Cerita Kelahiran Akas

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dear Akas,

Ini cerita proses kelahiran Akas. Bakal panjang ceritanya. Ga apa-apa ya, hehe.

Sejak ayah pulang kampung, ibu selalu menanti-nanti kapan ibu bisa merasakan tanda-tanda persalinan. Sebenarnya HPL Akas maksimal tanggal 25 Juni 2015, tapi berhubung mulai ada pengapuran plasenta, bu dokter bilang ibu sebaiknya melahirkan sebelum tanggal 20 Juni 2015.

Hingga saat ibu kontrol kandungan terakhir Selasa tanggal 16 Juni 2015, ibu masih belum merasakan tanda-tanda persalinan. Bu dokter melakukan periksa dalam, trus bilang ke ibu dan ayah, kalau sampai 3 hari lagi masih belum kerasa apa-apa, ibu langsung masuk rumah sakit aja buat diinduksi.

Ibu agak khawatir dengan induksi. Jadi ibu berdoa dan berharap banget Akas mulai nunjukin tanda-tanda mau lahir sebelum ibu harus diinduksi. Sore hari setelah periksa dalam, ibu keluar flek coklat. Awalnya ibu senang dan berharap banget. Tapi besok hingga lusanya masih keluar flek coklat doank. Dan sampai hari yang ditetapin bu dokter, ibu belum merasakan apa-apa, malah fleknya hilang. Ya sudah, ga apa-apa.

Jumat 19 Juni 2015 jam 10an pagi, ibu berangkat ke rumah sakit sama ayah dan nenek. Kami langsung menuju IGD. Ibu merasa aneh, masuk IGD tapi kondisi ibu ga gawat darurat, hehe.

Ibu diukur tensi dulu, trus dokter jaga mengecek detak jantung Akas. Alhamdulillah bagus kondisinya. Ibu juga disuruh ambil darah ke lab. Trus ayah disuruh urus administrasi dulu untuk daftar rawat inap.

Induksi Pertama

Beres dengan urusan di atas, ayah shalat Jumat dulu. Trus ibu dibawa perawat menuju kamar bersalin. Di kamar bersalin, ibu ditanyai dulu kenapa diinduksi sama bu bidan yang jaga, heuu. Males rasanya jelasin, pengen segera ketemu bu dokter aja rasanya.

Pas ibu tanya bu dokter kapan datang, katanya bu dokter udah pulang. Rupanya tadi bu dokter praktik gantiin dokter lain hari itu. Biasanya bu dokter praktik hari Selasa aja. Kata bu bidan, sementara ibu ditangani mereka dulu dengan instruksi dari bu dokter via telepon.

Bu bidan mengecek detak jantung Akas lagi dan melakukan periksa dalam, tapi ga jelasin hasilnya gimana. Kayaknya sih belum ada bukaan. Sekitar jam 13, tiba-tiba ibu dengar suara bu dokter. Alhamdulillah bu dokter datang.

Bu dokter periksa dalam lagi. Trus ibu cerita ke bu dokter tentang flek coklat selama 3 hari itu. Setelah periksa dalam, bu dokter nunjukin udah ada darah. “Lha ini udah berdarah. Ntar sore lahir deh ini.”, kata bu dokter. Ajaib rasanya. Tapi ibu juga ga percaya sih bakal lahiran secepat itu.

Setelah itu bu dokter nyuruh ibu makan dulu. Awalnya ibu juga bingung makannya gimana, soalnya udah bulan puasa dan siang hari susah cari makanan. Ibu berpakaian lagi untuk keluar dari kamar bersalin. Tapi ternyata bu dokter melarang ibu jalan, disuruh tiduran aja karena ibu sudah diberi obat. Kalau jalan nanti lepas obatnya. Hoalah, rupanya tadi waktu periksa dalam, bu dokter sekalian masukin obat ke jalan lahir untuk induksi. Dan ternyata makan siang ibu disediakan oleh rumah sakit, weleh.

Ibu dapat kamar rawat di lantai 2, sementara kamar bersalin ada di lantai 1. Awalnya ibu disuruh bu dokter nunggu di kamar bersalin aja. Tapi sejujurnya ibu ga nyaman nunggu di sana, karena sejak ibu masuk ada ibu-ibu lain yang terus meringis dan mengeluh menahan sakit mau melahirkan. Kalau-kalau ibu dengar ibu-ibu itu teriak, bisa-bisa ibu merasa horor.

Makan siang segera ibu habiskan. Ibu juga nyetok kurma untuk cemilan. Ibu harus banyak makan karena katanya melahirkan itu butuh tenaga yang besar. Alhamdulillah ibu masih lahap makannya.

Ibu sempat nanya ke bu bidan, ibu udah bukaan berapa. Katanya masih bukaan 1. Wah masih panjang perjalanan ibu sampai bukaan 10.

Lama-kelamaan ibu bosan menunggu di kamar bersalin. Tidur ga bisa. Bingung juga sebenarnya yang ditunggu itu apa, hehe. Ayah juga bosan di sana.

Akhirnya kami nanya apakah kami boleh nunggu di kamar rawat aja. Alhamdulillah udah boleh. Rupanya tadi ibu disuruh di kamar bersalin aja biar ga repot turun kalau-kalau nanti ibu udah merasa kesakitan. Ibu disuruh kembali lagi ke kamar bersalin jam 17 untuk dicek.

Menunggu di kamar rawat jelas lebih nyaman. Tapi tetap bosan, hihi. Sekitar Ashar ibu mulai merasakan nyeri di pinggang. Nyeri biasa aja, ga sakit. Tapi hilang timbul gitu dan ibu masih ga yakin kalau obat induksinya mulai bekerja.

Jam 17 ibu dan ayah ke kamar bersalin. Diperiksa dalam lagi, dan ternyata masih bukaan 1. Ga heran sih, toh ibu belum merasakan sakit. Kami kembali lagi ke kamar rawat dan disuruh ke kamar bersalin lagi setelah makan malam.

Sekembalinya ke kamar, nyeri yang ibu rasakan makin kuat. Ibu coba jalan dikit dan ngulang gerakan yoga/senam hamil, mudah-mudahan bisa mempercepat bukaan.

Saat makan malam, sakitnya udah berasa di pinggang ibu. Makan pun ga selahap makan siang tadi. Ga nyaman makan sambil nahan sakit.

Induksi Kedua

Sekitar maghrib, ibu kembali ke kamar bersalin. Ibu diperiksa dalam lagi sama bu bidan. Dan masih bukaan 1 aja rupanya. Ibu mikir kayaknya baru besok pagi deh lahirannya.

Bu bidan nelpon bu dokter melaporkan perkembangan ibu. Bu dokter nyuruh bu bidan nambahin obat induksi ke ibu. Obatnya masih sama, dimasukin ke jalan lahir lagi. Ibu disuruh rebahan dulu aja di kamar bersalin sekitar 1 jam biar obatnya ga lepas, setelah itu ibu boleh kembali ke kamar rawat. Nanti ibu disuruh kembali lagi ke kamar bersalin sekitar jam 21 saat bu dokter datang.

Setelah kembali ke kamar rawat, sakit yang ibu rasakan makin kuat. Nah baru deh berasa obat induksinya bekerja. Pinggang dan perut ibu serasa melilit-lilit. Sakitnya udah hilang timbul dengan rutin. Oh, ini kali ya yang disebut kontraksi. Ibu ga kuat lagi jalan atau ngulang gerakan yoga/senam hamil, jadi ibu cuma rebahan.

Jam 21 ibu ke kamar bersalin. Rupanya 3 tempat tidur yang tersedia di sana udah penuh dengan ibu-ibu lain. Waduh. Ibu duduk dulu di kursi sambil pegangan ke ayah dan menahan sakit. Pengen rebahan tapi ga ada tempat. Alhamdulillah ga lama kemudian salah satu ibu-ibu itu dipindahin jadi ibu bisa rebahan.

Bu dokter datang sekitar jam 21.30 dan melakukan periksa dalam lagi. Katanya ibu udah bukaan 2-3. Alhamdulillah, berarti ada kemajuan. Ibu sempat dengar bu dokter bilang ke bu bidan untuk mengobservasi ibu lagi nanti jam 1 dini hari.

Sepeninggal bu dokter, sakit yang ibu rasakan lebih kuat lagi. Ibu cuma bisa rebahan miring kiri sambil atur pernapasan. Ibu udah keringetan. Ayah terus memandu ibu untuk atur pernapasan setiap kontraksinya datang, sambil menggosok-gosok pinggang ibu. Ibu ngomong “datang lagi”, udah kayak aba-aba. Ayah langsung sigap memandu, udah kayak instruktur senam hamil. Ayah malah lebih heboh lagi bernapasnya dibanding ibu :)). Nenek juga di sana menemani ibu.

Sakit yang ibu rasakan kemudian berubah. Kalau tadi perut dan pinggang melilit-lilit, sekarang rasanya Akas mendorong-dorong kayak mau keluar. Tiap merasakan itu, ibu ngomong “rasanya mau keluar”. Ibu juga khawatir kalau ibu sampai mengejan terlalu awal, ga boleh soalnya.

Ayah mulai coba pake app Contraction Timer untuk mencatat perkembangan kontraksi ibu. Ibu masih terus menahan sakit dan melihat jam yang sengaja ga ibu lepas dari tangan ibu. Ya Allah, jam
1 masih lama banget rasanya. Tapi ibu usahain ga ngeluh, ga meringis, dan ga teriak karena itu cuma menghabiskan tenaga. Mending fokus dengan napas aja.

Ibu penasaran banget sakit udah kayak gitu udah bukaan berapa. Tapi ibu juga ga enak minta dicek lagi sama bidan, soalnya tadi kan masih bukaan 2-3. Kemungkinan masih lama bukaan 10-nya. Jadi ibu tahan-tahan dulu aja, sambil bersiap kalau nanti sakitnya bisa lebih menyakitkan lagi dari yang ibu rasakan saat itu.

Waktu itu ibu mengerti kenapa ada ibu-ibu yang akhirnya menyerah ke operasi Caesar. Sakitnya benar-benar luar biasa. Ibu sempat membayangkan kalau ibu nyerah gimana. Tapi dipikir-pikir lagi, bisa-bisa percuma ibu udah ikut yoga dan senam hamil serta rutin jalan pagi selama 2 bulan kalau akhirnya nyerah juga, hehe.

“Ini Sih Sedikit Lagi”

Sudah hampir jam 23, ibu merasa Akas ga berhenti-henti mendorong dari tadi. Pas udah sakit banget, ibu setengah berteriak “rasanya mau keluaaar”. Tampaknya bu bidan dengar dan langsung menghampiri ibu. Ayah bilang ke bu bidan kalau kontraksinya udah berlangsung teratur selama 1 menit dengan jeda 2 menit berdasarkan catatan app. Bu bidan ngecek, dan tanpa periksa dalam bu bidan bilang “ini sih sedikit lagi, ibu atur napas dulu aja ya”. Ibu kaget. Dikit lagi? Udah bukaan berapa?

Bu bidan segera menghubungi bu dokter. Dan ternyata bu dokter ga bisa datang. Hiks. Mungkin ga keburu ya, atau lagi menangani pasien lain. “Bu dokter ga bisa datang, jadi ibu ditangani oleh kami aja ya”, kata bu bidan. Ya sudahlah. Yang penting buat ibu saat itu sakitnya segera berakhir.

Bu bidan pun menyuruh ibu berjalan pindah ke ruangan sebelah, kamar yang berisi peralatan melahirkan. Ya Allah, udah kesakitan kayak gitu masih disuruh jalan. Ga bisa diangkat aja kah? Alhamdulillah rupanya ibu masih bisa jalan.

Setelah berbaring di tempat tidur dan mengatur posisi, ibu disuruh mulai mengejan. Walah. Secepat itu? Ibu mencoba nunggu kontraksinya datang lagi buat ngejan. Tapi kok rasanya lama banget nungguin kontraksinya datang lagi. Bu bidan nyuruh ibu coba ngejan aja. Ibu coba beberapa kali, tapi sepertinya masih salah caranya. Mana ibu bersuara segala pas mengejan. Kata bu bidan ga boleh.

Ibu merasakan ada sayatan, tapi ga sakit. Mungkin kalah sama rasa sakit yang lain. Kayak kegores pisau aja. Ternyata saat itu ibu diepisiotomi dengan gunting. Ya sudahlah.

Bu bidan terus menyuruh ibu ngejan. “Ayo dikit lagi, ini udah kelihatan kepalanya”. Ibu coba lagi, kali ini ibu kumpulin semua tenaga yang ibu punya biar bisa lama mengejannya. Belum keluar rasanya semua tenaga yang ibu siapkan, bu bidan menyuruh ibu berhenti mengejan. Ibu bingung lagi.

Ternyata saat itu kepala Akas udah keluar. Selanjutnya gampang banget buat ngeluarin seluruh tubuh Akas. Ibu masih ga percaya. Udahan lahirannya? Sampai akhirnya ibu dengar suara tangisan Akas yang kuat. Semua sakit yang tadi ibu rasakan hilang. Badan ibu plooong banget rasanya. Alhamdulillaaah.

Akas lalu ditaruh di dada ibu. Ga lama setelah Akas ditaruh, Akas berhenti menangis. Ibu takjub. Ayah senang banget, nenek juga. Akas udah buka mata yang lebar dan melihat-lihat sekitar, padahal setau ibu kebanyakan bayi baru lahir matanya masih tertutup. Tapi sepertinya Akas belum berminat untuk menyusu. Kaki Akas gerak-gerak di atas perut ibu, dan lalu plasenta Akas keluar dari rahim ibu. Saat Akas masih di dada ibu, ayah langsung mengadzankan Akas.

Berikutnya bagian yang ga ibu bayangkan sebelumnya bakal sesakit itu. Tadi badan ibu udah legaaa banget rasanya, sampai akhirnya bu bidan mulai melakukan prosesi jahit-menjahit. Tersiksa banget rasanya pas dijahit tanpa bius itu. Saat nahan kotraksi ibu masih bisa ga meringis dan ga teriak, tapi kali ini beberapa kali ibu meringis dan menjerit kesakitan. Akas anteng di dada ibu sementara ibu sibuk menahan sakit, hiks.

Setelah bu bidan beres menjahit, Akas pun diangkat dari dada ibu. Hiks. Gagal IMD dengan sempurna. Maaf ya Akas :(. Akas langsung dilap sekaligus ditimbang dan diukur panjangnya. Ibu cuma nanyain berapa berat dan panjang Akas, ga nanya jenis kelamin bayinya apa, haha. Ibu udah yakin banget bayi ibu laki-laki.

Setelah itu Akas nginap dulu di ruang perinatologi karena harus dicek dulu kondisinya sama dokter anak. Ayah ngurus beberapa hal. Ibu dibersihkan dan disuruh nunggu sekitar 1.5 jam, baru kemudian dipindahkan ke kamar rawat.

Alhamdulillah

Alhamdulillah proses kelahiran Akas sesuai dengan yang ibu minta sama Allah dan yang sering ibu omongin ke Akas waktu Akas masih dalam kandungan.

Ibu dulu tiap hari berdoa, “Ya Allah, mudahkanlah proses kelahirannya, mudahkanlah proses persalinan hamba. Berikan hamba persalinan yang cepat, tenang, dan nyaman.”

Mudah. Alhamdulillah semua berjalan dengan mudah dan lancar tanpa hambatan.

Cepat. Alhamdulillah proses kelahiran Akas cepat banget. Ibu cuma merasakan sakit sekitar 6 jam.

Tenang. Alhamdulillah saat melahirkan Akas, di kamar bersalin tinggal ibu aja. Ibu-ibu lain ga ada karena pada dibawa ke kamar operasi. Jadinya saat ibu melahirkan, kamar bersalin tenang banget, ga ada suara ibu-ibu lain yang kesakitan. Trus alhamdulillah ibu ga cuma ditemani ayah saat melahirkan, tapi juga ditemani nenek.

Nyaman. Alhamdulillah karena waktu persalinan ibu terbilang “direncanakan”, ibu bisa lebih siap-siap. Ibu berangkat ke rumah sakit dengan santai dan nyaman. Ayah pun bisa mengurus administrasi dengan santai. Trus alhamdulillah Akas cukup diinduksi dengan obat yang dimasukin ke jalan lahir aja, ga perlu pakai infus. Ibu males rasanya kalau diinfus, hehe.

Ibu dulu sering ngomong ke Akas, “Nak, nanti lahirannya tunggu ayah pulang kampung dulu ya. Kalau bisa pas bulan Ramadhan aja.”

Alhamdulillah, Akas beneran nungguin ayah pulang kampung dulu. Ibu ga kebayang kalo mesti melahirkan tanpa ditemani ayah.

Alhamdulillah, Akas beneran nungguin Ramadhan dulu baru keluar dari rahim ibu. Plus, Akas sengaja banget ya ngebut mendorong keluar biar lahirannya di hari Jumat? 😀 Akas lahir hari Jumat jam 23.24. Dikit lagi udah ganti ke hari Sabtu.

Ibu beberapa kali pernah ngomong ke Akas, “Nak, nanti keluarnya jangan terlalu sakit ya. Trus beratnya jangan terlalu gede, ntar susah lahiran normal. Kalau bisa kayak ibu dulu aja, 3.3 kg.”

Alhamdulillah, ibu ga ngerasain sakit waktu ngejan ngeluarin Akas. Malah kaget tiba-tiba disuruh stop ngejan sama bu bidan. Hehe.

Alhamdulillah, Akas lahir dengan berat 3.35 kg, beda tipis dengan permintaan ibu. Padahal di USG 2 minggu sebelum Akas lahir, perkiraan berat Akas udah 3.45 kg lho.

Kerjasama Kita Bertiga

Buat ibu, proses kelahiran Akas ini benar-benar kerjasama antara Akas, ibu, dan ayah. Tentunya juga tak lepas dari doa-doa keluarga dan orang sekitar serta usaha tenaga kesehatan di rumah sakit.

Ibu bisa ngerasain Akas mendorong-dorong untuk keluar. Akas berusaha cari jalan untuk lahir. Ibu pun terbantu.

Ayah menemani ibu terus sejak ibu menahan sakitnya kontraksi hingga Akas lahir. Komando ayah untuk atur pernapasan benar-benar membantu ibu. Kalau ga dikomando, bisa-bisa ibu malah agak menahan napas saat kesakitan, dan itu justru bakal membuat sakitnya lebih terasa sakit. Ayah pun juga jadi lebih rileks dengan sesi atur pernapasan itu. Ayah juga selalu menyemangati ibu dengan kalimat-kalimat positif.

Alhamdulillah. Selamat datang putra ibu dan ayah, Afkari Samihatta Evans. Ayah dan ibu sayang Akas.

Bukittinggi, 8 Juli 2015
With love,
Ibu

Salam,

Reisha Humaira

Leave your comment