Zona 7 Live 9: Peran Lingkungan dan Perlindungan dari Kejahatan Seksual
Penanganan kekerasan seksual memerlukan sinergi antara keluarga, masyarakat, dan negara. Lingkungan berperan besar untuk melindungi anak dari kekerasan seksual.
Perlindungan dari Kejahatan Seksual
Upaya untuk melindungi dari kejahatan seksual:
- Upaya preventif, yakni upaya untuk mencegah munculnya kejahatan seksual.
- Upaya represif, yakni berupa sanksi pidana yang diatur oleh negara.
Peran individu dan keluarga dalam upaya preventif:
- Orang tua harus peka jika melihat sinyal yang tidak biasa dari anak.
- Setiap anggota keluarga sebaiknya memiliki kelekatan emosional yang baik.
- Keluarga dapat menciptakan pola komunikaasi yang efektif, terbuka, langsung, terarah, dan kongruen.
- Orang tua harus paham tentang dampak kekerasan seksual.
- Orang tua harus mengubah mindset tabu membicarakan perilaku seksual kepada anak.
- Nilai-nilai spiritualitsa harus ditanamkan dengan kuat dalam keluarga.
- Orang tua memberikan pendidikan seksualitas kepada anak sejak dini.
Peran negara dalam upaya represif:
- Menjamin peraturan yang mampu melindungi dari kekerasan seksual.
- Memberi sanksi pidana bagi para pelaku yang telah diatur dalam KUHP dan UU.
- Membentuk badan-badan pemerhati anak, seperi KPAI, Komnas Pelindungan Anak, dll.
- Pemulihan bagi korban, mencakup aspek yuridis, psikologis, dan medis.
Peran masyarakat:
- Mengajarkan anak untuk mengenali, menolak, dan melaporkan potensi ancaman kekerasan seksual.
- Membentuk komunitas yang peduli pada berbagai permasalahan masyarakat.
- Pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab masyarakat.
- Penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral dan agama.
Anak-anak rentan jadi korban kekerasan seksual, terutama anak usia kurang dari 5 tahun, karena tingkat ketergantungan mereka yang tinggi sementara kemampuan melindungi diri terbatas. Sementara trauma padda korban kekerasan seksual bisa terasa seumur hidup.
Sesi Tanya Jawab
Ada beberapa pertanyaan yang dibahas di sesi tanya jawab.
Q: Pada kasus orang dewasa yang melakukan hubungan seksual atas dasar suka sama suka, lalu kemudian yang laki-laki tiba-tiba kabur, yang perempuan trauma, apakah ini bisa dikatakan sebagai tindakan kekerasan seksual?
A: Yang mereka lakukan adalah kesalahan, yang trauma perlu didampingi. Karena itulah pendidikan seksualitas penting sejak dini, supaya ketika dewasa nanti, anak sudah paham apa bahaya dan risiko dari hubungan seksual yang tidak pada tempatnya.
Q: Bagaimana menyikapi victim blaming terhadap korban kekerasan seksual, seolah-olah korban dibungkam oleh stereotype bahwa mereka itu “aib” dan “mengundang”? Karena ini yang membuat korban enggan speak up dan malapor ke ranah hukum.
A: Peran orang tua diperlukan, pahami kondisi anak, terutama jika ada tanda yang tidak biasa. Lalu lakukan pendekatan psikologis, supaya bisa digali masalahnya apa. Masyarakat perlu diedukasi supaya tidak langsung men-judge korban kekerasan seksual.
Q: Apakah represi dari pemerintah memang bisa diandalkan? Adakah contoh penerapan di mana regulasinya berjalan efektif?
A: Negara sudah memfasilitasi berupa undang-undang dan badan-badan pendampingan. Penerapannya juga tergantung bagaimana korban, keluarga, dan masyarakat menindaklanjuti kasus tersebut.
Salam,