Saat suami masih menjalani seleksi beasiswa dan mulai tampak “hilal” lolos seleksinya, kami mulai mencicil mengurus berkas-berkas yang diperlukan, salah satunya paspor Akas. Suami dan saya sudah punya paspor, tapi Akas belum.
Baca juga: Mencari Beasiswa Luar Negeri, “Tidak Semudah Itu Ferguso!”
Waktu itu kami masih tinggal di Bandung, tapi untuk mengurus paspor Akas di Bandung saya ragu, karena dengar-dengar susah banget dapat antreannya. Nah kebetulan bulan November 2018 saya ada rencana mudik menghadiri nikahan sepupu, jadi sekalian aja deh saya urus di Sumbar. Asumsi saya antreannya lebih sedikit.
Kalau diingat-ingat, banyak juga yang saya urusin bulan November 2018 itu. Mulai dari e-KTP saya yang panjang banget dramanya, ambil NPWP baru saya yang cepet prosesnya, membuat SKCK untuk visa New Zealand (ini nanti ya ceritanya), menghadiri nikahan sepupu, lalu membuat paspor Akas.
Okeh, kembali ke paspor Akas. Proses pembuatannya saya ceritain berdasarkan kronologinya aja ya.
Daftar Isi Tulisan Ini
Langkah awal yang saya lakukan adalah mendaftar untuk mendapatkan antrean. Pembuatan paspor sudah menggunakan antrean online, ga bisa datang langsung lagi. Lebih nyaman tentunya, tapi agak “rebutan” juga karena kuotanya dibatasi tiap harinya.
Antrean ini bisa didapat lewat website antrian.imigrasi.go.id atau lewat aplikasi. Untuk aplikasi, saat itu masih pakai aplikasi yang bernama “Antrian Paspor” di Google Play (tapi saat ini sudah ganti jadi aplikasi “M-Paspor”). Namun karena waktu itu kami tidak ada yang pakai HP Android, akhirnya saya daftar lewat website saja.
Rencananya saya mau daftar di Kantor Imigrasi Kelas I Padang. Etapi di tanggal yang saya rencanakan sudah tidak ada kuota lagi, huhu. Di Sumbar ada 2 kantor imigrasi, untungnya kantor imigrasi yang satu lagi dekat dengan kampung saya di Baso, hoho, yakni Kantor Imigrasi Kelas II Agam. Antrean pun didapat, berupa QR Code, untuk tanggal 19 November 2018.
Mengutip website imigrasi, persyaratan yang diperlukan untuk membuat paspor anak warga negara Indonesia yang berdomisili di Indonesia adalah sebagai berikut:
Oia KTP ayah atau ibu yang dimaksud adalah e-KTP ya. Kalau belum punya bisa diganti dengan Suket. Lalu untuk jaga-jaga saya juga bawa paspor saya dan suami.
Sesuai jadwal yang didapat di antrean online, saya pun datang ke Kantor Imigrasi Kelas II Agam bersama Akas. Sesampainya di loket, saya menunjukkan QR Code yang sudah saya print, tapi ternyata petugasnya minta lihat langsung dari website atau aplikasi. Setelah dikonfirmasi, petugasnya pun memberikan saya satu map kuning berisi formulir yang harus diisi serta meminta saya untuk memfotokopi berkas-berkas lainnya.
Selain formulir data, saya juga harus mengisi surat pernyataan bahwa orang tua bertanggung jawab sepenuhnya terhadap paspor anak serta keberangkatan anak ke luar negeri. Fotokopian yang saya punya kebetulan belum lengkap sehingga saya perlu ke warung dulu untuk fotokopi, sekalian beli meterai. Setelah semua berkas dilengkapi, kami disuruh menunggu untuk dipanggil. Ruang tunggu kantor imigrasinya cukup ramai saat itu, untungnya masih ada kursi yang kosong.
Tak menunggu lama, kami pun dipanggil ke Loket Penerimaan/Pemeriksaan Permohonan Paspor.
Di loket ini semua dokumen kami diperiksa ulang. Dokumen standar sih ga ada masalah, kecuali dua hal ini.
Beres urusan di loket ini, kami pun disuruh menunggu lagi untuk wawancara dan foto.
Lagi-lagi cuma menunggu sebentar, nama Akas pun dipanggil ke ruangan untuk wawancara dan foto. Di ruangan tersebut ada beberapa meja petugas. Ada cermin juga kalau-kalau butuh merapikan dandanan, huehe.
Sebelum urus paspor ini saya udah sounding ke Akas bahwa nanti dia akan difoto. Awal-awal masih biasa aja dianya, tapi begitu di ruangan itu, mulai deh dia rewel dan ga mau difoto. Hadeeeh. Untungnya petugasnya ramah, dijepret beberapa kali sampai dapet. Lumayan lah walau fotonya rada cemberut. Fyuh. Wawancaranya ga banyak, cuma ditanya mau ke mana dan buat apa.
Selesai wawancara dan foto, kami diberikan lembar Bukti Pengantar Pembayaran. Rincian biaya yang harus dibayarkan adalah:
Biaya Paspor: Rp300.000
Jasa TI Biometrik: Rp55.000
Total: Rp355.000
Pembayaran bisa dilakukan via pos atau bank yang ditunjuk oleh imigrasi. Tadinya saya bingung paling dekat ke bank mana, tapi di luar kantor imigrasinya ternyata ada mobil pos. Wuii.
Mobil pos ini melayani pembayaran paspor serta pengiriman paspor langsung ke alamat tujuan. Wah saya baru tahu saat itu kalau paspor bisa dikirim, lumayan kan ga perlu menghabiskan waktu untuk datang lagi ke sana. Tapi berhubung saya masih perlu melengkapi Surat Pernyataan, kata petugas posnya ga bisa dikirim. Baiklah.
Sesuai rencana sebelumnya, saya minta tolong orang tua saya alias kakek neneknya Akas untuk mengambilkan paspor. Untuk pengambilan paspor ini saya menyiapkan berkas berikut untuk dibawa orang tua saya saat ke kantor imigrasi:
Pengambilan paspornya alhamdulillah berjalan lancar. Setelah diambil, saya minta orang tua saya langsung kirimkan paspornya ke Bandung via mobil pos yang ada di imigrasi itu. Untuk pengiriman paspor gini, selain sudah tersedia di sana, menurut saya lebih terpercaya juga sih dibanding kurir lainnya. Hehe. Tanggal 30 November 2018 pun akhirnya paspor Akas sampai ke saya di Bandung.
Di hari jadwal saya ke kantor imigrasi, saya sebenarnya sudah mengalokasikan waktu dari pagi hingga sore, kali aja lama prosesnya dan lama antrenya. Tapi setelah dijalani, bahkan ternyata 1 jam saja ga nyampe lho di imigrasinya. Wow. Beres dari sana saya sampai bingung mau ngapain, kok udah beres aja, haha. Applause deh buat imigrasi bisa cepet gitu prosesnya. Kalau begini mah calo bye bye yaa. e-KTP mesti belajar nih, huh.
Buat yang mau buat paspor untuk anaknya, berikut sedikit tips dari saya:
Ada yang mau bikin paspor anak juga? Semoga lancar yaa. Yang bikin paspor anak baru-baru ini, ada update kah dibanding yang sudah saya tulis? 😀
Salam,
Di tulisan sebelumnya saya sudah menceritakan seputar ikhtiar saya untuk meningkatkan produksi ASI. Kali ini… Read More
Dulu waktu awal-awal datang di Auckland, saya rasanya hampir tidak pernah melihat orang bersepeda. Terasa… Read More
Saya pernah tinggal di Tokyo, Jepang tahun 2010-2013. Saya juga pernah tinggal di Auckland, New… Read More
Mumpung masih bulan Syawal, Selamat Idul Fitri 1445 H ya semuanyaaa. Minal aidin wal faidzin.… Read More
Alhamdulillah tahun ini dikasih kesempatan untuk ketemu Ramadhan lagi. Dan makin lama kok ya Ramadhan… Read More
Kembali ke seri jelajah Auckland. Dulu saya sudah pernah menulis wilayah Auckland mana saja yang… Read More
View Comments
sama mba, pas bikinin paspor si bayi juga Alhamdulillah mudah. antriannya cepet di imigrasi karena dapat prioritas kayanya. terus bagusnya ada mobil pos itu ya, di Batam juga ada. beli materai gampang, bayar2 biaya paspor juga gampang, dan kirim2 gampang juga
Noted banget nih, meski belum tahu kapan mau bikin paspor hahaha
Tapi senang ya, sekarang bikin paspor sudah jauh lebih mudah, ga kayak dulu yang prosedurnya ribet :)
Wahh.. makasih banyak sudah menuliskan pengalaman
Mbak Reisha. Saya jd dpt gambaran yg jelas utk membuat paspor bayi. Mbak, mau tanya yaa.. saat kita mau daftar online untuk ambil antrian buat paspor anak, kita kan perlu buat akun, nah itu data yg diisikan data org tua atau langsung data anak ya? Terus, pembukaan pendaftaran online untuk ambil nomor antrian dari jam berapa ya? Terima kasih sebelumnya.
Halo mbak. Waktu buat akun, saya pakai data saya sendiri. Tapi saat daftar antrean, diminta NIK, barulah masukin NIK anak kalo yang mau diurus paspor anak.
Pendaftaran online bisa diakses kapan pun mbak, cuma biasanya tergantung kuotanya, apa sudah penuh atau belum. Pengalaman saya di Bandung itu susah banget dapat nomor antreannya, rebutan pas kuotanya dibuka sama imigrasi Bandung. Tapi di kota lain terutama kota yang lebih kecil, kuotanya masih tersedia.