Belajar dari Perputaran Roda Ekonomi Keluarga Cemara (2019)
Halooo, apa kabar dunia? Sudah hampir 1 bulan saya ga posting di blog, huhuhu. Kalau biasanya alasannya malas, kali ini alasannya sibuk #eaaa. Banyak banget memang yang harus saya urus dan kerjakan belakangan, fokus terpecah ke mana-mana, dan menulis jadi terabaikan sementara. Masih mau pemanasan dulu kali ini, jadi saya putuskan melanjutkan draft yang ga selesai aja, hahaha.
Bulan lalu saya dan Akas nonton film Keluarga Cemara. Sungguh rasanya saat itu langsung ingin posting mumpung masih anget topiknya. Tapi tapi tapi, ya gitu deh. Udah basi kah sekarang topiknya? Ga peduli sih saya, haha. Karena isinya banyak pelajaran tentang kehidupan jadi biarin deh diposting sekarang pun.
Daftar Isi Tulisan Ini
Review Film Keluarga Cemara (2019)
Buat yang dulu udah pernah nonton sinetron Keluarga Cemara di TV, pastinya udah ga asing lagi dengan keluarga yang satu ini. Saya pribadi udah ga inget sebenernya jalan ceritanya gimana, intinya mah tentang kehidupan keluarga yang sederhana ya.
Dulu yang membuat Keluarga Cemara itu berkesan banget buat saya karena kesederhanaannya. Beda banget dengan sinetron lain yang selalu menonjolkan kemewahan; rumah gede, tokoh-tokohnya selalu kinclong, anti banget keliatan jelek. Sementara di Keluarga Cemara, seperti halnya Si Doel Anak Sekolahan, tokoh-tokohnya dandanannya ya seperti yang biasa kita temui sehari-hari, realistis, dan ga mengeksploitasi drama susahnya hidup keluarga miskin.
Film Keluarga Cemara dari sisi jalan cerita bisa dibilang prequel dari yang di sinetron, tapi setting-nya di masa sekarang. Saya malah baru tahu sejak rame trailer film Keluarga Cemara bahwa keluarga mereka itu dulunya berpunya, cuma nasib membawa mereka tinggal di kampung tanpa harta benda sebanyak dulu.
Untuk review filmnya sendiri, ga perlu saya bahas panjang lebar lah ya, udah banyak yang nulis dengan lebih keren. Saya sepakat dengan mayoritas penonton yang sering di-repost komennya di Instagram story baba Ringgo, bahwa film ini menyentuh banget, berhasil mengaduk-aduk emosi penonton.
Akting para tokoh juga pas banget. Ringgo cocok jadi Abah dan bedaaa banget dari yang biasa dilihat di Instagramnya (FYI saya males follow artis atau selebgram di Instagram, artis yang saya follow cuma Ringgo dan Sabai karena caption mereka banyak yang kocak, haha). Nirina mah ga usah ditanya lagi ya, udah pengalaman meranin berbagai tipe karakter. Widuri Putri lucu, tapi tiap lihat dia selalu kepikiran “mirip banget ya sama emaknya”, emak aslinya maksudnya, haha.
Applause buat Zara JKT48. Saya ga pasang ekspektasi tinggi buat dia, karena dalam bayangan saya idol member itu ya okenya nyanyi+dance aja. Tapi ternyata dia pas banget meranin Euis, kerasa gimana gejolak emosinya dari yang tadinya anak gaol kota besar trus kudu pindah ke kampung. Apalagi saat dia ngomong “kalau kita semua tanggung jawab Abah, Abah tanggung jawab siapa?”, itu pelan tapi dalem banget sampai bikin berlinang air mata.
Banyak sekali pelajaran dan nilai-nilai yang bisa diambil dari film Keluarga Cemara. Bakal banyak potongan cerita yang saya tulis terkait tiap poin, ga usah disensor lah ya, toh sebenarnya garis besar jalan ceritanya sudah bisa ditebak dan ga ada plot twist, hehe.
Baca juga: Mengulas Tantangan Pengasuhan di Era Internet dari Film Searching (2018)
Pelajaran dari Film Keluarga Cemara: Tentang Ekonomi Keluarga
Sumber konflik utama di film Keluarga Cemara adalah ekonomi, bagaimana keluarga yang dulunya kaya tiba-tiba jatuh miskin dalam waktu singkat. Sudah sering kita dengar bahwa soal ekonomi ini adalah salah satu pemicu konflik dan pertengkaran suami istri, bahkan hingga berujung perceraian. Tapi Abah dan Emak bisa melaluinya dengan baik. Apa yang bisa kita ambil dari bagaimana Abah dan Emak menghadapi badai ini?

Suami Harus Kerja Keras dan Kerja Cerdas
Setelah kehilangan harta bendanya, Abah terus berusaha mencari pekerjaan agar bisa menghidupi keluarganya. Pekerjaan kasar pun dilakukan, yang penting halal. Rasanya kerja keras itu wajib dimiliki laki-laki ya karena bagaimanapun laki-laki lah yang merupakan kepala keluarga dan pencari nafkah utama.
Abah kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai dengan pengalaman kerja sebelumnya dikarenakan batasan usia. Ini jadi catatan banget rasanya, bahwa di zaman sekarang kita jangan hanya bergantung kepada satu skill saja, karena di saat kita tidak bisa mengandalkan skill itu lagi, kita bakal kebingungan mau ngapain lagi.
Anak Perlu Tahu dan Paham Kondisi Ekonomi Keluarga
Awalnya Abah merasa berat untuk memberi tahu anak-anaknya bahwa mereka sudah bangkrut. Tapi Emak mendorong Abah untuk kasih tahu anak-anaknya. Menurut saya memang penting sekali ya agar anak memahami kondisi ekonomi orang tuanya. Disesuaikan dengan umurnya tentunya.
Tak jarang kita dengar ada orang tua yang sebenarnya kesulitan dari sisi ekonomi, tapi selalu berusaha memberikan yang lebih untuk anaknya. Ini bukan soal kebutuhan primer seperti makanan ya. Tapi soal kebutuhan sekunder bahkan tersier. Misal orang tuanya banting tulang cari uang, untuk makan aja susah, tapi anak masih SMP minta motor, dibeliin dengan ngutang. Atau ekonomi pas-pasan, masih banyak utang yang mesti dilunasi, tapi buat anak masih dibeliin HP atau kendaraan yang harganya wow.
Bisa dipahami sih, orang tua tentunya selalu pengen memberikan yang terbaik untuk anaknya, ga mau anaknya merasakan hidup susah. Tapi buat saya sih big NO ya kalau kayak contoh di atas. Ngajarin anak buat hidup mewah itu gampang, tapi buat hidup sederhana susah. Kita ga pernah tahu hidup anak kita nanti bakal seperti apa, apalagi saat kita udah ga ada. Bisa kah mereka bertahan jika selalu dimanjakan dan selalu dipenuhi keinginannya?
Istri Harus Bisa Cari Uang Sendiri
Sebelumnya Emak adalah ibu rumah tangga dan pemasukan keluarga sepenuhnya dari Abah. Tapi Abah kemudian kecelakaan sehingga tidak bisa bekerja sama sekali. Emaklah yang akhirnya berinisiatif jualan opak agar dapur tetap ngebul.
Menurut saya, ibu rumah tangga pun wajib untuk tahu gimana caranya cari uang. Nafkah memang harusnya dari suami, tapi tidak selamanya kita bisa mengandalkan itu. Bagaimana kalau suami sakit sehingga tidak bisa memberi nafkah lagi, bagaimana kalau suami meninggal, dan masih banyak kemungkinan lainnya.
Bukan berarti ibu rumah tangga harus cari uang terus dari awal. Saat ini ga punya penghasilan sama sekali dan fokus mendidik anak di rumah aja? Tidak masalah, sah-sah saja. Yang penting dalam kondisi ekonomi sulit udah tahu mesti gimana.
Baca juga: 25 Pilihan Pekerjaan Non Full Time untuk Ibu Rumah Tangga Selain Berjualan
Tiap Anak Ada Rezekinya Masing-Masing
Emak menangis saat mengetahui dirinya hamil lagi, di saat kondisi ekonomi keluarga lagi sulit-sulitnya. Bisa dimengerti ya kekhawatiran Emak, gimana nanti kalau anggota keluarga nambah satu lagi padahal saat itu aja udah berat.
Syukurlah Abah bisa menenangkan. Percaya aja bahwa tiap makhluk yang diciptakan Allah itu sudah diatur rezekinya. Dan mungkin seiring dengan kehadiran si bayi ini, Abah akhirnya bisa dapat kerjaan yang lebih baik.
Saya percaya tiap anak sudah ada rezekinya, tapi saya kurang setuju sih kalau punya anak itu tanpa perencanaan, hehe. Mau punya banyak anak atau sedikit silakan, disepakati bersama antara suami dan istri. Pertimbangkan segala hal. Tapi kalau belum berencana punya anak lagi namun rupanya dikasih, jangan galau juga, karena artinya kita sudah dikasih kepercayaan, insya Allah bisa. Hehe.
Harta yang Paling Berharga Adalah Keluarga
If you sing you lose! Haha. Ini udah tagline Keluarga Cemara banget ya dari zaman dahulu kala. Karena memang sih pesan moral filmnya begitu. Buat saya ini kerasa banget saat Ara ngobrol berdua aja sama Euis dan bilang bahwa dia senang setelah pindah ke kampung karena Abah selalu di rumah. Mungkin dulu di kota Abah jarang banget ya kelihatan di rumah, sibuk kerja.
Bahwasanya orang tua bekerja keras biar keluarganya bahagia, namun sampai jarang ketemu anaknya, bisa jadi bukan itu yang diharapkan anaknya. Mungkin kita perlu tanya lagi ke anak-anak kita, yang bikin mereka bahagia apa sih sebenarnya?
Penting Punya Pengetahuan Dasar Hukum dan Keuangan
Abah akhirnya kehilangan semua harta bendanya karena dia dulu bikin surat kuasa untuk kakak iparnya itu. Berasa diingatkan lagi bahwa surat kuasa dengan meterai itu kuat posisinya di mata hukum ya.
Duh sungguh topik hukum dan keuangan itu sangat tidak saya minati, tapi tampaknya kita wajib tahu ya yang dasar-dasar. Karena kalau buta banget soal ini, berpotensi untuk dimanfaatkan orang, heu.
Pelajaran dari Film Keluarga Cemara: Tentang Komunikasi dalam Keluarga
Komunikasi itu… bisa jadi sumber masalah, tapi juga jadi sarana untuk menyelesaikan masalah. Tricky memang, heuheu.

Komunikasi Bersama Semua Anggota Keluarga Itu Penting
Keluarga tidak hanya dibangun oleh ayah dan ibu, tapi juga ada anak-anak di situ. Dan melibatkan anak-anak dalam membahas berbagai hal terasa penting apalagi saat anak makin besar.
Dan komuniasi adalah seni, yang tidak bisa disamakan caranya kepada semua orang. Abah dan Emak, kadang lewat tatapan saja sudah bisa saling mengerti, tapi kadang juga harus ngobrol langsung sejelas mungkin.
Komunikasi ke Euis yang sudah remaja beda lagi caranya. Euis nyaman curhat dengan Emak yang memang tenang, mendengarkan, dan mencoba memahami. Tapi Abah sempat jadi sosok yang keras pada Euis sehingga sempat memicu konflik di antara mereka.
Anak yang kecil pun bukan berarti tidak tahu apa-apa. Abah pasti jleb banget saat Ara bilang dia ga mau ulang tahun lagi karena kalau sudah umur 13 tahun bakal sering dimarahi Abah. Ara mengamati gimana sikap orang tuanya kepada kakaknya. Jadi jangan sepelekan anak yang masih kecil.
Istri Dukung Suami Dalam Keadaan Susah Ataupun Senang
Abah paham betul bahwa nafkah adalah tanggung jawabnya, tapi Abah tidak bisa berbuat apa-apa saat sakit, sehingga Emaklah yang akhirnya mencari nafkah. Padahal saat itu Emak juga sedang hamil. Bisa dipahami betapa ga nyamannya Abah dengan situasi itu.
Abah merasa bersalah sekali karena sudah membuat hidup Emak susah. Tapi jawaban Emak saat itu bikin saya merinding. Gimanapun kondisinya, Emak ga pernah menyesal hidup sama Abah.
Waaah, jelas ga semua orang bisa kayak Emak. Jadi nanya juga ke diri sendiri, bisakah kita tetap setenang Emak saat kehidupan kita tidak sebaik dulu lagi? Bisakah kita tetap mendukung dan mendampingi suami dengan baik dalam kondisi apapun?
Siapa yang Harus Mengalah atau Minta Maaf?
Ada ga yang merasa di sekitarnya ada aturan tidak tertulis, bahwa kalau ada masalah antara anak dan orang tua, anaklah yang harus minta maaf? Lalu kalau ada masalah antara kakak dan adik, kakak lah yang harus mengalah? Mungkin ga semua, tapi pasti ada. Padahal ga selalu tepat juga ya begitu.
Konflik antara Euis dan Abah pada akhirnya selesai dengan manis setelah Abah berusaha ngertiin perasaan Euis dan meminta maaf kepada Euis. Padahal sebelumnya Abah kekeuh banget bahwa anak lah yang harusnya ngertiin, ga perlu minta maaf segala.
—
Rasanya masih ada poin-poin lain yang saya dapat tapi saya udah lupa, haha. Beda orang biasanya beda pelajaran yang bisa dipetik. Yang dulu nonton juga, apalagi nih yang didapat dari film Keluarga Cemara ini?
Salam,

Keluarga cemara ini memang selalu adeeem untuk dijadikan alternatif hiburan, termasuk buat bacaan. Ceritanya down to earth , gak sehedonis sinetron yang lain. saya nontonnya sejak dulu masih berupa sinetron jadul itu.
Point yang anak seharusnya tahu tentang keuangan keluarga itu saya setuju banget. Saya juga membiasakan anak paham tentang kedaan keuangan bapak ibunya. Yaa disesuaikan dengan usia anak sih cara memberitahunya
Pingback: Nominasi Tulisan Pilihan Minggu #8 - 1 Minggu 1 Cerita