Seputar Uang dan Pembayaran Transaksi di New Zealand

Aloha. Kembali ke topik serba-serbi kehidupan di Auckland. Kali ini saya mau cerita dikit ya soal uang dan pembayaran di sini.

Mata Uang New Zealand

Mata uang New Zealand adalah New Zealand Dollar (NZD). Di New Zealand biasa ditulis pakai $ saja, tapi di blog seringnya saya tulis pakai NZ$ biar ga dikira dollar negara lain, hehe.

Kurs-nya saat ini kalau kata converter Google itu Rp8.876,79. Surprise juga sih dengan kurs ini, karena dulu sebelum saya pindah ke sini, kursnya itu lebih dari Rp9.500. Jauh amat turunnya sekarang ya, cuma dalam kurun waktu sekitar 6 bulan, hmm. Ga tahu juga kenapa.

Dulu sebelum ke sini kami merasa agak sulit menemukan money changer yang punya mata uang NZD di Bandung. Saya biasanya tukar uang di GMC, eh mereka ga punya. Coba telepon yang lain, ga ada juga. Yang ketiga baru ada, itupun mesti ambil dulu di kantor cabangnya yang lain, wkwk.

Baca juga: Daftar Barang yang Perlu Dibawa untuk Tinggal di Luar Negeri

Uangnya sendiri ada koin dan uang kertas (ya sama aja sih di mana-mana, wkwk). Koinnya terdiri dari pecahan 10c, 20c, 50c, $1, dan $2. Sementara uang kertasnya terdiri dari pecahan $5, $10, $20, $50, dan $100. Pecahan $100 jarang deh kayaknya, soalnya saya ga pernah lihat langsung, huehe.

uang new zealand
Uang kertas di New Zealand (Sumber: The Register)

Rekening Bank dan Kartu Debit/Kredit

Ada banyak sekali pilihan bank di New Zealand, seperti ANZ Bank New Zealand, ASB Bank, Bank of New Zealand, Kiwibank, dll. Kami menggunakan ASB Bank karena suami dulu dibikinin sama kampusnya di bank itu. ASB Bank adalah salah satu bank tertua di New Zealand.

Saat ini kami hanya menggunakan satu nomor rekening di bank. Sejauh ini kami merasa cukup dengan satu rekening saja karena untuk satu rekening di sini bisa dibuat dua kartu, sehingga saya dan suami tetap bisa pegang kartu sendiri-sendiri. Alasan lain sih males aja bikinnya, toh cuma sebentar di sini, wkwk.

Kartunya bisa pilih mau bikin kartu kredit atau kartu debit. Fitur kartunya pun beda-beda. Ada yang tipe payWave (bayarnya tinggal tap kartu, ga perlu PIN, tapi mesinnya khusus), ada juga yang gesek biasa (perlu PIN).

Uang di rekening pun bisa dikelompokkan ke dalam dua bagian: cheque dan savings. Untuk pembayaran transaksi sehari-hari biasanya kami menggunakan uang di cheque, sementara uang yang ditabung dan ga bisa diapa-apain disimpan di savings.

Transaksi Hampir Selalu Cashless

Di sini hampir semua transaksi dilaksanakan secara cashless. Cukup bayar pakai kartu. Semua toko memiliki fasilitas pembayaran dengan kartu debit (EFTPOS) ataupun kartu kredit. Dan sepengamatan saya satu aja sih mesinnya untuk bank apapun, bukan per bank kayak di Indonesia.

Karena mayoritas cashless itu, rasanya kalau ke luar rumah ga perlu bawa dompet deh. Cukup bawa kartunya aja. Beda banget dengan waktu saya di Jepang dulu. Di Jepang rasanya mesti punya dua dompet, yakni dompet biasa dan dompet untuk koin. Koin butuh dompet sendiri karena seringnya banyak, dan kalau disimpan di dompet biasa bisa kegendutan dompetnya, wkwk.

Baca juga: Kuliah S2 di Jepang dengan Beasiswa Monbukagakusho (MEXT)

Mayoritas cashless, tapi kalau mau bayar pakai cash tetap bisa tentunya. Tapi kerasa ribet aja sih, hehe. Buat saya uang tunai selama ini kepakenya kalau belanja di pasar aja, karena memang pedagang di sana ga sedia mesin EFTPOS.

Dan saking jarangnya pakai uang tunai, saya sampai sekarang ga hapal koin pecahan sekian bentuknya gimana. Kalau belanja bayar pakai koin, pasti dicek dan dihitung pelan-pelan dulu itu berapa, haha.

Self Checkout di Supermarket

Selain cashless, hal lain yang menarik buat saya adalah adanya mesin-mesin untuk self checkout di supermarket. Self checkout artinya kita sendiri yang meng-scan semua barang belanjaan kita, bukan kasir. Kalau belanjaan sedikit, saya lebih suka melakukan self checkout ketimbang ke kasir. Antreannya biasanya lebih cepat karena jumlah mesinnya juga lebih banyak dibanding jumlah kasir. Kalau belanjaan banyak, baru deh ke kasir, wkwk.

self checkout supermarket
Area self checkout di Pak ‘n Save Mt. Albert

Proses self-checkout-nya pun sangat mudah. Untuk barang-barang yang sudah ada barcode-nya, kita tinggal scan seperti yang dilakukan oleh kasir. Daftar barang yang sudah di-scan akan muncul di layar komputer beserta rincian harganya.

Untuk barang yang tidak ada barcode dan perlu ditimbang, misalnya sayur dan buah, kita tinggal taruh di tempat scan barang, lalu pilih barangnya di layar komputer. Mesinnya akan otomatis menimbang dan menghitung harga barang tersebut, ga perlu print label harga. Praktis banget.

Di kasir pun begitu, mesin kasirnya udah sepaket untuk menimbang dan meng-scan barang. Di Indonesia ada ga ya? Selama ini soalnya saya belanja selalu terpisah menimbangnya. Timbang dulu, tempel label, baru di-scan di kasir. Kalau kelupaan nimbang, kudu balik lagi, heuheu. Mungkin mesin kasir yang sepaket gini lebih mahal ya, wkwk.

pembayaran dengan self checkout
Mesin self checkout di Pak ‘n Save Mt. Albert

Kalau sudah beres scan semua barang, selanjutnya tinggal bayar. Bayarnya bisa pakai kartu atau cash. Tapi biasanya ga semua mesin bisa pakai cash. Jadi kalau mau bayar tunai perhatikan dulu keterangan di mesinnya ya. Setelah bayar nanti akan keluar struknya.

Kalau ada masalah saat scan barang gimana? Tinggal panggil petugas di sana, biasanya selalu ada yang jaga di area self checkout. Saya beberapa kali nemu masalah karena barangnya kena scan 2x. Scanner-nya kayaknya terlalu sensitif, jadi setelah scan, barangnya masih saya pegang di dekat scanner, sekejap saja padahal tapi malah kena scan 2x, heuheu.

Oia supermarket sini biasanya ga nyediain kantong plastik buat bawa belanjaan, jadi mesti bawa tas belanja sendiri. Bisa beli di sana juga kalau ga punya.

Sekian dulu tulisan kali ini. Tadinya mau sekalian tulis soal transfer uang dari/ke Indonesia, tapi dipisah aja deh, haha.

Salam,

Reisha Humaira

Leave your comment