Wisata DKI: Keliling Indonesia di TMII

Senin, 9 Januari 2017

Apa yang ingin Anda lakukan saat pertama kali ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII)? Kalau saya kepikirannya keliling anjungan daerah, naik kereta gantung, sama ke Istana Anak-Anak Indonesia. Mayoritas buat foto-foto. Sungguh cupu sekali, haha. Tapi ga apa-apa lah ya. Soalnya TMII kan luas banget, dan banyak banget pilihan kegiatan di dalamnya. Ga bakal cukup sehari dua hari di sana kalau mau mengunjungi semua.

Jadi, tahun lalu, waktu saya pertama kali dalam hidup jalan-jalan ke TMII, 3 hal itu lah yang utama saya lakukan. Ga browsing lagi kegiatan yang lebih seru atau direkomendasikan itu yang mana. Rencana jalan-jalan kami ke TMII cuma 2 hari, hari pertama buat keliling-keliling TMII, hari kedua buat ke Snowbay. Dan kami sengaja memilih jalan-jalan di hari kerja biar ga gitu rame jadi lebih puas jalan-jalannya. Ke Jakartanya sih udah dari akhir pekan karena sekaligus mengunjungi keluarga suami yang tinggal di Jakarta. Kebetulan juga adik saya lagi liburan jadi diajak sekalian.

Kami sampai di TMII sekitar jam 11 siang, tapi pas sampai di sana cuaca mendung, gerimis, lalu hujan. Yah, ujan, sedih deh. Mumpung dekat waktu Dzuhur juga, kami shalat dulu aja sambil menunggu hujannya reda. Kami shalat di mushala di Taman Budaya Tionghoa. Dari sini udah berasa keberagaman budaya di Indonesia, hehe.

Alhamdulillah hujannya reda juga, walau masih mendung. Kami pun mulai berkeliling. Rencana awalnya minimal ke anjungan provinsi yang pernah kami tinggali: Sumbar, Jabar, dan Kaltim. Lalu nambah deh jadi minimal 1 anjungan mewakili masing-masing 5 pulau besar di Indonesia.

Anjungan Sumatera Barat

Bingung sebenarnya mulai dari mana, akhirnya kami ke Rumah Gadang dulu aja karena paling dekat dengan posisi mobil saat itu. Anggaplah ngenalin Akas dengan rumah adat kampung halamannya. Tapi Akasnya mah belum ngerti (waktu itu masih berumur 18 bulan). Di sana kami cuma bentar dan ga banyak foto-foto. Mikirnya kalau mau puas foto-foto dengan Rumah Gadang mending kapan-kapan aja di Istana Pagaruyung. πŸ˜€

Rumah Gadang di anjungan Sumatera Barat

Anjungan Sumatera Utara

Dari anjungan Sumatera Barat, kami melipir sebentar ke anjungan Sumatera Utara karena letaknya sebelahan.

Rumah adat Batak Karo di anjungan Sumatera Utara

Dan karena saat itu masih dalam suasana tahun baru 2017, ada angka 2017 gede deh di sana. Sepertinya habis ada acara juga sih, tapi ga tau apa, hehe.

Rumah adat Batak Toba, Nias, dan Simalungun di anjungan Sumatera Utara

Anjungan Kalimantan Timur

Kami naik mobil lagi dan menuju anjungan Kalimantan Timur, karena kami pernah tinggal di Balikpapan. Tadinya dalam bayangan saya, rumah adatnya bakal mirip dengan rumah lamin yang kami lihat di Desa Budaya Pampang. Tapi ternyata agak beda. Masih sama-sama rumah panggung, tapi yang di TMII ini lebih tinggi.

Baca juga:Β Wisata Kaltim: Mengunjungi Kampung Dayak di Desa Budaya Pampang

Rumah Lamin di anjungan Kalimantan Timur

Kali ini kami ga cuma berfoto dari luar, mencoba masuk juga ke area dalam. Di dalamnya ada sejumlah properti dan manekin dengan pakaian suku Dayak. Terus ada kolam dengan patung pesut khas Sungai Mahakam. Sepertinya kita bisa naik ke atas rumah adatnya tapi saya ga berani karena tinggi dan tangganya curam, hehe.

Lumbung di anjungan Kalimantan Timur

Dari anjungan Kalimantan Timur ini kami bingung berikutnya ke mana. Memang ga bikin plan sama sekali, haha. Akhirnya coba ikutin jalan dulu aja. Kami sempat berhenti sebentar untuk berfoto dekat Monumen Persahabatan Negara Non Blok. Selanjutnya kami mampir ke Pos Pemadam Kebakaran TMII. Akas suka sekali mobil-mobilan termasuk mobil pemadam kebakaran, jadi harapannya ya anaknya bakal excited di sana. Tapi dasar Akas, anaknya tipe pengamat, awal-awal dia cuma lihat-lihat dengan muka datar.

Anjungan Kalimantan Tengah

Nungguin Akas biar excited itu rada lama, jadi saya dan adik melipir sebentar ke anjungan Kalimantan Tengah yang letaknya di seberang pos pemadam kebakaran. Biarlah Akas sama ayahnya dulu aja, hehe.

Rumah adat di anjungan Kalimantan Tengah

Terdapat sejumlah bangunan di sana, rata-rata berbentuk rumah panggung.Β Juga terdapat kolam yang merupakan gambaran sungai, di sana ada sebuah perahu yang menurut kepercayaan agama Hindu kaharingan merupakan kendaraan para roh suci dan dewa-dewa.

Gambaran sungai dan perahu ‘Banama Riuang Kanghari Rayang’

Berikutnya kami ke Istana Anak-Anak Indonesia. Kasian juga dia mulai tampak bosan, dari tadi cuma naik turun mobil dan foto-foto aja, haha. Sayangnya Istana Anak-Anak saat itu sedang renovasi, jadi ga kece buat foto-foto, heuu. Ceritanya saya tulis terpisah aja nanti.

Anjungan Sulawesi Selatan

Mobil kami masih parkir di dekat Istana Anak-Anak, berikutnya kami jalan kaki aja. Rencananya mau ke anjungan Sulawesi Selatan dan Papua, letaknya masih di sekitaran Istana Anak-Anak, jadi daripada ribet naik-turun-parkir mobil, mending jalan kaki aja.

Untuk mewakili bahwa kami “sudah ke Sulawesi”, saya memilih berfoto dengan rumah Tongkonan suku Toraja. Belakangan baru nyadar kalau di sana juga ada rumah adat Bugis.

Rumah Tongkonan suku Toraja di anjungan Sulawesi Selatan

Museum Timor Leste

Berikutnya kami mau menuju anjungan Papua, tapi di jalan kami melewati Museum Timor Leste. Pas baca plang namanya ada perasaan sedih, karena pastilah dulunya namanya Anjungan Timor Timur, hiks. Tapi karena udah bukan bagian dari Republik Indonesia lagi sekarang berubah jadi museum deh.

Rumah penduduk Los Palos di Museum Timor Leste

Anjungan Papua

Akhirnya sampai juga di anjungan Papua. Begitu masuk, saya agak bingung karena rumah adatnya terlihat modern. Apa saya ga salah masuk. Tapi plang namanya bener. Bayangan saya atapnya terbuat dari bahan tradisional (ijuk, daun sagu, jerami, atau apalah saya juga kurang paham), yang ini bukan. Ternyata namanya rumah Kariwari dan atapnya memang tidak dibangun oleh TMII menggunakan daun sagu seperti di daerah asalnya.

Rumah Kariwari dari suku Tobati-Enggros di anjungan Papua

Di dekatnya ada beberapaΒ rumah beratap bulat dan berbahan tradisional. Namanya honai. Nah yang saya tau selama ini rumah adat Papua itu seperti itu, baru deh yakin kalau saya bener berada di anjungan Papua, haha.

Rumah Honai dari suku Dani anjungan Papua

Naik Kereta Gantung (Sky Lift)

Tepat di depan anjungan Papua ada stasiun kereta gantung jadi kami langsung ke sana. Karena sepi kami tidak perlu antre lama di sana, langsung jalan.

Pulau Kalimantan dan Sulawesi buatan dilihat dari kereta gantung

Waktu kecil, saya mengira kalau kita naik pesawat, kita bakal bisa melihat gugusan kepulauan Indonesia seperti saat kita melihat peta. Iya mungkin bisa kalau naik pesawatnya pada ketinggian yang lebih tinggi daripada pesawat biasa, haha. Tapi view seperti peta ini bisa kita dapatkan saat naik kereta gantung di TMII. Bahagia rasanya pas lihat view dari kereta gantung ini.

Pulau Sumatra buatan dan beberapa rumah adat dilihat dari kereta gantung

Dulu juga saya mengira anjungan-anjungan daerah itu letaknya di pulau buatan ini, jadi masing-masing rumah adat terletak di wilayah provinsinya. Sotoy banget ya, haha. Kalau seperti itu mesti gede banget ya pulau buatannya, atau anjungan daerahnya dibuat ukuran mini.

Aeromovel dan beberapa bangunan lainnya dilihat dari kereta gantung

Anjungan Jawa Barat

Puas dengan kereta gantung, kami kembali ke mobil dan keliling lagi mencari anjungan Jawa Barat. Ini anjungan terakhir yang mau kami kunjungi, udah sore juga soalnya. Sempat muter-muter juga tadinya karena ga ketemu, adik saya juga mampir sebentar ke anjungan Bali tapi karena sepertinya tutup jadi cuma foto-foto di luarnya aja.

Akhirnya ketemu juga anjungan Jawa Barat-nya. Di sini kami udah gempor dan ga kuat jalan lagi ke dalam, jadi cuma foto rumah adatnya dari jauh.

Rumah adat model kasepuhan Keraton Cirebon di anjungan Jawa Barat

Dan kami lebih milih duduk-duduk dan foto-foto di dekat pintu masuk.

Love West java di anjungan Jawa Barat

Lalu berfoto di Gong Perdamaian Nusantara, ga jauh dari tempat tadi.

Gong Perdamaian Nusantara di anjungan Jawa Barat

Dari sini kami sudahi trip “keliling Indonesia”-nya. Sudah jam 16.30 saat kami keluar dariΒ anjungan Jawa Barat. Sebelum pulang, kami mampir ke Taman Legenda Keong Emas. Tadinya saya kira taman aja (lagi-lagi sotoy dan tidak cari informasi), eh ternyata wahana rekreasi, dan mesti beli tiket lagi. Tentunya kami ga masuk, udah sore dan cape ngapain bayar mahal-mahal, jadi cukup foto dikit diluarnya aja, hehe.

Terakhir kami mampir ke Teater Imax Keong Emas. Cuma foto di luar aja sih, sebagai bukti kalau udah ke TMII, haha. Dan sore gini baru cerah lagi deh langitnya, heu.

By the way,Β waktu copy foto-foto ke laptop, SD Card saya corrupt donk, padahal waktu itu mayoritas foto belum berhasil di-copy. Tidaaaak. Saya ga rela foto-fotonya hilang, apalagi foto dari atas kereta gantung. Panik dan langsung cari solusi apa file-filenya masih bisa diselamatkan. Setelah nyoba beberapa software akhirnya selamat juga semua, alhamdulillah.

Baca juga: Corrupted SD Card

Berikut beberapa catatan saya dari pengalaman pertama ke TMII ini.

  • Kalau mau lebih puas muter-muter TMII memang lebih baik di hari kerja. Pernah nyoba ke TMII hari Sabtu dan ternyata kendaraan ramai. Kunjungan di akhir pekan mending spesifik ke 1-3 tempat aja.
  • Keliling TMII enakan pakai kendaraan sendiri, karena luas banget. Mobil bisa masuk, motor kurang tau juga saya. Baca blog orang ada yang bilang boleh, tapi adik ipar saya pernah ke sana pake motor dan motornya ga dibolehin masuk.
  • Kalau mau marathon mengunjungi berbagai anjungan daerah, sebaiknya susun rute dulu dari rumah biar waktunya lebih efektif. Kami go show aja waktu itu, jadinya beberapa kali muter-muter untuk nyari satu tempat. Tapi karena jalanan sepi jadi bisa cepet.
  • Selama di TMII, kami mengandalkan HP untuk cari peta lokasi, baik itu gambar peta TMII ataupun Google Maps. Repot rasanya. Jarang ya sepertinya di tempat wisata di Indonesia dikasih brosur/leaflet/dkk. yang isinya denah/peta lokasi sama info di sana ada apa aja. Di Jepang dulu mayoritas ada. Yah beda budget sih ya, fufufu.
  • Mengunjungi anjungan daerah makin menyadarkan bahwa negara kita ini kaya sekali dengan budaya. Satu provinsi aja bisa punya beberapa macam rumah adat. Belum lagi suku bangsanya, bahasanya, adat istiadatnya, dll. Kayaknya seru ya kalau SD belajar IPS sambil keliling TMII, hehe.
  • Kalau tinggal di dekat TMII saya mau deh sering-sering ke sana. Karena masih banyak banget yang bisa dikunjungi. Itu baru anjungan daerahnya, masih banyak lagi museum, wahana, teater, taman, dan fasilitas lainnya. Dan bayangan saya bakal bagus banget buat nambah pengetahuan anak-anak.

Sekian cerita hari pertama kami ke TMII. Ada rekomendasi yang seru di TMII apa aja? πŸ˜€

Salam,

Reisha Humaira

16 komentar pada “Wisata DKI: Keliling Indonesia di TMII

  • 5 Januari 2018 pada 02:47
    Permalink

    di sini memang wisata edukatif ya dan mungkin sdh banyak berubah dari saat dulu bawa anak2 lagi kecil

    Balas
    • 14 Januari 2018 pada 08:37
      Permalink

      Betul mbak, wisata edukatif, bagus banget buat anak2 ya πŸ™‚

      Balas
  • 5 Januari 2018 pada 11:30
    Permalink

    Memang paling enak keliling taman mini tanpa perlu keliling seluruh indonesia heheheh

    Balas
    • 14 Januari 2018 pada 08:39
      Permalink

      Keliling anjungan daerah udah berasa keliling Indonesia ya mbak, dan biayanya jauh lebih murah, hihi

      Balas
  • 5 Januari 2018 pada 12:24
    Permalink

    Di TMII paling enak keliling anjungan daerah. Membuat sadar kalau Indonesia itu kaya. Dulu waktu masih kecil, kalau ke TMII pasti maunya ke museum IPTEK pagi-pagi. Kalau sepi, semua barang pameran yang bisa dimainkan, bisa langsung dipegang tanpa antre. (Nggak tahu sekarang masih bagus atau tidak.) Setelah gede gini, maunya cuma nangkring di Budaya Tionghoa sambil bengong memandangi yang hijau-hijau.

    Balas
    • 14 Januari 2018 pada 08:40
      Permalink

      Beda usia beda preferensi ya mbak, hehe.

      Balas
  • 5 Januari 2018 pada 14:07
    Permalink

    Aku berapa kali ke TMII belum pernah masuk ke anjungan daerah mba. Pernahnya pas ada acara nikahan aja.. πŸ˜€ Pankapan mesti direncanain nih buat ke sana. Iya ya suka gak ada petanya yang bentuk brosur gitu, padahal lumayan bisa buat disimpan kalo mau ke tempat wisata itu lagi..

    Balas
    • 14 Januari 2018 pada 08:43
      Permalink

      Wah saya pengen juga tuh mbak ke anjungan daerah pas ada nikahan. Lumayan jadi nambah lihat pelaminannya dan pakaian adatnya, hehe.

      Peta TMII itu padahal ada di website-nya, tinggal dicetak aja. Apa mungkin biayanya mahal ya dan banyakan bakal jd sampah jd mereka merasa percuma bikin? πŸ˜›

      Balas
    • 14 Januari 2018 pada 08:44
      Permalink

      Wah uda lama juga ya. Coba ke sana lagi, mungkin udah banyak yg berubah πŸ˜€

      Balas
  • 5 Januari 2018 pada 22:35
    Permalink

    Jaman saya SD, kita disuruh keliling anjungan tiap provinsi, trus disuruh bikin cerita kesan2nya……

    Balas
    • 14 Januari 2018 pada 08:46
      Permalink

      Wah tampak seru, atau malah malesin ya buat beberapa anak? Hihi..

      Balas
  • 7 Januari 2018 pada 00:20
    Permalink

    aku udah lama banget ga ke TMII, kayanya terakhir kesana pas sd deh.. berpuluh2 taun yang lalu yang pasti, trauma pernah naik bumper car terus nubruk sampe bibir aku luka. πŸ˜›

    tapi TMII ini deket banget sama rumah sodara, cuma entah kenapa ga pernah kepikiran buat coba mampir kesana lagi. dulu pas kecil berasa gede banget, kali aja gitu sekarang badan udah melar jadi TMII berasa kecil. haha. πŸ˜€

    Balas
    • 14 Januari 2018 pada 08:48
      Permalink

      Haha. Ayo coba ke sana lagi, pasti beda rasanya ke sana saat masih anak2 dg setelah dewasa πŸ˜€

      Balas
  • 12 Januari 2018 pada 14:52
    Permalink

    sama anak2 mau ke sini deh mba, karena belum pernah sama krucil..
    banyak banget yg bisa didapat ya ke TMII. nggak cukup sehari buat keliling semuanya hehe

    Balas
    • 14 Januari 2018 pada 08:51
      Permalink

      Iya mbak ga cukup hari. Sebelum ke sama mending direncanakan dulu dari rumah mau ke mana aja biar lebih efektif waktunya πŸ˜‰

      Balas

Leave your comment