Bentengi Anak-Anak Kita dari Bahaya Rokok dengan #RokokHarusMahal

Ada yang ingat ga dengan berita balita asal Sumatera Selatan berumur 2 tahun yang jadi perokok berat, bahkan bisa menghabiskan 40 batang rokok per hari? Gaya merokoknya pun udah seperti orang dewasa. Dan parahnya orang tuanya sendirilah yang dulu memberikan rokok. Balita mah mana paham ya bahayanya merokok.

Saya masih ingat sekali berita itu muncul tahun 2010, tidak hanya di Indonesia, tapi juga heboh ke mancanegara. Saat itu saya baru beberapa bulan kuliah di Tokyo. Di salah satu kelas bahasa Jepang yang saya ikuti, sensei-nya sampai menanyakan tentang berita itu kepada saya. Kebetulan saya satu-satunya orang Indonesia di kelas, dan saya speechless, antara malu dan bingung mau jawab apa.

Orang Jepang mungkin ga habis pikir kenapa anak sekecil itu bisa jadi perokok. Jepang memiliki peraturan yang tegas terhadap rokok. Tempat umum default-nya adalah kawasan tanpa rokok, merokok hanya boleh dilakukan di smoking area. Untuk membeli rokok harus punya semacam kartu izin merokok dan orang Jepang baru boleh merokok di usia 20 tahun. 20 tahun lho, masih 3 tahun setelah bisa punya KTP di Indonesia. Selain itu, kadar TAR dan nikotin dalam rokok Jepang juga jauh lebih rendah dibanding rokok di Indonesia.

Kasus balita di atas adalah contoh kasus ekstrim perokok anak di Indonesia. Kasus seperti itu mungkin tidak banyak, tapi di luar sana masih banyak anak-anak yang merokok, mulai dari yang cuma coba-coba hingga yang rutin menghisap beberapa batang per hari. Dan jumlah perokok anak ini terus meningkat dari tahun ke tahun.

Minggu lalu program radio Ruang Publik KBR membahas tema “Lindungi Anak Indonesia, Rokok Harus Mahal”. Tema ini diangkat karena berdekatan dengan Hari Anak Nasional yang tiap tahunnya diperingati tiap tanggal 23 Juli di Indonesia. Talkshow kali ini menghadirkan tiga narasumber berikut:

  • Dr. Santi Martini, dr., M.Kes. – Wakil Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
  • Lisda Sundari – Ketua Yayasan Lentera Anak Indonesia
  • Dr. Sophiati Sutjahjani, M.Kes. – Ketua Majelis Kesehatan Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur
Kali ini live dari Surabaya (Sumber: Twitter @beritaKBR)

Dari talkshow ini saya dapat beberapa hal menarik terkait anak dan rokok.

Kenapa Prevalensi Perokok Anak Meningkat?

Bu Lisda menyampaikan bahwa jumlah perokok anak meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa mayoritas para perokok pertama kali merokok pada kelompok usia 15-19 tahun. Namun saat ini kecenderungannya bergeser ke usia yang lebih muda, yaitu kelompok usia 10-14 tahun dan jumlahnya pun meningkat. Ini berarti anak-anak Indonesia sangat rentan untuk jadi perokok pemula.

Setidaknya ada 4 hal yang menyebabkan prevalensi perokok anak ini meningkat.

  1. Harga Rokok Sangat Terjangkau

    Harga rokok di Indonesia itu sangat murah. Awal tahun 2018 ini sebenarnya pemerintah sudah menaikkan cukai rokok, tapi nyatanya kenaikan cukai ini tidak bisa mendongkrak harga rokok jadi sangat mahal. Dari daftar harga 40 merek rokok yang tertera di artikel ini, saya hitung harga rokok itu rata-rata Rp17.190 per bungkus. Dan masih bisa dibeli ketengan, Rp1.000 dapet deh sebatang. Masih lebih murah ya dibanding harga sebutir telur yang bergizi.

    Dengan harga rokok segitu, anak-anak mampu membeli rokok dengan uang saku mereka. Dari survei yang dilakukan di Surabaya, uang saku anak SD-SMP di sana rata-rata Rp8.000, paling rendah Rp500. Dengan uang Rp500 pun masih bisa beli sebatang rokok yang murah.

  2. Rokok Sangat Mudah Didapatkan

    Di Indonesia rokok itu banyak tersedia dan ada di mana saja. Siapapun bisa membelinya dengan mudah, tidak ada penghalangnya. Mau anak-anak atau dewasa, laki-laki atau perempuan, semua bisa beli rokok. Pedagang dan tempat-tempat yang menjual rokok juga masih rendah kesadarannya untuk menolak anak membeli rokok.

  3. Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok Sangat Gencar

    Iklan rokok ada di mana-mana, bahkan masih ditemukan di kawasan tanpa rokok (KTR) sekalipun. Industri rokok juga sering mensponsori kegiatan musik yang mana sasarannya mayoritas anak muda. Industri rokok juga sangat sering mempromosikan rokok dengan menampilkan harga rokok per batangnya.

    Kalau lihat iklan rokok di TV, saya akui iklan rokok itu bagus-bagus. Mereka memang sudah ikut aturan, tidak menampilkan rokoknya. Tapi mereka kreatif sekali, menggantinya dengan latar bentang alam nan indah dan aktivitas yang adventurous, kesannya laki banget. Ini secara tidak langsung akan menanamkan pesan bahwa merokok itu keren dan gagah sekali.

  4. Perokok Masih Banyak yang Merokok di Dekat Anak

    Anak-anak itu suka meniru, memang fitrahnya demikian. Kalau orang-orang di sekitarnya merokok, ya ga heran kalau anak-anak itu merasa merokok itu hal biasa dan boleh dilakukan. Apalagi kalau orang tua sendiri yang merokok, orang tua itu kan role model bagi anak.

    Tidak hanya di rumah, di sekolah pun demikian. Guru-guru masih ada yang merokok di sekolah dan itu terlihat oleh murid-muridnya. Padahal sekolah juga termasuk ke dalam KTR.

Kenapa Anak Harus Dilindungi dari Bahaya Rokok?

Kenapa ya soal melindungi anak dari bahaya rokok ini banyak dibahas di mana-mana? Ada beberapa alasan.

  1. Rokok jelas membahayakan kesehatan, apalagi daya tahan tubuh anak lebih rendah dibanding orang dewasa. Anak-anak yang merokok ataupun jadi perokok pasif bisa kena penyakit berat pada usia yang sangat muda.
  2. Rokok juga bisa menyebabkan stunting. Penelitian PKJS UI menunjukkan bahwa di rumah dengan anggota keluarga perokok, pertumbuhan anaknya lebih lambat. Stunting ini tidak hanya perkara kerdil tinggi badan, tapi juga kerdil ukuran otaknya. Ini akan jadi problem besar di masa depan.
  3. Kecanduan rokok merupakan pintu masuk termudah bagi narkoba. Anak dan remaja itu masih besar keinginannya untuk coba-coba. Bukan tidak mungkin setelah candu dengan rokok, mereka akan mencoba yang lain seperti narkoba.

Melindungi anak dari rokok ini muaranya ketahanan bangsa. Generasi penerus bangsa kita ini harus diselamatkan dari hal yang membahayakan serta akan merusak masa depan mereka sendiri.

Bagaimana Melindungi Generasi Penerus Kita dari Rokok?

Lalu, apa solusinya agar anak-anak kita terlindungi dari bahaya rokok?

1. Segera Berhenti Merokok

Jika Anda seorang perokok, apalagi sudah memiliki istri serta anak, yuk berhenti merokok sekarang juga. Ya, berhenti merokok memang tidak semudah itu, apalagi buat perokok berat. Tapi kalau ada niat dan tekad yang kuat, insya Allah bisa. Kalau rasanya susah banget, sekarang juga sudah ada Klinik Berhenti Merokok, bisa coba ikut terapi di sana. Masih susah juga? Minimal jangan merokok lagi di dekat anak dan jangan pernah menyuruh anak untuk membeli rokok.

Dr. Sophi menjelaskan bahwa di Muhammadiyah sudah ditegaskan bahwa merokok itu hukumnya haram. Jadi semua orang atau badan yang tergabung di jaringan Muhammadiyah wajib untuk tidak merokok. Selain itu, juga digunakan pendekatan kasih sayang di sekolah. Guru TK dan SD didorong mengajarkan kepada anak didiknya untuk menyampaikan pesan kepada ayahnya yang perokok untuk berhenti merokok. Terutama kepada murid perempuan, karena biasanya anak perempuan lah yang lebih dekat kepada ayahnya.

Pesannya pun ga ribet, cukup dengan kalimat seperti “ayah jangan merokok ya, aku sayang ayah”. Dan ini cukup berhasil. Mungkin cara ini bisa ditiru oleh sekolah di luar lingkungan Muhammadiyah. Coba ajak anak-anak untuk berani minta orang tuanya berhenti merokok

2. Perketat Regulasi Rokok di Indonesia

Sering banget ada yang berkomentar, harusnya ada aturan rokok tidak boleh dijual di sembarang tempat, harusnya ada aturan anak-anak tidak boleh beli rokok, harusnya ada aturan ini itu. Tahu ga kalau di Indonesia sebenarnya aturannya itu sudah ada? Coba deh lihat UU Nomor 32 Tahun 2010 Tentang Larangan Merokok, PP Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok, dll.

Sudah ada aturannya, tinggal dijalankan. (Sumber: Okezone)

Regulasinya sudah ada, tinggal implementasinya. Ini nih yang sering jadi masalah di Indonesia. Padahal kalau semua aturan dijalankan dengan baik, akan terbentuk sistem yang mendukung orang-orang untuk tidak merokok. Perokok dipaksa untuk tidak merokok di tempat umum, dengan sendirinya akan mengurangi frekuensi merokoknya dan jumlah rokok yang dihisap. Ini juga bisa membantu mendorong perokok untuk berhenti merokok.

Selain aturan di atas, pada indikator Kota Layak Anak (KLA) tahun ini juga sudah ditambahkan indikator baru yang berhubungan dengan rokok, yakni: tidak ada iklan, promosi, dan sponsor rokok; dan ada Perda Kawasan Tanpa Rokok. Dan di Indonesia baru kota Solo dan Surabaya yang tinggal selangkah lagi memenuhi indikator KLA ini. Tinggal meniadakan segala iklan rokok.

3. Harga Rokok Harus Mahal

Penegakan regulasi terkait rokok juga harus dibarengi dengan menaikkan harga rokok jadi mahal, agar harga rokok tidak terjangkau lagi bagi anak-anak, juga keluarga miskin.

Beberapa waktu lalu gencar kampanye #rokok50ribu, berdasarkan hasil survei PKEKK FKM UI pada tahun 2016, bahwa 72% responden akan berhenti merokok kalau harga rokok 50 ribu. Survei terbaru tahun ini oleh PKJS UI tahun ini menyebutkan bahwa hanya 66% responden yang siap berhenti merokok jika harga rokok 60 ribu, tapi ada 74% jika harganya 70 ribu. Wajar sih sekarang angkanya naik, udah 2 tahun kena inflasi. Tapi intinya sama, #rokokharusmahal.

Ada banyak alasan dari berbagai aspek berbeda tentang kenapa harga rokok harus mahal. Terkait anak, menaikkan harga rokok adalah bentuk komitmen negara untuk melindungi anak dari bahaya rokok.

Kampanye #rokokharusmahal sudah lama ada, kapan direalisasikan? Nah ini. Yang berwenang untuk menentukan harga rokok itu adalah pemerintah. Pemerintah sendiri merespon baik kampanye ini, tapi tampaknya perlu dorongan lebih banyak dari masyarakat agar bisa merealisasikannya.

Setuju ga harga rokok harus mahal? Setuju dong yaaa 😄. Mari kita dorong pemerintah untuk menaikkan harga rokok, salah satunya dengan petisi di change.org/rokokharusmahal. Gampang banget kan diingat link-nya. Saya sudah tandatangani petisinya, ikutan juga yuk!

Ada yang bilang, emang nanti kalau harga rokok mahal ga bakal ada yang beli lagi? Yang namanya sudah kecanduan pasti bakal mencari berbagai cara agar tetap bisa mendapatkan rokok, entah itu dengan urunan, mencari puntung rokok bekas orang lain, hingga mencuri. Nah makanya memang tidak cukup hanya dengan menaikkan harga rokok, tapi juga mesti dibarengi dengan regulasi yang tepat serta penyuluhan yang menyeluruh tentang bahaya rokok. Kita sendiri juga mesti ikut berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan aturan yang ada.

Balik lagi ke petisi, udah ikut tandatangani belum? Hehe. Pemerintah itu ternyata harus mendengarkan suara industri rokok juga lho untuk menentukan cukai rokok. Kalau begitu berarti pemerintah juga harus mendengarkan suara rakyatnya ini ya. Jadi, yuk kampanyekan terus #rokokharusmahal agar anak-anak kita bisa segera jauh dari bahaya rokok.

Artikel ini diikutkan dalam Serial Lomba Blogger #RokokHarusMahal Episode 6 yang diselenggarakan oleh KBR.id

Salam,

Reisha Humaira

One thought on “Bentengi Anak-Anak Kita dari Bahaya Rokok dengan #RokokHarusMahal

  • 26 Juli 2018 pada 10:44
    Permalink

    adik adik angkatanku, senang merokok mungkin karena harga masih terjangkau dengan menggabungkan uang jajan mereka mbak. tapi coba harganya 100.000 perbungkus, mungkin mereka akan berpikir

    Balas

Leave your comment

%d blogger menyukai ini: