Dilema Mudik di Indonesia Tahun 2020

Mudik tahun ini, yes or no?

Kalau ditanya ke saya, ya jelas ga mudik donks. Bukan karena larangan mudik untuk mencegah penyebaran COVID-19, tapi karena jauh, haha. Emang ga ada rencana mudik juga sih selama tinggal di Auckland ini.

Walau jauh, saya tetap memantau kondisi di Indonesia, karena bagaimanapun nanti kami tetap harus pulang, dan keluarga kami semuanya ada di Indonesia. Mengamati penanganan COVID-19 di Indonesia itu sering bikin speechless, huhu. Apalagi terkait mudik atau pulang kampung ini, apalagi menjelang Lebaran ini.

Kenapa Harus Mudik?

Yosh, bahas mudik di Indonesia dulu ya.

Sering wondering, kenapa sih orang-orang itu pada maksa banget mau mudik? Udahlah di rumah aja, wong udah dilarang pemerintah, wong kondisinya sekarang lagi ga bener.

Tapi dipikir-pikir ada sejumlah kondisi yang membuat orang-orang itu perlu bahkan harus banget mudik. Misalnya:

  • Orang-orang yang kena PHK, tidak punya penghasilan lagi, sehingga tidak bisa menanggung biaya makan dan tempat tinggal di kota. Sedih banget, ya mau gimana lagi kan, mending pulang kampung, masih ada saudara atau rumah orang tua yang bisa ditempati.
  • Mahasiswa yang sendirian di rantau. Ini kebetulan terjadi juga pada sepupu saya. Anak kos mesti tinggal di kosan entah sampai kapan, entah bisa urus diri sendiri atau ga. Orang tua mereka pun pasti khawatir kalau anaknya sendirian aja di situasi ga menentu gini.
  • Perantau yang mau bertemu keluarga dekatnya yang sedang sakit parah. 
  • Perantau yang ingin menghadiri pemakaman anggota keluarga dekatnya.
  • Orang-orang yang sedang ditugaskan ke luar kota untuk jangka waktu tertentu, lalu ketika tugasnya selesai pasti maunya pulang.
  • WNI yang tinggal di luar negeri dan harus atau terpaksa pulang karena tidak bisa lagi tinggal di negara tersebut.

Untuk kasus-kasus seperti di atas, dilema sekali memang, huhu. Saya pun ga kebayang kalau berada di posisi itu. Kalau memang pada akhirnya mesti mudik, saya cuma bisa menyarankan untuk ikuti protokol kesehatan untuk perjalanan ke luar kota. Selalu pakai masker selama di perjalanan, bawa hand sanitizer, jangan pegang-pegang sembarangan, dan jaga jarak. Sesampainya di daerah tujuan, karantina mandiri dulu selama 14 hari, jangan ke mana-mana.

“Mudik” di New Zealand Selama Pandemi COVID-19

Ceritanya terbang sejenak dulu ke New Zealand ya, hehe.

Well, mungkin New Zealand ga kenal mudik ya, tapi mari kita generalisasi aja istilah mudik ini ke perjalanan ke wilayah lain, beda kota, beda region.

Di dalam 4 level alert system New Zealand, sudah diatur masalah pembatasan perjalanan ini. Pada saat lockdown alias alert level 4, semua mesti di rumah aja. Perjalanan di dalam wilayah kota sendiri hanya boleh untuk urusan esensial. Perjalanan ke luar kota hanya boleh untuk mendapatkan makanan atau obat, atau untuk pekerja esensial. Yang termasuk esensial apa aja, ada list-nya dari pemerintah.

Baca juga: Perubahan Kehidupan Sehari-Hari Ketika Lockdown COVID-19 di New Zealand

Sebelum lockdown, pemerintah dan media sudah mensosialisasikan hal ini dengan baik. Saat itu lockdown mulai diberlakukan hari Rabu malam jam 23.59, tapi pemerintah memberi batas maksimal sampai hari Jumat buat yang mau ke kota lain, barangkali mau pulang kampung. Tapi setelah lockdown, mereka mesti tinggal di sana, ga boleh balik lagi ke kota sebelumnya hingga lockdown berakhir.

Dari situ bisa dilihat bahwa pemerintah masih ngasih kesempatan mudik buat warganya yang prefer di kampung halamannya misalnya, tapi juga tegas bahwa setelahnya kudu stay di sana dulu.

Setelah 1 bulan lockdown, New Zealand turun ke alert level 3. Di level 3 ini, travel ke luar kota boleh, tapi cuma one way, ga boleh bolak-balik atau malah jalan-jalan. Ini tu misal buat yang tadi mudik, di level 3 ini bisa balik lagi ke kota sebelumnya. Tapi abis itu ya ga ke mana-mana lagi.

Teman di Playcentre kami ada yang sebelum lockdown itu terbang ke Dunedin, sepertinya memilih bersama orang tuanya di sana. Lalu ketika sudah level 3, mereka kembali lagi ke Auckland.

Oh iya untuk kasus yang mau ketemu keluarganya yang sakit keras, atau ada yang meninggal; di alert level 4 mereka tetap tidak bisa ke luar kota dengan alasan tersebut, walaupun sakit atau meninggalnya bukan karena COVID-19. Tentu saja ada yang terdampak karena ini dan pasti sedih sekali rasanya. Tapi ya mau gimana lagi, aturannya begitu. Di sini aturan ada untuk dipatuhi, bukan dicari-cari celahnya untuk dilanggar seperti di Indonesia. 🙁

Baca juga: New Zealand Bisa Menekan Penyebaran COVID-19, Bagaimana Caranya?

Di alert level 3, masih mayan ketat juga aturannya. Tapi kalau ga salah, ada beberapa kasus yang dikasih kesempatan buat menemui keluarga dekatnya yang sakit keras kalau permintaannya disetujui pemerintah. 

Saat ini New Zealand udah di alert level 2. Domestic traveling sudah diperbolehkan, jadi bisa banget kalau mau ketemu keluarga di luar kota. Namun demikian, kalau ngumpul tetap dibatasi maksimal 10 orang.

Mudik untuk Lebaran? Jangan!

Okai mari kita kembali ke cerita di Indonesia, hehe.

Beberapa waktu lalu ketika pemerintah melarang mudik, ada yang bilang “kalau sayang dengan keluarga di kampung halaman, tolong jangan mudik dulu”. Saya setuju banget nih, huhu.

Baca juga: Hal-Hal yang Dirindukan dari Lebaran di Kampung Halaman

Larangan mudik itu bukan tanpa alasan lho. Itu diperlukan sekali untuk mencegah penyebaran COVID-19 ini.

Apa sih urgensinya mudik untuk Lebaran di tahun ini? Lebaran tahun ini tu udah ga mungkin sama dengan Lebaran tahun-tahun sebelumnya. Mending sabar-sabarin ga ke mana-mana dulu biar si COVID-19 ini cepat berlalu. Mudik masih bisa di lain waktu. Toh libur Lebarannya juga udah dipindahin ke akhir tahun kan.

“Saya sehat dan baik-baik aja kok, jadi ga perlu khawatir.”

Oh, maaf sekali, walau sehat, Anda masih berpotensi membawa virus itu di dalam tubuh. Kalau Anda carrier, Anda masih berpotensi memberikan virus itu ke anggota keluarga lainnya. Bayangkan kalau ada anggota keluarga yang rentan dan mereka kena virusnya karena Anda, apakah tidak merasa bersalah? 🙁 Atau sebaliknya, ada jaminan ga, keluarga di kampung halaman juga bersih dari virusnya?

“Saya udah tes kok dan hasilnya negatif.”

Hmm. Apa Anda bisa menjamin selama perjalanan tidak tertular sama sekali? Pakai masker, hand sanitizer, dan segala macam itu ga menjamin 100% terbebas dari penularan COVID-19 lho. Apalagi kalau mudiknya pakai kendaraan umum, berpotensi sekali kontak dengan orang lain.

Baca juga: COVID-19 dan “Buku” Cerita Bergambar Karya Akas Tentang Coronavirus

“Saya mudik pakai kendaraan sendiri kok dan ga kontak sama sekali dengan orang lain.”

Hmm. Baik. Kalau ikut protokol kesehatan itu, kalau mudik, ntar di daerah tujuan mesti karantina mandiri dulu 14 hari. Lalu nanti begitu kembali ke daerah asal, mesti lanjut lagi karantina mandiri 14 hari. Mudik sesaat lalu total kudu karantina 28 hari? Males banget ga sih.

“Ih ga perlu segitunya lah, lebay deh, santai aja kali!”

Ah kalau udah ngeyel gitu saya lelah.

Intinya, saya tetap menyarankan untuk tidak mudik sesuai anjuran pemerintah. Walau di sisi lain saya juga kesal sama pemerintah yang ga tegas dengan pelarangan mudik dan pelanggaran selama PSBB, huhu.

Yuk sama-sama kita jaga diri kita, keluarga yang serumah dengan kita, serta keluarga kita di kampung halaman dengan tidak mudik dulu di Lebaran kali ini. 

Salam,

Reisha Humaira

Leave your comment