Mengenal Montessori di Rumah Bersama dr. Pinansia F. Poetri

Kembali melanjutkan cerita late post dari tahun lalu, heuheu. Kali ini tentang workshop berjudul “Montessori at Home for Kids” yang saya ikuti tanggal 22 Juli 2017.

Montessori udah ngehits banget akhir-akhir ini, apalagi di Instagram banyak ibu-ibu yang berbagi seputar aktivitas Montessori bersama anaknya di rumah. Jadi begitu dengar ada workshop ini, saya tertarik sekali untuk ikut karena jadi bisa belajar secara langsung. Sebelumnya saya malas baca buku #ups, jadi cuma tahu ada macam-macam aktivitas dengan embel-embel Montessori tapi sendirinya ga paham Montessori itu apa, wkwk.

Workshop Montessori yang ini bisa dibilang semacam pengenalan saja, karena workshop atau pelatihan Montessori beneran mah kudu ikut berhari-hari, bahkan ada sekolahnya segala buat yang mau serius mendalami Montessori. Sementara workshop ini cuma berlangsung selama beberapa jam. Jadi bisa dibayangkan kalau yang dibahas adalah kulit luarnya aja. Tapi ga apa-apa lah ya, yang penting kenal dulu.

dr. Pinan sendiri bukanlah pakar Montessori, tapi beliau sudah pernah mengikuti pelatihan intensif Montessori dan mempraktikkannya kepada anaknya, Aksara. Menurutnya, sebelum praktik, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu filosofi Montessori itu seperti apa. Karena ternyata banyak juga postingan ibu-ibu yang hits di Instagram itu tidak pas dengan filosofi Montessori.

Langsung saja ya saya rangkum catatan saya selama mengikuti workshop ini, ditambah dengan pelengkap dari sumber lain.

Filosofi Montessori

Montessori adalah sebuah metode pengajaran anak usia dini yang dicetuskan oleh dr. Maria Montessori (1870-1952). Prinsipnya: children teach themselves. Jadi dalam implementasinya, biarkan anak melakukan eksplorasi. Orang tua atau pengasuh tinggal menyiapkan lingkungan yang aman, jangan ada barang yang berbahaya di sekitar anak.

Kecerdasan anak meningkat pesat sejak usia 0 (dalam kandungan) hingga usia 5 tahun. Bisa dibagi dalam 2 fase:

  • 0-3 tahun = unconscious mind, anak menyerap semua stimulasi indranya.
  • >3 tahun = conscious mind, anak sudah punya keinginan sendiri.

Tiap anak sudah punya spiritual embryo alias potensi masing-masing, jadi tugas orang tualah untuk menemukan ketertarikan/minat anak. Usia 3 tahun adalah waktu impuls sarafnya bekerja maksimal. Kualitas neuron pada otak ditentukan oleh nutrisi, sementara impuls (koneksi neuron) yang terbentuk bergantung pada stimulus atau sensori indra. Oleh karena itu, pada golden age anak sebaiknya diberikan stimulus untuk perkembangannya.

Setiap anak akan mengalami fase sensitif di mana ia akan sangat tertarik kepada suatu hal. Jadi orang tua harus selalu mengamati anak sedang tertarik dengan apa, karena di fase sensitif itulah anak lebih cepat dan banyak menyerap apa yang diajarkan kepadanya. Karena itulah metode Montessori sebaiknya dilakukan di rumah karena orang tua lebih cepat bisa menangkap anak sedang “sensitif” terhadap apa.

Tapi sebelum menerapkan metode Montessori, sebaiknya orang tua punya bekal berikut:

  • Ubah mindset orang tua, orang tua mesti belajar dulu sebelum mengajarkan pada anak.
  • Perhatian, orang tua harus mengobservasi anak.
  • Percaya pada anak dan jangan underestimate kemampuannya.
  • Hargai prosesnya dan sabar, karena setiap proses butuh waktu.
  • Jangan labeli anak, terutama label negatik karena bisa merusak self esteem-nya.
  • Jangan banyak melarang anak, kurangi penggunaan kata “jangan” kepada anak.

Material dalam Montessori

Dalam Montessori kita menggunakan material/alat/apparatus dengan kriteria-kriteria berikut.

  • Gunakan benda asli dalam ukuran kecil. Contohnya anak pakai piring dan gelas kecil dari beling. Ini akan mengajarkan anak tanggung jawab, berhati-hati dalam melakukan sesuatu.
  • Kenalkan benda konkret dulu, baru abstrak. Jadi gunakan benda 3 dimensi dulu, baru dikombinasikan dengan gambar. Menggunakan benda asli atau 3 dimensi baik untuk muscle memory anak. Saat mengenalkan suatu benda kepada anak, jelaskan benda tersebut secara detail (bentuk, warna, rasa, dll.) jadi anak terbiasa memvisualisasikan sesuatu dengan rinci.
  • 1 material hanya untuk 1 tujuan utama. Misal saat mengenalkan warna kepada anak, maka bendanya harus sama bentuknya. Sama-sama bola, sama-sama kubus, atau yang lainnya. Sehingga anak bisa fokus kepada warna, tidak terdistraksi kalau bentuknya berbeda-beda.
  • Material ditaruh di rak terbuka, di tempat yang bisa dilihat dan dijangkau oleh anak. Tujuannya agar anak bisa memilih sendiri mau main apa. Ini terkait dengan fase sensitifnya. Kita sulit mengenal fase sensitifnya kalau anak tidak bisa dengan mudah mengambil apa yang sedang dia minati.
  • Jumlah material terutama untuk sensori adalah 10. Ini secara tidak langsung menyiapkan anak untuk berhitung.

Dalam praktiknya bagaimana?

  • Gunakan alas, bisa mat atau tray. Tujuannya agar anak tahu area kerjanya, tidak boleh keluar dari area itu.
  • Kenalkan sesuatu dari sederhana ke kompleks. Pahami konsep simpel dulu baru naik level ke konsep yang lebih rumit.
  • Biasakan untuk berkegiatan dari kiri ke kanan serta dari atas ke bawah. Ini akan menyiapkan anak untuk menulis dan membaca.
  • Saat mendemokan sesuatu, kita duduk di samping anak, di sisi tubuhnya yang dominan. Jadi bukan di hadapannya. Contohkan dulu pada anak tanpa berbicara, jangan malah beri instruksi harus begini begitu.
  • Saat giliran anak bermain, jangan banyak mengkoreksi atau menginterupsi. Biarkan anak fokus dan mengetahui sendiri kesalahannya. Boleh interupsi kalau anak merusak atau melakukan hal yang membahayakan dirinya atau orang lain.

Montessori menyentuh semua aspek pada anak, yakni practical life, sensori, language, mathematic, dan culture.

Aspek Practical Life

Practical life skill sangat penting buat anak untuk menyiapkannya menjalani kehidupan, mulai dari cara berjalan, membuka-tutup pintu, menyapu, dll. Ini berguna untuk melatih kemandirian anak, konsentrasi, fokus, koordinasi, dan mengikuti perintah.

Aktivitas yang banyak dilakukan untuk aspek practical life ini seperti menyendok, menuang, dan transfer benda (dengan tongs, pipet, penjepit jemuran, klip). Sekilas tampak sederhana sekali dan mungkin membosankan. Tapi aktivitas tersebut secara tidak langsung menyiapkan 3 jari yang dominan dipakai untuk menulis. Makin kuat otot-otot jarinya, makin mudah nantinya anak belajar menulis.

Menyendok, menuang, dan transfer benda bisa menggunakan bahan apa saja. Dan dalam praktiknya terapkan prinsip-prinsip Montessori. Misal:

  • Dari kiri ke kanan
    Siapkan 2 wadah identik, disusun bersebelahan kiri dan kanan. Wadah kiri berisi beras misalnya. Kegiatan yang dilakukan adalah menyendok dari wadah kiri ke wadah kanan.
  • Dari atas ke bawah
    Siapkan 2 wadah identik, disusun bersebelahan depan dan belakang. Wadah kiri berisi beras misalnya. Kegiatan yang dilakukan adalah menyendok dari wadah belakang ke wadah belakang.
  • Dari sederhana ke kompleks
    • Menyendok dari satu wadah ke wadah lain.
    • Berikutnya menyendok dari satu wadah ke dua wadah lain.
    • Berikutnya menyendok dari satu wadah ke wadah lain yang ada garis takarannya.

Selanjutnya kegiatan-kegiatan tersebut bisa di-extend atau divariasikan sesuai kreativitas. Misal menaruh baju kotor ke keranjang cuci, membuang sampah ke tempat sampah, menyapu, dll. Awalnya bisa lakukan satu aktivitas dulu saja, berikutnya coba lakukan dua aktivitas berbarengan.

Anak itu terus butuh tantangan jadi kegiatan practical life ini ga bakal ada habisnya. Saat anak merasa kesulitan melakukan sesuatu, orang tua jangan langsung mengambil alih tugas anak. Sebaliknya, tawarkan bantuan. “Ayo, ibu bantu … yaa”

Aspek Sensori

Aspek ini tidak hanya terkait sensori taktil, tidak hanya berupa messy play. Dalam Montessori, anak harus banyak memegang. Semakin banyak memegang, semakin banyak muscle memory. Aktivitas menyendok, menuang, dan transfer benda juga bermanfaat untuk sensorinya.

Aktivitas sensori berguna untuk mempelajari konsep besar-kecil, komparasi, tingkatan, dan gradasi. Untuk itu ada beberapa apparatus Montessori yang bisa digunakan:

  • Knobbed cylinder. Berbentuk silinder dengan knob di atasnya. Ada 4 versi, kombinasi beda tinggi dengan beda diameter.
  • Pink tower. Berbentuk kubus berwarna pink dengan ukuran berbeda-beda.
  • Broad stairs. Berbentuk balok berwarna coklat dengan panjang yang sama tapi tinggi berbeda.
  • Long rods. Berbentuk balok panjang berwarna merah dengan panjang yang berbeda-beda.
  • Knobless cylinder. Berbentuk silinder tanpa knob. Ada 4 versi juga plus warnanya berbeda-beda.
  • Colour box. Berguna untuk pengenalan warna, ada 3 versi:
    • Colour box 1, berisi warna primer yakni merah, kuning, dan biru.
    • Colour box 2, berisi berbagai warna.
    • Colour box 3, berisi gradasi warna.

Apparatus Montessori itu harganya tergolong mahal (buat saya sih, hehe). Banyak sih yang jual versi KW tapi tidak disarankan untuk beli yang KW. Kenapa? Karena apparatus Montessori yang asli itu mengikuti standar internasional untuk Montessori, ukurannya presisi, dan potongannya rapi sekali.

Tapi tidak semua apparatus Montessori harus dibeli. Kalau ada dananya ya ga apa-apa, hehe. Aktivitas sensori masih bisa dilakukan dengan alat dan bahan lain yang tersedia di rumah atau yang harganya lebih murah. Tinggal kreativitas orang tuanya aja gimana, heuheu.

Aspek Bahasa

Aspek bahasa luas juga. Biasanya dimulai dengan pengenalan benda-benda di sekitar. Pengenalan benda bisa dilakukan sejak umur 1 tahun, dan dilakukan dalam 4 tahap:

  1. Tunjukkan/ajarkan/kenalkan (Ini …)
    Saat mengenalkan sesuatu, jelaskan secara detail satu per satu. Misal mau mengenalkan jeruk dan pisang. Tidak cukup bilang “ini jeruk, ini pisang”. Pegang bendanya, deskripsikan semua (bentuk, warna, tekstur, dll.), biarkan anak memegang, melihat, serta mencicipi. Semua indranya akan turut mengenal benda itu apa, tidak sekedar melihat dan mendengar.
  2. Suruh ambil lalu berikan (Mana …?)
    Kalau sudah mengenalkan dua benda atau lebih, bisa coba anak mengambilkan benda yang dimaksud. “Jeruk yang mana ya? Pisang yang mana?”
  3. Suruh sebutkan namanya (Coba sebut ini apa?)
    Kita ambil satu benda lalu tanyakan namanya apa. Kalau anak belum bisa ngomong, kita bantu “ini jeeruuukk”.
  4. Kombinasikan konkret dan abstrak
    Setelah anak mengenal benda konkretnya, bisa coba tunjukkan gambarnya. Minta anak untuk mencocokkan benda konkret dengan gambarnya.

Aspek bahasa jelas sangat terkait dengan persiapan untuk menulis dan membaca. Dalam Montessori lebih dulu diajarkan menulis ketimbang membaca, karena dalam menulis kita belajar menuangkan isi pikiran kita. Huruf rata-rata bisa dikenalkan setelah anak 3 tahun. Menulis dan membaca bisa diajarkan pada anak umur 4-5 tahun. Jadi tidak perlu terburu-buru ya mengajarkan baca tulis.

Tapi menjelang umur segitu bukan berarti ga ngapa-ngapain ya. Karena material yang dimainkan dalam Montessori secara tidak langsung akan menyiapkan anak untuk menulis dan membaca.

Ada yang disebut emergent literacy, yakni apa yang dipelajari dari seorang anak sebelum dia masuk ke fase baca tulis. Tujuan yang ingin kita capai adalah agar anak senang membaca, bukan bisa cepat membaca. Kita bisa melakukan hal-hal berikut:

  • Read aloud
  • 1000 buku dalam 3 tahun (tiap hari baca buku yang sama pun tidak apa-apa)
  • Story telling
  • Mendongeng
  • Bernyanyi

Dalam Montessori, pengenalan huruf dilakukan dengan fonetik (indra pendengaran). Misal mau mengenalkan huruf n, kita bilangnya bukan “en”, tapi “nnnn”, sesuai pelafalannya. Dengan demikian anak akan lebih mudah belajar membaca rangkaian huruf.

Apparatus Montessori yang digunakan untuk aspek bahasa:

  • Large moveable alphabet (LMA). Warnanya khas, yakni merah untuk huruf konsonan dan biru untuk huruf vokal.
  • Sandpaper letters. Berupa huruf yang bisa di-trace.
  • Pink object + LMA
  • Pink picture + LMA
  • Pink picture + word tags
  • Pink picture cards
  • Pink attached sentence strips
  • Pink detached sentence strips
  • Pink reading book

Belajar membaca pun sesuai prinsip dari sederhana ke kompleks, yakni dari benda nyata → gambar → huruf → word tags. Nanti bisa coba tempel word tag pada benda-benda di rumah.

Tren akhir-akhir ini, banyak orang tua yang ingin anaknya bilingual. Tapi sayangnya sebagian malah mengalami keterlambatan bicara (speech delay) karena bingung bahasa. Orang tua sebaiknya tahu tanda bahaya kalau anak sudah tergolong terlambat bicara. Jangan memaksakan untuk bilingual kalau itu malah berakibat buruk.

Dan nantinya kalau memang mau bilingual mesti konsisten, dengan orang tertentu pakai 1 bahasa saja, tidak campur-campur. Banyak sekali zaman sekarang anak yang kebiasaan pakai bahasa campur-campur. Atau malah lebih sering ngomong pakai bahasa Inggris dan bingung kalau diajak ngomong pakai bahasa Indonesia, padahal tinggal di Indonesia. Padahal bahasa kan media komunikasi, jadi buat apa lebih lancar berbahasa Inggris dan susah berbahasa Indonesia padahal orang-orang di sekitarnya mayoritas menggunakan bahasa Indonesia?

Aspek Matematika

Dalam Montessori, belajar matematika dimulai dari sensori dulu, ajarkan taktilnya. Jadi pertama kali bukan kenalkan angkanya dulu, tapi ajarkan konsepnya dulu, 1 itu seberapa banyak, 2 itu seberapa banyak, dst. Setelah paham konsepnya, bisa lanjut dikenalkan angkanya. Kalau sudah paham konsep satuan, nanti bisa lebih mudah untuk memahami konsep puluhan, ratusan, hingga ribuan.

Apparatus Montessori yang digunakan untuk aspek matematika:

  • Number rods. Mirip long rods tapi tiap balok ada section merah dan birunya.
  • Sandpaper numbers. Mirip sandpaper letters tapi untuk angka.
  • Number rods and cards. Kombinasi number rods dengan angka.
  • Spindle box. Berisi batangan untuk dimasukkan ke dalam kotak sesuai angka-angkanya.
  • Cards and counters. Berguna untuk mengenalkan konsep genap ganjil.
  • Golden beads. Berguna untuk mengenalkan konsep ribuan, ratusan, puluhan, dan satuan.

Aspek Culture

Dalam aspek ini kita bisa mengenalkan apa saja. Mau belajar tentang dinosaurus, anatomi tubuh, benua, planet, tata surya, waktu, dll. boleh. Kita juga bisa mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang ada di rumah dan nilai-nilai dalam keluarga. Jelaskan secara detail kenapa mesti begini dan begitu supaya anak paham konsepnya, tidak cuma hafal. Prinsip Montessori juga bisa diterapkan untuk belajar doa sehari-hari dan ayat-ayat Al-Qur’an.

Outcome

Anak yang dididik dengan Montessori biasanya memiliki kelebihan sebagai berikut:

  • Anak jadi disiplin dan mematuhi aturan.
  • Anak jadi percaya diri dan tahu apa yang mereka minati dari kecil.
  • Orang tua tahu kelebihan dan kekurangan anak sedari dini.
  • Anak jadi orang yang menghargai proses.
  • Anak mencintai sekitarnya karena ada konsep culture.
  • Anak jadi berpikir logis.
  • Anak jadi kreatif.

Tapi tentu saja segala sesuatu punya kelebihan dan kekurangan. Karena itu sebaiknya kita bisa memperbaiki kekurangan itu dengan cara kita sendiri. Kekurangan yang dimaksud antara lain:

  • Anak jadi perfeksionis.
  • Anak kurang bisa dikritik karena tidak biasa disalahkan.
  • Anak akan tumbuh berbeda dari anak yang lain yang menggunakan metode belajar berbeda.
  • Ada ego trap karena anak Montessori bisa lebih banyak tahu suatu hal karena tertarik sekali pada hal itu di fase sensitifnya, sementara anak lain belum tahu.

Sekian catatan saya dari workshop ini. Kalau gambar-gambarnya sih saya cari sendiri pake Google, hehe. Kalau mau baca pake gaya bahasanya dr. Pinan bisa baca artikel ini.

Kesimpulan saya sih untuk menerapkan Montessori di rumah, orang tua mesti rajin sekali. Apalagi kalau ga mampu beli apparatus-nya, biasanya pada bikin DIY gitu kan biar lebih murah. Lalu bagaimana dengan emak-emak pemalas kayak saya? Kudu piye? Bagi tipsnya donk buibu, hihi.

Salam,

Reisha Humaira

8 komentar pada “Mengenal Montessori di Rumah Bersama dr. Pinansia F. Poetri

    • 25 Juni 2018 pada 14:16
      Permalink

      Sama-sama mbak, semoga bermanfaat 🙂

      Balas
  • 25 Juni 2018 pada 11:26
    Permalink

    Bagus banget informasinya mba. dari tulisan ini saya tahu secara nggak langsung ternyata saya sudah mengenalkan Montessori pada anak saya di rumah hanya saja kurang sistematis.

    Balas
    • 25 Juni 2018 pada 14:18
      Permalink

      Wah alhamdulillah ya mbak kalo gitu, tinggal dirapikan aja kalau mau, hehe

      Balas
  • 7 Juli 2018 pada 16:34
    Permalink

    Menarik sekali jadi pengen coba, makasih ya

    Balas
  • 3 Maret 2019 pada 17:18
    Permalink

    Terimakasih, mbak Reina. Tulisannya menyempurnakan pemahaman saya tentang Montessori

    Balas
  • 22 Maret 2019 pada 13:11
    Permalink

    Tks banyak Mbk Reisha tulisanya banyak ilmunya ni sbg new mom yg berkepala 4 , sejak anak usia 11m sj sdh dikenalkan berbagai stimulasi2 , sensory play dan bbrp game2 ala Montessori walo ibunya blm pernh ikutan seminar montessorinya.

    Hanya sering ngintip2 aktivitas game utk anak di media sosial yg sekrg sdh banyak bgt ya. Game diy yg bisa dibuat sendiri dan anak bs belajar sekaligus bermain.

    Ibunya juga bs lbh keratif ni mesti bikin ini itu stp harinya spy anak ngk bosen dan bs betah … heheh
    Sekali lg Tks ya mb

    Balas
  • 7 Maret 2021 pada 13:40
    Permalink

    Waw… Full version, simple n mudah dipahami. Barokallahu fiik…

    Balas

Leave your comment