Resepsi Pernikahan: Acara Mempelai atau Acara Orang Tua?

Acara resepsi pernikahan di Indonesia sering dibilang sebagai acara orang tua dan mempelai jadi seperti pajangan saja. Cukup masuk akal sih, mengingat biasanya tamu yang datang ke acara resepsi kebanyakan adalah rekan dari orang tua kedua mempelai dan mempelai pun banyak yang tidak mengenali para tamu itu. Kondisi tersebut bisa jadi karena faktor biaya acara yang mayoritas berasal dari orang tua, jadi wajar saja undangan dari sisi orang tua bakal lebih banyak.

Ada yang tidak mempermasalahkan hal ini, tapi tak jarang juga saya dengar dari teman-teman saya sendiri bahwa sebenarnya mereka tidak suka dengan hal seperti itu. Sejumlah teman mendambakan acara resepsi pernikahan yang tidak terlalu ramai dengan tamu, mengundang orang-orang terdekat saja, seperti halnya wedding party di negara-negara barat. Dipikir-pikir sih, kalau tamunya lebih sedikit, interaksi antara mempelai, keluarga, dan tamu memang akan lebih baik. Biayanya pun bisa ditekan.

Tak jarang juga saya dengar ada pasangan yang memang menabung sejak lama dan berencana membiayai resepsi pernikahan mereka sendiri, tanpa ada campur tangan orang tua. Ada yang memang tidak mau memberatkan orang tuanya, tapi ada juga yang berharap dengan membiayai sendiri mereka bisa mengadakan acara yang sesuai dengan harapan mereka, sehingga nantinya resepsi tersebut benar-benar jadi acara mempelai, bukan acaranya orang tua.

Tidak ada yang salah tentunya dengan kedua pilihan di atas. Yang penting sih semuanya dikomunikasikan dengan baik. Jika memang terdapat perbedaan pandangan seputar resepsi yang akan diadakan, cobalah kompromikan. Dan dalam kompromi tentunya ada yang harus mengalah atau dikorbankan.

Baca juga: 11-Jan-2014: Resepsi di Baso

Saya pribadi sih cenderung tidak terlalu mempermasalahkan resepsi versi “acara orang tua”. Pun saya tidak pernah terpikir untuk mengadakan resepsi yang hanya mengundang orang-orang yang saya kenal saja. Buat saya, mengakomodasi keinginan orang tua dalam resepsi pernikahan anaknya adalah suatu bentuk penghargaan dan terima kasih anak kepada kedua orang tua yang telah merawatnya sejak dari dalam kandungan hingga dewasa dan menemukan pasangan hidupnya. Namun bukan berarti segala hal terkait pernikahan saya serahkan 100% kepada orang tua, karena bagaimana pun saya juga punya keinginan sendiri donk terhadap pernikahan saya, hehe. Intinya, lagi-lagi, komunikasikan dengan baik.

Akan tetapi, dari pengalaman saya menyiapkan pernikahan dan menjalani segala rangkaian acaranya, resepsi pernikahan saya Januari lalu itu menurut saya bukanlah acara mempelai, juga bukan acara orang tua, melainkan acara keluarga besar (terutama dari pihak mama). Begitu juga yang saya lihat pada keluarga suami saya di Padang.

Baca juga: 18-Jan-2014: Resepsi di Padang

Untuk kedua resepsi, kami tidak menggunakan jasa wedding organizer. Keluarga besar lah yang jadi panitia untuk menyiapkan semuanya. Semuanya turun tangan membantu, pun tak ada rasa segan untuk minta tolong ini itu. Alhamdulillah juga tumbuh dan berada dalam keluarga besar yang sangat dekat dan akrab, sehingga tidak ada tirai pembatas antara paman-bibi dengan keponakan. Di keluarga besar saya bahkan adik-adik mama saya yang perempuan kami (saya, adik-adik, dan sepupu) kami panggil dengan sebutan Ibuk, Umi, dan Bunda. Paman-bibi dianggap seperti orang tua sendiri, keponakan dianggap seperti anak kandung sendiri.

image

Urusan tamu undangan, wah, bukan cuma orang tua saya, saya dan suami, serta adik-adik kami saja yang mengundang rekan-rekannya. Ibuk, Umi, Bunda, dan para mamak saya juga turut kebagian mengundang rekan-rekannya. Bahkan sepupu saya juga turut minta undangan dan mengundang teman-temannya. Alhasil tamu yang datang luar biasa jumlahnya.

Yang paling wow adalah sepupu saya yang saat itu masih bersekolah di MTI Canduang. Suatu hari dia pernah bilang “aku undang temen-temenku 3 kelas yaa”. Saya kira dia becanda aja. Tau-tau pas hari H teman-temannya datang sepulang sekolah, serombongan pakai baju Pramuka, sekitar 30 orang! Gileee! Temen-temen saya yang datang aja ga nyampe segitu. Kami sikapi dengan ketawa-ketawa aja, bagaimana pun yang namanya tamu tetap mesti dijamu.

image

Buat keluarga besar saya yang anggotanya banyak yang merantau, acara besar seperti resepsi pernikahan ini juga jadi sarana untuk berkumpul lagi. Jarang-jarang bisa kumpul rame-rame, tiap Lebaran juga belum tentu bisa pulang kampung semuanya.

Intinya, apapun model resepsi pernikahan yang dipilih, pastikan prosesnya berjalan dengan baik (komunikasi, kompromi, dkk.), jangan sampai ada hubungan dengan keluarga yang rusak gara-gara itu. Dan di hari H, nikmati saja setiap detik yang berlalu. Toh itu insya Allah acara sekali seumur hidup. 🙂

Salam,

Reisha Humaira

Leave your comment