Materi IIP: Komunikasi Produktif
Perkuliahan Bunda Sayang Batch #6 pun dimulai. Bulan September ini kami berada di zona 1.
Materi tentang komunikasi produktif sudah disampaikan oleh para Kakawi di Facebook Group, dan di group WhatsApp juga ada yang berbagi ebook-nya. Oia kalau dulu di matrikulasi saya hanya ikut satu grup khusus untuk diskusi perkuliahan (berdasarkan regional), kali ini ada dua grup yakni berdasarkan regional dan berdasarkan kelompok usia anak.
Topik komunikasi produktif sebenarnya sudah pernah disinggung sekilas saat matrikulasi dan saya pernah merangkumnya di tulisan ini. Tapi saya bakal tulis lagi di sini dilengkapi dengan tambahan dari Kakawi dan ebook.
Komunikasi Produktif dengan Pasangan
Sebagai pasangan dua orang dewasa, dalam berkomunikasi selayaknya mengedepankan nalar daripada emosi. Jika ada masalah, dasarkan pada data dan fakta untuk penyelesaiannya. Jika emosi sedang tinggi, redakan sejenak agar nalar bisa berfungsi dengan baik.
Ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas komunikasi dengan pasangan:
Clear and Clarify
Sampaikan pesan dengan jelas dan mudah dipahami (clear), lalu beri kesempatan untuk bertanya atau mengklarifikasi (clarify) apakah pesan yang diterima sudah sesuai dengan apa yang dimaksud.
Choose the Right Time
Pilihlah waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan.
Kaidah 7-38-55
Dalam komunikasi terkait perasaan dan sikap, keberhasilan komunikasi dipengaruhi oleh 7% pilihan kata-kata, 38% intonasi suara, dan 55% bahasa tubuh.
Intensity of Eye Contact
Saat berkomunikasi, lakukan kontak mata dengan pasangan.I’m Responsible for My Communication Results
Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab si pemberi pesan. Jika si penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan salahkan dia. Sebaliknya, carilah cara yang lain dan gunakan bahasa yang dipahaminya.
Komunikasi Produktif dengan Anak
Gaya komunikasi anak biasanya adalah cerminan dari gaya komunikasi orang tuanya.
Anak-anak mungkin tidak memahami perkataan kita, tetapi mereka tidak pernah salah meng-copy.
Kita pernah menjadi anak-anak, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orangtua, sehingga sudah sangat wajar kalau kita yang harus memahami mereka. Bagaimana caranya? Berikut saya salin beserta contoh dari ebook ya.
Keep Information Short and Simple (KISS)
“Nak, tolong setelah mandi handuknya langsung dijemur kemudian taruh baju kotor di mesin cuci ya, sisirlah rambutmu, dan jangan lupa rapikan tempat tidurmu.”
“Nak, setelah mandi handuknya langsung dijemur ya.” (biarkan aktivitas ini selesai dilakukan anak, baru anda berikan informasi yang lain)
Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah
“Ambilkan buku itu!” ( tanpa senyum, tanpa menatap wajahnya)
“Nak, tolong ambilkan buku itu ya.” (suara lembut, tersenyum, menatap wajahnya)
Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan
“Nak, Ibu tidak ingin kamu nge-game terus sampai lupa shalat, lupa belajar!”
“Nak, Ibu ingin kamu shalat tepat waktu dan rajin belajar.”
Fokus ke depan, bukan masa lalu
“Nilai matematikamu jelek sekali, ccuma dapat 6! Itu kan gara-gara kamu nge-game terus, sampai lupa waktu, lupa belajar, lupa PR. Ibu juga bilang apa. Makanya nurut sama Ibu biar nilai tidak jeblok. Kamu sih nggak mau belajar sungguh-sungguh, Ibu jengkel!”
“Ibu lihat nilai rapotmu, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ada yang bisa ibu bantu? Biar kamu bisa mengubah strategi belajar menjadi lebih baik lagi.”
Ganti kata “TIDAK BISA” menjadi “BISA”
“Kamu tidak bisa ya membereskan mainan dengan baik.”
“Kamu bisa lho membereskan mainan dengan rapi, perlu berlatih aja.”
Fokus pada solusi bukan pada masalah
“Kamu itu memang tidak pernah hati-hati, sudah berulang kali ibu ingatkan, kembalikan mainan pada tempatnya, tidak juga dikembalikan, sekarang hilang lagi kan, rasain sendiri!”
“Ibu sudah ingatkan cara mengembalikan mainan pada tempatnya, sekarang kita belajar memasukkan setiap kategori mainan dalam satu tempat. Kamu boleh ambil mainan di kotak lain, dengan syarat masukkan mainan sebelumnya pada kotaknya terlebih dahulu.”
Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan
“Waaah anak hebat, keren banget sih!”
“Mas, caramu menyambut tamu Bapak/Ibu tadi pagi keren banget, sangat beradab, terima kasih ya nak.”“Aduuh, nyebelin banget sih kamu!”
“Kak, bahasa tubuhmu saat kita berbincang-bincang dengan tamu Bapak/Ibu tadi sungguh sangat mengganggu, bisakah kamu perbaiki lagi?”Ganti nasihat menjadi refleksi pengalaman
“Makanya jadi anak jangan malas, malam saat mau tidur, siapkan apa yang harus kamu bawa, sehingga pagi tinggal berangkat.”
“Ibu dulu pernah merasakan tertinggal barang yang sangat penting seperti kamu saat ini, rasanya sedih dan kecewa banget, makanya ibu selalu mempersiapkan segala sesuatunya di malam hari menjelang tidur.”
Gantilah kalimat interogasi dengan pernyataan observasi
“Belajar apa hari ini di sekolah? Main apa saja tadi di sekolah?
“Ibu lihat matamu berbinar sekali hari ini, sepertinya bahagia sekali di sekolah, boleh berbagi kebahagiaan dengan ibu?”
Ganti kalimat yang menolak/mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati
“Masa sih cuma jalan segitu aja capek?”
“Kakak capek ya? Apa yang paling membuatmu lelah dari perjalanan kita hari ini?”
Ganti perintah dengan pilihan
“Mandi sekarang ya kak!”
“Kak 30 menit lagi kita akan berangkat, mau melanjutkan main 5 menit lagi, baru mandi, atau mandi sekarang, kemudian bisa melanjutkan main sampai kita semua siap berangkat?
—
Demikian catatan saya seputar komunikasi produktif. Sebagai tantangan di zona pertama ini, kami diminta mempraktikkan komunikasi produktif (saya pilih dengan anak) dan menuliskan jurnalnya dalam 15 hari. Minimal 10 hari sih, tapi saya berencana mau beresin 15 hari, hoho.
Mari semangat dan konsisten!
Salam,