Drama Panjang Hingga Akhirnya Punya e-KTP Lagi
Dari sekian banyak urusan administrasi yang saya lalui, buat saya mengurus e-KTP adalah yang prosesnya paling panjang dan bikin kesal, huhu. Miris aja rasanya, dokumen yang paling penting malah yang paling ribet ngurusnya.
Cerita ini dimulai dari 5 tahun yang lalu.
Daftar Isi Tulisan Ini
Maret 2014, e-KTP Lama Ditarik
Sebelum menikah, sebenarnya saya sudah punya e-KTP. Waktu itu NIK saya masih masuk KK orang tua, domisili di Kab. Agam. Saya pegang e-KTP itu cuma beberapa minggu sebelum menikah.
Lalu saya menikah dan mengurus KK baru. Saya pindah alamat KTP ke Kota Padang. Waktu itu e-KTP saya ditarik, mungkin karena saya ganti KK. Setelah KK saya selesai, saya dan suami dikasih KTP yang dari kertas itu. Saat itu sih saya ga ambil pusing kok dulu ga dikasih e-KTP baru. Toh KTP sementara itu pun cukup dan berlaku hingga tahun 2019.
Baca juga: Mengurus Kartu Keluarga (KK) Baru

Oia walaupun KTP saya beralamat Kota Padang, sejauh ini kami selalu merantau, dari Balikpapan lalu ke Bandung. Kami bertahan dengan KTP Padang dan enggan mengurus pindah kota karena males dengan keribetan administrasi. Kami pun belum fix menetap di mana. Kalau tiap pindah merantau selalu urus pindah KTP, duh repot banget.
September 2016, Sudah Harus Punya e-KTP?
Tahun 2016, bahasan e-KTP mulai ramai lagi. Kalau ga salah karena waktu itu ada berita bahwa batas waktu perekaman data e-KTP adalah di akhir September 2016. Kami pun berpikir bahwa kami harus mengurus e-KTP sebelum batas waktu yang ditentukan itu.
Buat kami yang merantau tapi KTP masih beralamat di kampung halaman ini, tentunya waktu untuk mengurus beginian cuma ada saat mudik. Mudik bulan Juli tahun 2016 kami sempatkan mampir ke kantor kecamatan untuk meminta mencetak e-KTP. Dan ternyata saat itu belum bisa diproses, bisanya bulan September. Saat itu blangko kosong, sistemnya belum jalan, atau apalah masalahnya. Katanya mending urus September nanti aja karena selama proses, KTP yang lama ditahan. Ga mungkin donk ya beberapa bulan ga punya KTP.
Fyuh. Ga mungkin juga kami mudik lagi bulan September itu buat ngurusin e-KTP doank. Ya sudahlah, biarin aja deh. Setelahnya kami ga mikirin e-KTP lagi.
Februari 2018, Disdukcapil Padang Ga Bisa Kasih Kepastian
Februari 2018, kami mudik lagi. Dengar-dengar urus e-KTP dilakukan di Disdukcapil. Owkeh. Kami pun mampir ke Disdukcapil Padang pagi-pagi. Kami ke loket menanyakan gimana caranya cetak e-KTP. Lalu petugasnya yang masih muda-muda kayak anak magang itu bilang saat itu ga bisa karena blangko kosong. Kami malah diberi surat rekomendasi untuk pembuatan Surat Keterangan Perekaman (Suket), trus disuruh lagi datang siangnya untuk pembuatan Suket itu. Lalu saya tanya:
Saya: Kalau dibuatkan Suket, apakah KTP lama saya ditarik?
Petugas: Iya. Suket itu pengganti e-KTP.
Saya: Setelah dapat Suket, berapa lama prosesnya sampai e-KTP saya jadi?
Petugas: Tidak bisa dipastikan, nanti tunggu saja dikabari atau tanya ke kecamatan.
Rada kesel pas denger jawaban ga bisa dipastikan itu karena dia jawabnya dengan senyum-senyum seolah mau bilang “ya situ tungguin aja lah mpe kelar entah kapan”.

Saya dan suami memutuskan untuk tidak melanjutkan urusan Suket itu karena:
- Ga bisa urus saat itu juga, malas amat kudu balik lagi.
- Rempong amat bawa-bawa Suket yang selembar A4 itu ke mana-mana, mending saya bawa KTP yang kertas itu lah.
Bye bye lagi urusan e-KTP.
Maret 2018, Di-PHP-in Disdukcapil Bandung
H-2 saya dapat info di Facebook bahwa di ITB bakal ada acara seminar nasional sekaligus pembuatan e-KTP cepat pada tanggal 26 Februari 2018. Info yang awalnya minta disebar (mungkin karena baru sedikit yang tahu) malah jadi viral di kalangan warga Bandung. Ya pasti cepat nyebar lah karena banyak yang minat. Apalagi katanya juga bisa untuk yang KTP-nya luar Kota Bandung.

Saking banyaknya peminat, dalam beberapa jam aja infonya berubah-ubah. Ada yang bilang itu diutamakan untuk civitas akademika ITB saja, ada yang bilang harus daftar dulu, dll. Lalu muncullah update poster jadi seperti ini.

Sungguh saya pengen banget coba ikutan. Tapi saya ragu juga sih untuk ikut, karena untuk kasus saya yang punyanya KTP kertas, syaratnya harus bawa Suket, sementara saya ga punya Suket. Ga mungkin juga minta urusin Suket secepat itu di Padang. Saya juga belum daftar.
Paginya, teman saya, Karin, mengabarkan kalau panitianya terima-terima aja kok yang on the spot, ga mesti daftar dulu, dan ga mesti bawa Suket. Datang dulu aja katanya. Wow!
Mencoba Peruntungan ke ITB
Saya dan suami yang tadinya udah pasrah ga nyoba, jadi semangat buat ke ITB. Di dekat Aula Timur sudah berjejer beberapa mobil Mepeling Disdukcapil Bandung. Rupanya mobil-mobil ini khusus untuk KTP Bandung, sementara yang luar Bandung ada petugas lain di belakang Aula Timur.

Kami mendatangi petugas yang dimaksud. Serasa ga ada SOP yang jelas, jadi kami mesti cerita dan nanya ke beberapa orang berbeda hingga akhirnya diarahkan untuk mengisi data dan memfotokopi beberapa berkas.
So far so good, permohonan kami diterima dan diproses. Kami disuruh antre, lalu dipanggil ke dalam Aula Timur. Di sana ada beberapa meja petugas dengan komputer. Kami dipanggil satu per satu. Di komputer itu data saya dicek langsung ke database kependudukan.

Ternyata data saya masih ganda donk, wew. Data KTP lama saya (Kab. Agam) itu masih ada, data KTP baru (Kota Padang) juga ada. NIK-nya sama. Lalu setelah memastikan data yang baru (sekalian saya update golongan darah), data lama itu pun dihapus oleh petugasnya. Kalau data suami sih ga ada masalah karena sebelum dan setelah nikah alamatnya masih sama, beda status perkawinan aja.
Urusan kami selesai, katanya tunggu aja sekitar 2 minggu, nanti bakal dikabari. Di meja petugas ada dipajang 2 nomor HP, langsung saya foto untuk jaga-jaga.
Mana e-KTP Saya?
Kami bersabar menunggu kabar nasib e-KTP kami. Di grup WhatsApp sudah ada yang cerita kalau e-KTP-nya sudah jadi. Yang KTP Bandung diambil di kecamatan masing-masing katanya.
Lalu suatu hari suami dapat SMS dan WhatsApp yang isinya begini:
INFO DISDUK : Pengambilan KTP Elektronik hsl perekaman di ITB, bertempat di Disdukcapil Jl. Ambon No. 1B, pd hari Sabtu, 24 maret 2018 :
1. Jam 09-11 (utk Bandung Raya)
2. Jam 11-12 (utk jabar + jabodetabek)
3. Jam 12-14 (luar jabar).
Trima kasih
Berharap besar cerita e-KTP saya bakal happy ending di sini, tapi kenyataan berkata lain. Sesuai instruksi, saya pergi ke Disdukcapil Bandung untuk mengambil e-KTP. Sesampainya di sana, e-KTP saya ataupun suami TIDAK ADA. Yang dari provinsi Sumatra Barat pun tidak ada.
Saya tanya petugas, ga ada yang bisa ngasih jawaban. Saya malah ditanya balik dapat SMS dari mana, barangkali forward-an. Di HP saya memang forward-an, dari HP suami. Suami saya dapat SMS dan pesan WhatsApp sampai 3 biji, nomor HP-nya pun beda-beda. Asumsi saya bukan pesan nyasar lah ya.
Akhirnya saya disuruh menulis data saya, tunggu dihubungi katanya. Ditunggu berhari-hari ga ada juga kabarnya, errr.
Lalu suatu hari Karin ngabarin kalau dia malah ga dapat SMS pemberitahuan sama sekali. Trus dia coba datang ke kecamatan (karena KTP-nya Bandung), eh ternyata udah ada. Jadi katanya coba lagi aja tanyain. Baiklah, mari kita coba lagi.
Suatu siang dengan cuaca agak gerimis, saya kembali datang ke Disdukcapil Bandung. Saya coba ke loket pengambilan, disuruh nanya ke satpam karena e-KTP yang di ITB itu semua disimpan sama satpam. e-KTP itu diikat berdasarkan provinsi, dan provinsi Sumatra Barat tetap ga ada. e-KTP kami ga ada. KZL.
Saya mesti tanya siapa lagi donk buat mastiin nasib e-KTP saya? Satpam cuma bisa bilang kontak nomor yang kirim SMS/WhatsApp itu aja. Fyuuuh.
Apes dan Sia-Sia
Akhirnya saya coba telepon ketiga nomor yang kirim SMS/WhatsApp itu. Dari 3 nomor, cuma 1 yang mengangkat. Saya tanya perihal e-KTP, dia bilang ga tahu karena dia cuma disuruh mengirim pemberitahuan. Saya disuruh nanya ke panitia aja. Saya tanya nomor panitianya, dia juga ga tahu. Errr.
Masih ingat ada 2 nomor HP petugas di ITB yang saya foto? Saya coba hubungi 2 nomor itu, dan tidak ada satupun yang mengangkat. Errr kuadrat.
Saya ubek-ubek lagi poster acaranya, kan ada nomor CP tuh di sana. Saya coba telepon akhirnya ada yang angkat. Dari panitia ini saya dapat info bahwa:
- Panitia menerima e-KTP dari Disdukcapil Pusat, lalu yang KTP luar Bandung semuanya diserahkan ke Disdukcapil Bandung.
- Seingat dia, ada 900-an orang KTP luar Bandung yang ikutan di ITB, tapi e-KTP yang dicetak cuma ada 600-an. Dia juga ga tahu sisanya entah keselip di mana atau memang belum dicetak.
Dia ga bisa bantu lebih banyak karena urusan panitianya cuma sebatas itu. Errr pangkat tiga.
Lalu saya coba tanya ke panitia yang lain. Kali ini bukan errr pangkat empat, tapi asa pengen lempar meja atau mecahin kaca, aaargghh.
Katanya begini: Untuk beberapa yang ga kecetak e-KTP-nya itu harus balik lagi ke kecamatan. Kemungkinan data ganda, jadi Dukcapil Kemendagri di Jakarta ga bisa dobel cetak. Harus dibenerin dulu NIK-nya di kecamatan.
KESAL NGGA SIIIIHHHH??
Data saya waktu itu memang ganda, tapi kan waktu itu sudah dihapus? Jadi yang dihapus waktu itu apa??? Data saya ganda, salah siapa??? Lalu kenapa suami saya bisa dapat SMS/WhatsApp??? Kalau memang ga bisa cetak mbok ya ga usah PHP-in orang dengan kasih tahu e-KTP sudah bisa diambil.
Tahu gini mending dulu saya ga usah ikutan di ITB. Sia-sia aja semua.
November 2018, The Power of Orang Dalam
Dengan kekesalan dari pengalaman seperti itu, gimana coba rasanya pas tahu ada yang urus KK baru trus e-KTP-nya langsung jadi karena dibantu orang dalam? KESAL JUGA LAAAAH.
Lalu tiba waktunya di mana saya pengen bikin paspor Akas. Untuk paspor anak, syaratnya harus ada e-KTP kedua orang tua. Saya jadi harus beresin e-KTP saya donk, fyuuh. Sudah lelah, kali ini saya minta bantuan orang dalam juga deh.
Minta bantuan orang dalam pun bukan berarti lancar jaya ternyata. Dipingpong juga donk.
Awalnya nanya ke orang Disdukcapil, dibilang kalau tinggal cetak aja urusannya ke kecamatan. Nanya ke kecamatan, katanya ga bisa saat itu karena blangko kosong. Eleuh eleuh, dari zaman baheula eta blangko kosong mulu. Ditilik lebih lanjut, rupanya begini kondisinya versi orang kecamatan:
- Blangko e-KTP itu sebenarnya ada, tapi jumlahnya terbatas. Oleh karena itu blangko itu diprioritaskan untuk yang baru pertama kali bikin e-KTP, alias untuk dedek-dedek sweet seventeen tea.
- Untuk yang bukan prioritas, baru bisa cetak e-KTP saat ada blangko baru datang, katanya bakal datang bulan Desember. Jadi tunggu aja, nanti langsung dikabari saat blangko itu tiba.
- Saya bilang kalau saya butuh e-KTP untuk urus paspor anak. Katanya bikin Suket dulu aja, Suket berlaku juga untuk urus paspor. Suket ini bisa dibuat di Disdukcapil. Ah elah.
- Suket cuma berlaku selama 6 bulan. Kalau sudah kedaluwarsa dan e-KTP kita masih belum bisa dicetak, ya bikin Suket lagi. Hadeeeh, kebayang ga sih rempongnya. Udahlah suratnya kertas doank dan ukuran A4, cuma 6 bulan pula umurnya, dan setelah 6 bulan ga ada jaminan e-KTP kita yang duluan dicetak. Nanti bisa-bisa episode drama e-KTP saya nambah lagi, errr.
Akhirnya kami disaranin ke Disdukcapil aja, kali-kali yang di sana bisa “bantu”. Balik lagi ke Disdukcapil, katanya blangko itu udah ada tapi belum diantar/diambil pihak kecamatan. Hadeeeh. Trus entah gimana ceritanya, akhirnya orangnya minta KTP lama saya dan fotokopi KK, tunggu dikabari aja katanya.
Dua hari kemudian, akhirnya e-KTP saya selesai. Fyuuuuh.
Guess what, data golongan darah yang dulu di-input di ITB, di e-KTP saya ini masih strip (-). Berarti ga guna juga dulu update data di ITB itu. Sungguh suatu kesia-siaan yang hakiki.
Bittersweet sih sebenarnya. Di satu sisi saya senang karena e-KTP saya akhirnya jadi juga, alhamdulillah. Tapi di sisi lain jadi ga enak karena selesainya bukan dari jalur normal, huhu. Maafkan saya.
—
Sekian cerita panjang soal e-KTP saya. Gile setelah hampir 5 tahun baru selesai urusan ini.
Buat yang merasa urusan e-KTP-nya cepat dan mudah, banyak-banyaklah bersyukur. Jangan berpikir mungkin sayanya aja yang apes. Nope nope. Saya tahu beberapa orang di luar sana yang repot juga ngurusin e-KTP ini. Yang dipingpong lah, yang jadi punya NIK ganda lah, dll.
Saya tahu ada beberapa daerah yang sudah menerapkan sistem kependudukan dengan baik dan mudah, sangat melayani warganya. Harusnya sih begitu semua ya di seluruh Indonesia, sayangnya sistem seperti ini ga pernah berbarengan berjalan baik di semua tempat. Namanya juga masih berkembang. Semoga saja sistem terkait e-KTP ini terus diperbaiki sehingga lebih baik lagi.
Saya pernah nemu komik ini di Instagram dan seketika ngakak.
View this post on Instagram
Salam,

Akas mau kemana bikin passport? :3 #salfok
kepo yaaa, wkwk
ahahaha iyaaa
jadi deg-deg an mau ngurus e-KTP pas mudik. Semoga sekarang bener2 bisa lebih cepat karena mau pemiu hehehe.
Udah jadi diurus belum bu e-KTP-nya? hihi..
ya ampuuunnn mbaaa… megap-megap saya bacanya, kesal banget.
Lah kok di akhir tulisan saya ngakak so hard banget hahahaha
Saya nyerah deh kalau berurusan dengan birokrasi seperti itu.
Bersyukur banget saya sejak tahun 2007 udah pindah ke Surabaya, pakai alamat ibu kos saya.
Gak pakai drama, saya malas banget jadi pimpong, jadi ke pak RT, kasih amplop, sudah deh hahaha (nyogok tapi bangga, hiks).
2 tahun kemudian saya menikah, yang urus suami semua, saya sungguh malas berantem di kantor pemerintahan karena saya gak tahan di pimpong, jadi amannya mending saya suruh duit aja yang ngurusin hahaha..
gaya banget, padahal kere tapi demi kemaslahatan hati, jiwa dan raga mending saya relakan duit buat urus gituan
Alhamdulillah juga, eKTP saya ambil di awal-awal, jadi masih kebagian blanko.
Hanya saja , KTP saya expired di 2017, oleh pemerintah katanya gapapa ga usah diganti, tapi ribet juga buat urus2, kayak kemaren kirim verifikasi di Google di tolak mulu hiks.
haha, bacanya aja kesal, apalagi kalo ngalamin ya mbak, wkwk. semoga ke depannya bisa lebih baik ya. perlu nyontoh imigrasi tuh mereka, ngurus paspor aja ga pake lama.
Halo mba, saya punya pengalama sama nih nik ganda tapi bedanya nik saya bener2 beda dan beda alamat. Awal cerita saya kan dari Tegal merantau ke jakarta. Saya udaa punya ektp tapi ektp saya hilanh waatu kecopetan di busway tahun 2015. Kemudian, saya pulang ke rumah karna saya juga baru keluar dr tempat kerja saya. Nah karan ngurus ektp dipikiran saya itu ribet. Jadinya pas pulang saya urus ktp yang manual. Bodohnya saya itu nik beda sama nik yang lama. Terus saya balik lagi ke jakarta karna diterima kerja ditempat baru dan karna buru2 saya menggunakan ktp manual yang nik baru itu. Jadi semua data saya dikantor baru pake nik baru, semua npwp, bpjs, asuransi rek dll pake nik baru tahun 2016. Nah karna ktp manual udah mau abis 2020. Saya juga mau bikin passport akhirnya saya coba urus ektp. Daa ternyata nik ganda. Saya minta nik lama yang dihapus karna semua data saya sudah pake nik baru. Tapi disdukcapil bilang tidak bisa dengan alasan blbalabalabala.. saya dioper2 ke kecamatan, kelurahan ke capil. Padahal jarak dari kecamatabn ke capil tempat saya itu 1 jam naik motor dan saya harus bilak balik.. sampe cutu saya 2 hari sia2 karna ga dapet apa2. Sampe skraag juga belom jelas karna katanya harus ganti kk dulu tapi kk pun belom dilayani daa dipersulit. Kecewa banget sama birokrasi dalaa negeri yang melayani rakyatnya dengan tidaa sepenuh hati tapi kita dituntut bayar pajak setiap tahunnya. Yang mau saya tanyakan..gimana dapet oraag dalamnya mba? saya udaa capek wkwkwkww.
Halo mba, maaf banget baru balas. Walah, ribet juga ya mba masalahnya, padahal kesalahan awalnya dari yang bikinin KTP juga ya, kok dibikinin NIK baru.
Kalau saya kebetulan ada tetangga yang banyak kenal dengan orang kecamatan atau disdukcapil mba, mungkin dulu pernah kerja di sana. Coba dicari kira2 ada orang sekitar mba yang kenal dengan orang dalam ngga. Kalau ada ntar minta dihubungkan sama mereka, hehe. Opsi lain mungkin pake calo, hihi.
Mba gimana masalah ektpnya uda kelar belom? Saya juga punya masalah yg sama, uda bertahun tahun, sampau stress berat nggak juga ada solusi dari mereka