongruen/selaras juga antara kata-kata/kalimat, nada suara, dan fisiologi (sikap tubuh). Harus kongruen antara apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan, dengan apa yang diucapkan. Karena ketidakselarasan antara hal-hal tersebut juga bisa membuat lawan bicara salah paham.

Terkait family sistem, aturan dalam keluarga mesti dipahami dan konsisten untuk semua anggota keluarga. Aturan mestinya nyaman untuk semua pihak. Karena itu aturan itu perlu dirumuskan bersama. Ini jadi nyambung deh dengan materi dari Teh Patra tadi.

Terakhir Pak Asep ngasih PR agar nanti di rumah peserta memperbaiki komunikasi dengan pasangannya. Duduk bareng, tanya, kasih feedback agar bisa lebih saling memahami. Jangan cuma berandai-andai agar pasangan mengerti dengan sendirinya tanpa perlu dikomunikasikan.

Sampai di sana deh catatan saya. Heuheu.

Tapi saya ketik ulang di sini deh ya beberapa materi di handout yang tidak sempat dibahas.

Materi dari Handout Bapak Asep Haerul Gani

Keluarga, Bermasalah vs. Berkah

AspekBermasalahBerkah
Self WorthRendahTinggi
CommunicationTidak langsung, kabur, umum, tidak jujurLangsung, jelas, khusus, jujur
RuleKaku, tidak tulus, tak dapat negosiasi, berlebihan, tidak manusiawi, selamanyaLuwes, tulus, dapat negosiasi, tepat, manusiawi, dapat diubah
Link to SocietyMenakutkan, menyalahkan, menghambaTerbuka, penuh harapan, berdasar pilihan

Pertanyaan

  • Self Worth: yang mana?
  • Communication: bagaimana dan apa hasilnya?
  • Rule: seperti apa dan seberapa baik bagi mereka?
  • Link to Society: dengan cara apa dan apa hasilnya?

Self Worth

  • Kemampuan menilai dan memperlakukan diri sendiri dan orang lain dengan penuh martabat, cinta kasih, dan sesuai realita.
  • Self worth positif: integritas, jujur, bertanggung jawab, belas kasih, cinta, competence

Ingat Tanda-Tanda Anda Low Bat

  • Manusia merasa berharga bila ia merasa dipahami
  • Sebagian pertengkaran terjadi saat low bat
  • Sebagian keputusan berisiko besar diambil saat low bat
  • Lebih banyak pasangan dan anggota keluarga tidak paham bahwa seseorang sedang membutuhkan bantuan untuk membuat ia beralih dari low bat ke full bat
  • Perlu kiranya memahami dan mengetahui yang dibutuhkan diri sendiri dan orang lain saat mengalami low bat

Self Worth Key Rings

  • Wisdom: kesadaran, pengalaman, sumber dalam
  • Golden: rasa ingin tahu, inovasi, peluang baru
  • Detective: observasi, analisis, pilihan
  • Decision: kekuatan, ketegasan, ya-tidak
  • Courage: apa yang diinginkan, keinginan jadi kenyatakan, diri sebagai rujukan
  • Heart: sayang diri, peduli orang lain, konteks

Wah, sampai sini udah hampir 2.500 kata lho. Ada yang masih bertahan baca sampai sini? Haha. Ada yang masih ingat kalau saya beli tiket acara karena tergoda goodie bag? Wkwk. Ini nih isi goodie bag-nya.

Bagaimana kesan acara talkshow-nya? Saya sih kurang puas. Bukan karena materinya kurang memuaskan, tapi karena waktunya terasa kurang banget, haha. Pembicara menarik itu memang sesuatu banget. Tapiii, jujur saya masih banyak roaming dengan bahasa Sunda yang sering diselipin Makci ataupun Pak Asep. Tinggal 6 tahun di Bandung ga membuat saya paham bahasa Sunda, hihi.

Sekian cerita dan resume materi talkshow dan mini workshop “Membangun Keluarga Kuat untuk Bangsa yang Hebat” dari saya. Semoga bermanfaat.

Salam,

Reisha Humaira

8 komentar pada “ITBMh Homecoming 2017: Membangun Keluarga Kuat untuk Bangsa yang Hebat

  • 27 Desember 2017 pada 21:53
    Permalink

    Padat banget ya acaranya. Tadinya pengen hadir ama anak. Tapi anaknya anak baru sembuh sakit. Makasih ya sharingnya…

    Balas
    • 28 Desember 2017 pada 06:40
      Permalink

      Sama2 bu. Iya padat banget. Pengen ikut seharian tapi tanpa ribet ngurusin anak, tapi masih belum memungkinkan utk titip anak seharian sama suami, jadi saya pilih salah satu aja deh, hehe.

      Balas
  • 28 Desember 2017 pada 10:13
    Permalink

    Wah kerennya alumni ITB <3 Dan ini acara juga seru dan bermanfaat sekali yaaaaa

    Balas
    • 14 Januari 2018 pada 08:56
      Permalink

      Alhamdulillah 🙂

      Balas
  • 30 Desember 2017 pada 17:14
    Permalink

    Acaranya keren banget mbak. Aku baca sampai 2500 katanya lho. hehehe. Itu isi goodiebag nya juga kok kayaknya menggoda juga ya. Hehehe

    Balas
    • 14 Januari 2018 pada 08:58
      Permalink

      Alhamdulillah dibaca semua. Apa yang paling menggoda mbak? Lip cream, buku jurnal, atau voucher2? Hihi.

      Balas
  • 12 Januari 2018 pada 12:33
    Permalink

    Tadinya mau dateng juga ke acara ini, tapi sayang ga jadi soalnya ternyata di hari yang sama ada undangan acara pernikahan sahabat. Terima kasih sharingnya ya Mba, saya baca sampai 2500 katanya kok. Hehhe

    Balas
    • 14 Januari 2018 pada 08:59
      Permalink

      Alhamdulillah dibaca semua, hihi. Semoga bermanfaat 😉

      Balas

Leave your comment