Persiapan Pernikahan E♡R: Konsumsi, Masak Basamo vs. Katering
“Laksanakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.” (HR. Al-Bukhari, Kitab an-Nikah, 16/154, no. 4769)
Konsumsi alias sajian makanan yang dihidangkan kepada para tamu adalah salah satu unsur penting dalam resepsi pernikahan atau walimah. Di Indonesia, biasanya hal inilah yang jadi komponen paling besar dalam biaya pernikahan. Ada yang bilang biaya konsumsi tersebut bisa mencapai setengah dari total biaya pernikahan. Jadi kalau mau menghemat biaya pernikahan, cobalah tekan biaya konsumsi, hehe.
Konsumsi pernikahan bisa disediakan melalui dua cara: memasak atau memakai katering. Keduanya tentu punya kelebihan dan kekurangan. Kalau masak, biayanya bisa lebih murah, tapi kitanya jadi repot banget. Kalau katering, kita tinggal terima jadi, tapi biayanya lebih mahal. Acara di rumah saya dan rumah Evan kebetulan menggunakan dua cara yang berbeda ini.
Konsumsi Acara di Baso
Di daerah saya yang memang bukan kota, mayoritas orang-orang masih mengandalkan memasak untuk menyediakan makanan untuk berbagai acara syukuran, termasuk pernikahan. Yang masak bukan hanya keluarga yang mengadakan acara, tapi turut dibantu oleh para tetangga.
Untuk acara di rumah saya, urusan konsumsi full saya serahkan ke keluarga, saya ga mikirin sama sekali, hihi. Dari awal emang bakal masak, ga pernah berencana pakai katering. Lagian menurut keluarga saya makanan katering itu kurang pas di lidah. Untuk masak, mama saya bayar minta bantuan khusus pada sejumlah ibu-ibu untuk menangani menu utama. Ada juga istri dari mamak saya serta adiknya yang jago masak turut membantu menyediakan menu lainnya. Soal rasa makanan, keluarga saya sudah percaya dan sesuai dengan rasa masakan mereka.
Karena masak sendiri, bahan dan alat-alat mesti disediakan sendiri juga. Untuk bahan, kebetulan ada Pasar Baso yang ga jauh dari rumah dan mama saya udah punya langganan untuk beli berbagai bahan masakan. Untuk alat, yakni alat masak serta alat makan, selain pakai punya sendiri juga pinjam dari tetangga atau sewa ke pihak pelaminan. Trus perlu cari tenaga juga untuk cuci piring.
Kegiatan memasak ini mesti dimulai beberapa hari sebelum hari H, apalagi acara di rumah saya ada 3 hari, dan untuk ketiga hari tersebut mesti ada makanan yang dihidangkan. Masak dilakukan di dapur rumah saya serta rumah Ibuk. Ada yang pakai kompor gas, dan ada juga yang pake tungku kayu bakar, hoho. Di hari H, kegiatan memasak ini tetap berjalan. Tamu terus datang, yang di dapur juga terus masak.
Dari pengalaman dengan masak ini, repot memang, tapi di situ juga kerasa gotong royong dan kekeluargaannya. Saya ga tau berapa total biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi, soalnya mama saya ga nyatet detail pengeluarannya berapa, jadi saya ga tau juga seberapa hemat dibanding katering, hehe.
Trus waktu itu kayaknya kurang prepare for the worst juga. Keluarga saya pakai jurus kira-kira aja untuk nentuin berapa banyak yang ingin dimasak. Nah kebetulan aja waktu itu makanannya ga sesuai perkiraan, hehe. Mama saya mengira tamunya yang bakal datang ga banyak-banyak amat, nyatanya banyaaak. Sore-sore pas resepsi katanya sempat makanannya habis, akhirnya nambah beli bahan lagi dan harus dimasak secepatnya. Yang kasian yang masak dan cuci piring, keesokan harinya jadi tepar. 😛
Konsumsi Acara di Padang
Untuk acara di Padang, Evan memilih memakai katering agar tidak repot. Di Padang yang memang sudah kota, udah mulai berkurang juga sih yang masak di rumah untuk acara besar seperti pernikahan. Kelebihan lain dengan menggunakan katering adalah biayanya sudah bisa dihitung dari awal, jadi mengatur anggarannya lebih mudah.
Saya ga tau juga deh ini keluarga di Padang proses nyari kateringnya gimana. Saya taunya di hari H udah ada aja makanannya, hehe. Kalau dari wedding blog kebanyakan sih, biasanya calon pengantinnya survey beberapa katering dan melakukan test food atau food tasting, alias mencoba mencicipi makanan yang disediakan katering sehingga bisa nentuin mana yang sesuai dengan lidah dan budget.
Di hari H saya ga nyobain seluruh makanannya. Pas nikahan bawaannya males makan. 😛 Tapi kalo makan sate padangnya sih nambah, hihihi. Gado-gadonya juga enak.
Seusai acara, ternyata makanannya lumayan juga sisanya, terutama nasi, huhu. Saya ga tau juga sih mestinya kalau makanan sisa, sisanya itu siapa yang ngurus. Yang jelas waktu itu sisa makanan dan peralatan ditinggal dulu sama pihak kateringnya di rumah Evan, lalu baru keesokan harinya mereka balik buat ngambil. Alhasil sisa makanan itu ada yang keburu basi lalu dibuang aja. Hal ini yang rasanya di luar perkiraan keluarga di Padang. Perkiraannya kan makanannya cukup atau at least sisa dikit aja.
Salam,