Menghadiri Pernikahan Nia & Irfan

Dua minggu yang lalu saya dan Akas mudik lagi ke Padang. Ini kali keempat saya mudik tahun ini. Gileee berasa horangkayah ya, padahal kudu kuras isi dompet, heuheu.

Kali ini lagi-lagi dalam rangka menghadiri resepsi pernikahan sepupu. Pernah ada temen yang nanya, “emang harus hadir ya?”. Emm gimana ya, namanya juga keluarga besar yang terbilang dekat, dan ini tu rumahnya sebelahan banget sama rumah ortu di kampung halaman, jadi merasa perlu datang. Dan kebetulan juga saya mau beresin e-KTP saya ke Padang dan beberapa urusan administrasi lainnya, jadi mudiknya cukup worth lah.

Suami juga ga ikut di mudik kali ini. Akas alhamdulillah kooperatif dalam perjalanan. Kami berangkat tanggal 12 November 2018, jauh lebih awal memang dibanding hari H acara. Saya ke Padang terlebih dahulu untuk menyelesaikan semua urusan administrasi itu. Kami baru berangkat ke Baso Kamis sore.

Pernikahan Nia dan Irfan ini adalah bukti nyata buat saya bahwa di zaman sekarang masih ada yang memasrahkan jodohnya pada orang tuanya. Eh ini kesannya negatif kah? Ga ada maksud negatif yaa, hehe. Maksudnya minta orang tuanya buat mencarikan calon. Kedua mempelai begitu. Saya dulu soalnya memutuskan untuk mencari dan memilih sendiri menikah dengan siapa, jadi ga kebayang kalo orang tua yang mencarikan, hehe.

Begitulah jodoh yaa, banyak yang tidak kita sangka-sangka. Tapi dalam kisah Nia ini sih kedua keluarga besar sudah saling kenal bahkan circle-nya banyak yang beririsan. Adik Irfan itu teman sekelas Nia waktu SMA, abang Irfan itu teman sekelas saya waktu SMA, ibunya guru matematika di SMP saya, dll.

Kalau saya dan adik saya berjodoh dengan orang yang berasal dari kabupaten yang berbeda, Nia dan Irfan ini bisa dibilang sekampung. Beda kecamatan aja sih. Dan karena sekampung, prosesi adat dalam pernikahannya jadi berbeda juga dibanding pernikahan saya dan adik dulu.

Akad Nikah, 16 November 2018

Seperti biasa, akad nikah diselenggarakan di Masjid Darul Ihsan Baso. Sebelumnya di undangan sudah dicetak bahwa akad nikah akan dimulai pukul 14.00. Eh rupanya siang itu sudah ada mempelai lain yang booking masjid duluan, jadilah akad nikahnya dimajukan jadi jam 08.00.

Baca juga: DIY by Reisha: Desain Undangan Pernikahan dan Buku Tamu Nia & Irfan

Akad Nikah dan Baralek Kampuang

Datang ke acara sepagi itu lumayan perjuangan juga ya, apalagi daerahnya dingin dan mesti nyiapin bocah pagi-pagi, hihi. Akhirnya saya ke masjid ga jam 8 teng sih, telat dikit ga apa-apa lah ya, hehe.

Tak banyak yang berbeda dengan akad nikah adik saya. MC sama, susunan acara sama, penghulu sama. Belajar dari pengalaman sebelumnya, kali ini microphone dipakai dengan baik sehingga ijab qabul bisa didengar semua hadirin, hehe.

Baca juga: Menghadiri Pernikahan Hani & Aznil

Ijab qabul Irfan dengan papa Nia

Setelah ijab qabul, acara dilanjutkan dengan penandatanganan berkas-berkas, penyerahan mahar dan cincin kawin, dan doa. Saya udah ga gitu nyimak acara selanjutnya. Ikut foto bareng pun cuma sekali, hihi. Berikutnya saya kembali ke rumah. Akas sudah asyik main dengan anak-anak lain.

Pemasangan cincin kawin

Di rumah keluarga Nia sudah dihidangkan makanan, untuk tetangga sekitar yang sudah diundang terlebih dahulu. Mirip dengan baralek kampuang saat pernikahan saya dulu, hanya saja siang hingga sore ga gitu banyak tamu. Bedanya lagi, abis akad nikah itu kedua mempelai kembali ke rumah masing-masing, dan baru ketemu lagi malam harinya, nunggu mempelai laki-laki diarak ke rumah mempelai perempuan.

Pada acara malam hari ini, mempelai pria diantar oleh rombongan orang laki-laki dan setelah itu ada rabano. Saya ga ngerti sama sekali soal rabano ini, karena acaranya buat laki-laki aja. Jadi mari kita googling ajah, wkwk.

Rombongan yang mengantar mempelai pria

Tentang Dikia Rabano

Rupanya namanya Dikia Rabano, berasal dari kata dzikir dan rebana. Jadi ini tu salah satu kesenian tradisional Minangkabau yang bernafaskan Islam. Dikia Rabano dimainkan oleh laki-laki dewasa antara 18-50 tahun. Dikia Rabano dimainkan secara berkelompok terdiri dari 6-10 orang atau bisa juga lebih. Pemain Dikia Rabano terdiri dari pemain yang bertugas sebagai penyanyi dan juga sebagai pemain musik. Pemain menyanyikan teks Dikia sambil menabuh alat musik Rabano sebagai iringan musiknya, dan setiap masing-masing pemain memainkan satu buah Rabano. Teksnya katanya berisikan tentang kisah Nabi Muhammad SAW.

Dikia Rabano digunakan dalam sejumlah upacara adat di Minangkabau. Dalam acara pernikahan, Dikia Rabano dipakai saat mengiringi pengantin dari rumah mempelai laki-laki ketempat mempelai wanita, atau sebagai simbol pemberitahuan bahwa di tempat tersebut sedang berlangsung upacara pernikahan.

Sekian hasil pemahaman saya dari browsing. Wah sungguh saya baru tahu lho, hehe.

Dikia Rabano di rumah keluarga Nia

Oia pada acara malam hari ini juga ada pemberian gala (gelar) kepada mempelai pria. Gala untuk Irfan adalah Malin Bandaro, daaan ini sama persis dengan gala papa saya, kekeke.

Resepsi di Canduang, 17 November 2018

Kalau biasanya resepsi pertama itu diadakan di tempat mempelai perempuan, kali ini beda lagi. Resepsi pertama justru berlangsung di rumah mempelai laki-laki di daerah Canduang. Keluarga kami sih posisinya jadi tamu ya, jadi kami ke sana seperti pergi ke kondangan biasa aja, hehe.

Kami datang agak siang. Akas itu paginya cuma sarapan kue (ampuni saya), dan sesampainya di sana, dia rewel minta segera makan, OMG. Namanya baru datang ya, biasanya basa-basi dulu kan sama yang ditemui, eh ini anak desak-desak minta makan. Kami memilih makan di dalam rumah yang digelar seprah, trus Akas ini langsung aja ambil nasi sendiri, wkwk. Kelaparan berat ni anak, ga dikasih sarapan yang proper sih sama emaknya. 😆

Resepsi di Canduang ini sekalian resepsi adiknya Irfan juga, jadi di pelaminan ada dua pasang mempelai. Jadi keingat resepsi sepupu di Padang dulu. Dan rupanya di sini pakai suntiang warna perak.

Baca juga: Menghadiri Pernikahan Luthfi & Reza serta Reza & Merin

Kedua pasang pengantin di resepsi Canduang

Kami ga lama-lama di sana. Selesai makan, ngobrol bentar, foto-foto, trus balik deh.

Mayan ini hasil foto selfie-nya layak dipajang, wkwk

Resepsi di Baso, 18 November 2018

Ini resepsi kedua acara pernikahan Nia dan Irfan. Seperti biasa, resepsi di keluarga besar kami diadakan di hall milik keluarga. Saya ga gitu mengikuti acaranya sih, karena tamunya ga ada tamu saya sama sekali, heuheu.

Paginya keluarga besar menerima rombongan tamu dari Canduang. Saat itu pengantinnya pakai pakaian biasa aja, batik dan baju kurung. Ceunah karena mesti beramah-tamah dulu, jadi belum pas kalau pakai suntiang. Setelahnya barulah pengantinnya berganti pakaian.

Pakaian pertama yang digunakan adalah baju pengantin dengan suntiang. Sebelum ke pelaminan, saya sempat lihat dulu di kamar pengantinnya.

Baru beres pasang suntiang

Selanjutnya saya lebih banyak di dalam rumah sih, hihi. Bingung juga kalau di hall ngapain aja. Paling sesekali aja saya ke sana, fotoin pengantinnya ala kadarnya, lihat-lihat, makan.

Pakaian marapulai dan anak daro dengan suntiang
Foto dengan keluarga saya, minus Akas dan ayahnya

Dekorasi acaranya juga menyediakan photo booth. Pengen banget foto berdua sama Akas, tapi anak ini entah kenapa nolak mlu tiap diajak foto, huhu. Jadi ya udahlah, foto sama adik saya aja, bumil yang lagi buncit maksimal karena tinggal menunggu hari persalinan.

Sisters, brother-nya entah di mana waktu itu
Nak bujang yang sudah gagah dengan batik tapi ga mau difoto

Setelah Ashar, kedua mempelai berganti pakaian. Seperti adik saya dulu, mereka memakai baju Koto Gadang lagi tapi warna hitam. Mereka memilih 2 pakaian aja untuk resepsi, karena ga mau rempong ganti pakaian sampai 3x, beda dengan saya dulu, kekeke.

Pakaian marapulai dan anak daro dengan baju Koto Gadang
Foto ramean setelah ada drama Akas nangis sebelumnya

Apalagi ya yang bisa diceritain? Bingung saya, haha. Karena diingat-ingat saya lebih fokus sama laptop, beresin rekap biaya masuk SD di Bandung untuk di-publish di blog, wkwk.

Baca juga: Biaya Masuk SD Swasta di Bandung Tahun Pelajaran 2019/2020

Jadi yaa kayaknya segitu aja cerita seputar resepsinya. Dibanding saat menghadiri resepsi adik saya dulu sih, yang ini ga kerasa cape. Dulu rada tersiksa pakai sepatu cantik, kali ini sepatunya udah lebih nyaman di kaki, dan saya juga banyak pakai sandal jepit aja waktu itu kalau lagi mau mondar-mandir, haha.

Dengan selesainya acara resepsi di Baso ini, berakhirlah rangkaian acara pernikahan Nia dan Irfan. Kami balik ke Bandung tanggal 20 November 2018. Alhamdulillah bisa datang ke acara kali ini dan berkumpul dengan keluarga besar lagi.

Salam,

Reisha Humaira

2 komentar pada “Menghadiri Pernikahan Nia & Irfan

  • 28 November 2018 pada 11:59
    Permalink

    uwaaah rame juga ya nikahan adat Padang
    kereeeen
    kapaan ya aku punya saudara orang Padang
    pengen gitu datang ke nikahannya
    hahaha

    Balas
    • 29 November 2018 pada 01:13
      Permalink

      Kalau berjodoh dengan orang Padang aja gimana kak Ros? Hihihi..

      Balas

Leave your comment