Wisata Jabar: Hiking Ke Penangkaran Rusa di Tahura Djuanda
Minggu, 24 September 2017
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Tahura Ir. H. Djuanda atau sering disingkat THR Djuanda) sudah masuk ke dalam list tempat yang ingin saya kunjungi di Bandung. Duluuu banget saya sudah pernah ke Curug Omas Maribaya, dan waktu itu saya kira di Tahura Djuanda itu cuma ada hutan dan air terjun.
Lalu saya lihat foto prewedding teman bersama rusa-rusa. Dari komentar foto saya ketahui kalau lokasi fotonya itu di Tahura Djuanda. Wah saya baru tahu ternyata di sana juga ada penangkaran rusa. Menarik juga nih bisa lihat penangkaran hewan lagi. Kami terakhir ke penangkaran itu saat masih di Balikpapan.
Baca juga: Wisata Kaltim: Melihat Ratusan Buaya di Penangkaran Buaya Teritip
Kebetulan juga udah lama ga lihat pemandangan ijo-ijo, jadi suami juga semangat untuk ke sana. Akas juga dibawa tentunya. Coba deh ajak bocah ini hiking di hutan, hoho. Rencananya berangkat pagi, nyatanya agak siang juga, haha. Tapi ga apa-apa sih. Sampai di gerbang masuk, ternyata banyak juga kendaraan yang sudah parkir di sana. Setelah dapat tempat parkir dan bayar tiket masuk, kami pun memulai perjalanan ke dalam.
Daftar Isi Tulisan Ini
Hiking Menuju Goa Belanda
Begitu masuk, segarnya hutan sudah terasa. Kami berjalan mengikuti ke arah mana orang berjalan hingga menemukan peta Tahura Djuanda dan papan petunjuk. Ternyata luas banget ya dan banyak sekali yang bisa dilihat. Penangkaran rusa yang kami tuju tertulis berjarak 2.8 km dari papan petunjuk yang pertama kali kami temukan. Wah jadi semangat deh karena 2.8 km rasanya ga jauh-jauh amat lah ya. Jalan santai 1 jam juga udah sampai kayaknya.
Jalan kaki di Tahura Djuanda terbilang nyaman karena sudah ada track-nya. Di awal-awal malah ada jalan yang beraspal dan kondisinya masih bagus.
Tak lama kemudian kami bertemu beberapa tukang ojek. Hoah, baru tahu ternyata di dalam hutan gini ada tukang ojek. Mereka menawarkan jasa ojeknya, dan bilang kalau penangkaran rusa itu jauh sekali, masih 5 km lagi. Weleh, tentu kami lebih percaya papan petunjuk resmi yang ada. Paling itu akal-akalan tukang ojek aja kan supaya orang mau pakai ojek. Lagian pasti mereka pasang tarif mahal banget kan, bukan ojek online soalnya, hihi.
Kami terus berjalan, menghirup udara segar, menyegarkan mata dengan hijaunya pepohonan, sambil sesekali berfoto tentunya, hehe.
Makin ke dalam, kondisi jalan beraspal tadi makin jelek, tapi trotoarnya masih oke. Di beberapa titik juga ada yang jualan makanan. Oh sungguh Indonesia sekali, di hutan ada ojek, lalu penjual makanan.
Kami baru ngeh belakangan kalau rute ke penangkaran rusa itu melewati Goa Belanda. Sebelum Goa Belanda juga ada toilet, tapi kondisinya ya gitu deh. Kami mampir dulu ke toilet, terutama ajak Akas pipis sih. Mengajak Akas hiking saat itu termasuk suatu kenekatan karena Akas baru awal-awal beres toilet training, dan kami membawanya ke hutan yang pasti minim toilet, tanpa pakai diaper. Diaper cuma saya simpan di tas untuk jaga-jaga.
Baca juga: Cerita Toilet Training Akas (2): Proses dan Lesson Learned
Di Goa Belanda, kami cuma lewat, ga berani masuk. Saya males masuk sih, terakhir masuk Lubang Jepang di Bukittinggi rasanya saya agak susah bernapas dengan normal. Lagian bawa anak kecil, agak-agak gimana gitu ya.
Hiking ke Penangkaran Rusa
Kami meneruskan perjalanan. Dari Goa Belanda kondisi track-nya udah makin jelek, ga semulus tadi lagi. Dan makin jarang ketemu orang, sampai kami sempat beberapa kali mikir “jangan-jangan kita nyasar”.
Tapi pemandangan makin oke sih, kita bisa lihat perbukitan. Lalu begitu ketemu orang lagi kami yakin bahwa kami tidak tersasar, haha.
Akas mulai cape dan rewel. Wajar sih. Saat itu harusnya sudah jam tidurnya, dan dia sudah berjalan terus tadi sejak awal. Anak umur 2 tahun 3 bulan kuat jalan sejauh itu aja sungguh sebuah prestasi. Akhirnya kami gantian deh gendong Akas.
Sesekali kami masih bertemu tukang ojek yang menawarkan jasa, tapi kami kekeuh mau lanjut jalan aja, mestinya udah ga jauh lagi kan. Tapi kok ya rasanya udah lama banget jalan dan masih belum sampai juga, hoaa. Tambah lagi sambil gendong Akas dan rutenya beberapa kali menanjak. Lelah hayati.
Akhirnya ketemu lagi dengan petunjuk arah, penangkaran rusa masih 400 meter lagi. Fyuuuh. Dari sini kita terus berjalan dan nanti akan ketemu sungai, menyeberangi jembatan mengitari bendungan milik PDAM Kota Bandung.
Jalan sedikit lagi dan ketemu tanjakan lagi, akhirnya sampai juga di penangkaran rusa, alhamdulillah, horeee. Gila cape banget jalan jauh sambil gendong anak. Di sini kami mulai mempertanyakan, apa iya jarak tadi cuma 2.8 km. Kami cek di app Health di HP, tertera bahwa walking and running distance kami hari itu sudah 6.4 km. Jadi, apakah tukang ojek (yang tadi bilang masih 5 km lagi ke penangkaran rusa) itu berkata jujur? Entah mana yang benar, yang jelas gempooor.
Penangkaran rusa ini terletak di kaki bukit dan dipagari. Di dekat pagar ada semacam rumah panggung, kami naik ke sana untuk duduk-duduk melepas penat. Kami melihat rusa-rusa dari atas sana. Daaan, akhirnya bisa dengar suara rusa! Selama ini rasanya lihat rusa di kebun binatang ga pernah dengar suaranya, hihi.
Kita bisa kasih makan rusa-rusa itu. Di sana ada yang jual wortel untuk diberikan kepada rusa. Kami yang masih kecapean memilih istirahat dulu aja.
Lalu tiba-tiba hujan turun, huhu. Dari tadi memang cuaca berawan. Batal deh ngasih makan rusa. Kami terus menunggu sampai hujan reda. Saat hujan mulai reda, kami sempat melihat petugas memberi makan rusa-rusa itu. Makin ga mungkin lagi ngasih makan rusa karena mereka udah dapat banyak makanan kan, heuheu.
Akhirnya Balik dengan Ojek
Kami keburu lapar dan memutuskan untuk segera kembali. Gerimis masih turun sesekali.
Dari pengalaman hiking ke penangkaran rusa tadi, kami memutuskan untuk kembali pakai ojek saja, eaaa. Udah lemes euy, ditambah dengan cuaca yang tak bersahabat, ga mungkin rasanya nyuruh Akas jalan, dan kami udah ga kuat lagi gendong dia. Itupun untuk sampai ketemu ojek juga kami mesti jalan dulu.
Saya yang tadinya rada ga nyaman melihat ada ojek di hutan, seketika menjadi bersyukur sekali, wkwk. Tarif ojeknya memang mayan mahal, lupa berapa, puluhan ribu pokoknya. Tapi buat yang ga ada pilihan lain ya dijabanin aja, heuheu.
Di perjalanan dengan ojek, kami melewati Goa Belanda lagi. Dan saya baru nyadar kalau Goa Belanda itu menembus bukit. Kirain buntu aja di dalamnya. Jadi Goa Belanda ini bisa memperpendek jalur ke penangkaran rusa. Tadi karena kami ga masuk goa, kami harus mengitari sisi bukit sehingga jaraknya jadi lebih jauh. Di sanalah saat kami tadi wondering apakah kami tersasar, ga ketemu orang. Mungkin orang lain sudah tahu dan memilih shortcut lewat goa. Argh. Tapi ya udah sih ga apa-apa, saya tetap ngeri bawa anak kecil masuk goa, hehe #menghiburdiri.
Ojek ga bisa antar sampai pintu keluar, jadi cuma sampai tempat saat kami pertama kali ketemu ojek tadi. Semacam pangkalannya kali ya karena di sana ada beberapa motor yang parkir. Dari sana kami jalan lagi dan akhirnya sampai juga di luar. Kami segera menuju restoran karena kami sudah sangat lapar.
Demikian pengalaman kami ke Tahura Djuanda. Apresiasi terbesar kami berikan kepada Akas karena bisa ikut hiking tanpa drama, hehe.
—
Berikut beberapa catatan saya dari pengalaman ke Tahura Djuanda.
- Di Tahura Djuanda banyak sekali tersedia pilihan tempat wisata, mulai dari Museum Ir. H. Djuanda, taman bermain, Goa Jepang, Goa Belanda, penangkaran rusa, beberapa curug, hingga Tebing Keraton. Pintu masuknya juga ada beberapa. Sebelum ke sana ada baiknya cari info dulu dan putuskan mau ke mana aja.
- Jika memang ingin hiking apalagi jarak jauh, gunakan sepatu yang nyaman. Tapi kalau mau naik ojek aja sih bebas deh, hehe.
- Di dalam Tahura Djuanda banyak yang jual makanan, jadi kalau ga bawa bekal pun ga masalah.
- Sebaiknya ke Tahura Djuanda saat cuaca cerah. Gerimis atau hujan mengganggu perjalanan, sebagian track jadi becek dan licin soalnya.
- Kalau mau memperpendek rute ke penangkaran rusa, masuk Goa Belanda aja, nanti bisa keluar di ujung satunya lagi. Jadi ga perlu memutari bukit lagi yang mana rutenya juga lebih jauh.
- Rusa ternyata tergolong satwa yang dilindungi karena rentan terhadap kepunahan. Tubuh rusa ternyata banyak manfaatnya, wajar sering diburu ya. Tanduknya dipercaya dapat menjaga kesehatan tulang manusia. Di beberapa negara, daging rusa digemari karena kandungan gizinya yang baik. Kulitnya juga digunakan untuk produk seni dan fashion.
Yang pernah ke Tahura Djuanda, ke mananya lagi ya yang recommended?
Salam,
Hai Reisha, seneng banget baca tulisan ini. Saya terakhir kali ke Tahura itu tahun 1994 waktu acara sekolah SMP. Setelah itu, nggak nafsu ke sana lagi karena jalannya belum oke. Foto-foto Reisha ini nunjukin bahwa jalan di dalam Tahura sudah jauh lebih baik daripada 20 tahun yang lalu.
Oh ya, saya mau tanya. Dulu saya ke pintu masuk Tahura ini harus pakai mobil lho. Atau nyarter mobil khusus, saking terpencilnya. Apakah sekarang sudah dilewati angkot? Pakai angkot apa?
Halo mbak Vicky. Wah 20 tahun yang lalu, pasti waktu itu masih seger banget ya dan sungainya pun masih bersih. Kalau sekarang di sungainya udah kotor, sedih.
Sekarang pintu masuk Tahura udah ga terpencil lagi mbak, katanya bisa pakai angkot Ciroyom–Ciburial atau Dago-Caringin, tapi ga turun di gerbangnya banget sih. Turun di pertigaan, nanti mesti jalan dikit lagi, atau bisa juga naik ojek.