Selamatkan Generasi dari Bahaya Rokok dengan Dukung Rokok Harus Mahal

Seketika ingin rasanya mengeluarkan sumpah serapah saat saya melihat pasangan sedang berbicara berhadap-hadapan, si perempuan sedang hamil, si laki-laki merokok sambil menghembuskan asap rokoknya ke muka si perempuan. Apa daya saya cuma bisa menggerutu di dalam hati. Saya selalu kesal dengan perokok yang merokok tidak pada tempatnya, apalagi yang merokok di dekat ibu hamil, bayi, dan anak-anak.

Saya beruntung tumbuh di rumah tanpa perokok. Papa saya tidak pernah merokok. Saya ingin mendapatkan suami yang juga tidak merokok, alhamdulillah kesampaian. Alhasil saya bisa bernafas dengan nyaman di rumah. Saya tidak khawatir anak saya bakal terpapar asap rokok sejak bayi dari keluarganya sendiri.

Sayangnya tidak semua orang bisa beruntung mendapatkan privilege hidup tanpa rokok ini. Tak jarang kita lihat seorang ayah menggendong anaknya sambil merokok. Tak jarang kita lihat seorang suami merokok di dekat istrinya yang sedang menyusui. Bahkan juga tak jarang kita lihat seorang ibu duduk di restoran dengan anaknya sambil merokok. Padahal bayi dan anak-anak itu sangat rentan terhadap bahaya asap rokok. Apakah mereka ingin anaknya sakit-sakitan?

Kebetulan di linimasa media sosial saya berseliweran info kampanye #rokokharusmahal #rokok50ribu. Wah menarik. Saya pun mencoba mendengarkan program radio Ruang Publik KBR yang Rabu lalu mengangkat tema “Selamatkan Generasi, Perempuan Dukung Rokok 50 Ribu”. Temanya pas sekali dengan kegelisahan saya terhadap anak-anak dan perempuan yang harus hidup di sekitar asap rokok. KBR mengundang Ibu Magdalena Sitorus dari Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T) serta financial trainer Mbak Ligwina Hananto. Berikut catatan saya dari dialog KBR dengan Ibu Magdalena dan Mbak Ligwina.

A post shared by KBR.id (@kbr.id) on

Perempuan dan Anak, Paling Rentan Terhadap Bahaya Rokok

Bukan hal baru lagi bahwa perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap bahaya asap rokok. Kenapa? Karena perokok itu mayoritas laki-laki, sehingga di dalam rumah sendiri, perempuan dan anak-anak banyak yang terpapar asap rokok dari suami, ayah, saudara, atau anggota keluarga lainnya. Perempuan dan anak-anak itu terpaksa harus jadi perokok pasif, padahal bahayanya terhadap kesehatan sama saja dengan perokok aktif.

Mirisnya lagi, konsumen rokok tertinggi ini berasal dari golongan ekonomi lemah. Pengeluaran untuk belanja rokok kadang bisa lebih tinggi dibanding pengeluaran untuk membeli bahan pangan yang bergizi untuk keluarga. Dan dengan budaya patriarki yang masih kental di Indonesia, seringkali perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, akibatnya perempuan pun sulit menolak saat uang keluarga digunakan oleh suami untuk membeli rokok. Apalagi dalam keluarga di mana yang punya penghasilan hanyalah suami, perempuan makin merasa tidak punya hak untuk melarang suaminya membeli rokok dengan uang yang dihasilkannya sendiri.

Bahaya rokok terhadap perempuan dan anak-anak tidak hanya dari sisi kesehatan mereka saja. Bayangkan juga kalau nanti laki-laki yang merupakan tulang punggung keluarga itu sakit, biaya yang dikeluarkan akan lebih banyak, sementara sumber penghasilan berkurang. Si istri jadi mesti menyediakan waktu untuk merawat suaminya, mesti bekerja untuk menghidupi keluarga, sambil tetap mengurus anak dan melakukan pekerjaan domestik rumah tangga. Ujung-ujungnya, perempuan dan anak-anaknya lagi yang menanggung akibatnya.

Di sisi lain, anak-anak juga rentan untuk menjadi perokok aktif nantinya. Mereka punya ayah sendiri atau orang dewasa lain yang bisa ditiru. Iklan rokok bertebaran di mana-mana dan industri rokok memang melihat anak dan remaja sebagai target potensial untuk menjadi konsumen jangka panjang produk mereka. Dan sejauh ini mereka berhasil, jumlah anak-anak dan remaja perokok terus meningkat dari tahun ke tahun.

Belum lagi harga rokok yang sangat murah dan bisa dibeli ketengan, dengan uang saku anak TK dan SD saja rokok itu sudah bisa didapatkan. Membeli rokok pun tidak sulit, siapa saja bisa beli termasuk anak-anak, kapan saja dan di mana saja. Kita tentu punya teman yang sudah merokok sejak SD atau SMP. Melihat anak SD merokok dengan masih memakai pakaian seragam sekolahnya juga bukan pemandangan baru lagi.

Rokok 50 Ribu dan Kaitannya dengan Keuangan Keluarga

Saya yakin mayoritas perokok sudah tahu apa dampak dan bahayanya rokok terhadap kesehatan. Namun demikian, hal itu tetap tidak bisa membuat mereka berhenti merokok. Namanya juga adiksi, sulit untuk melepaskannya. Tapi bagaimana kalau harga rokok harus mahal?

Kalau Harga Rokok Mahal…

Kebanyakan perokok dari golongan ekonomi lemah punya penempatan prioritas yang salah dalam perencanaan keuangan keluarganya. Buat para perokok, rokok adalah kebutuhan primer, sehingga pembelian rokok termasuk ke dalam pengeluaran rutin. Seringkali pengeluaran untuk rokok ini tidak dihitung dan tidak dibandingkan dengan pengeluaran lain yang wajib, seperti untuk makan dan pendidikan anak. Alhasil banyak kita temukan buruh yang mengeluh tidak punya biaya untuk membeli lauk yang bergizi atau membiayai pendidikan anak, tapi selalu ada uang untuk membeli rokok.

Bagaimana rokok mahal bisa mengurangi pengeluaran keluarga miskin? Bukankah mereka akan lebih banyak lagi mengeluarkan uang untuk membeli rokok?

Kalau harga rokok mahal, orang-orang akan berpikir ulang dan mengubah prioritasnya. Kalau harga rokok lebih besar daripada biaya makan sehari-hari, apa iya para perokok akan lebih memilih untuk tetap merokok tapi tidak bisa makan? Rasanya tidak. Manusia yang normal pasti lebih memilih mengisi perut ketimbang menghembuskan asap.

Kalau harga rokok mahal, perempuan lebih mudah menyuarakan kepada suaminya untuk mengatur ulang pengeluaran rumah tangga. Perempuan punya alasan yang lebih kuat. Akan ada komunikasi antara pasangan untuk membahas keuangan keluarga. Pengeluaran rutin untuk rokok harus dikurangi atau ditiadakan sehingga ada budget yang cukup untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

Mengurangi adiksi pada perokok itu berat, apalagi menghilangkan kebiasaan merokok jika tidak ada alasan yang kuat untuk mereka berhenti merokok. Tapi dengan mengkondisikan harga rokok jadi mahal, kita bisa memotong rantai pembelian rokok ini di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga jumlah perokok bisa berkurang.

Kenapa 50 Ribu? Kenapa Tidak Lebih Mahal Lagi?

Saat ini gencar dilakukan kampanye #rokok50ribu. Kenapa harus 50 ribu? Kenapa tidak sekalian saja harga rokok dinaikkan lebih mahal lagi, minimal 100 ribu misalnya?

Angka 50 ribu tidak muncul begitu saja. Angka 50 ribu sudah diperhitungkan dan disurvei kepada masyarakat. Angka 50 ribu masih wajar dan masuk akal dicapai dengan aturan cukai rokok dan sebagainya dari pemerintah. Beda jika harga rokok langsung naik jadi 100 ribu, alasannya tidak kuat.

Angka 50 ribu untuk harga rokok sudah tergolong mahal untuk sebagian besar masyarakat, dan anak-anak akan lebih tidak mampu untuk membeli rokok dengan uang jajan mereka. Angka 50 ribu sudah tergolong banyak untuk uang makan harian sebagian besar masyarakat, dan orang-orang tidak akan merasa berat untuk mengubah prioritas pengeluarannya. Angka 50 ribu sudah cukup dan insya Allah efeknya akan besar.

Angka 50 ribu ini adalah batu loncatan. Proses untuk menjauhkan generasi kita dari bahaya rokok masih panjang, jadi upaya ini tidak akan berhenti di angka 50 ribu saja. Semua proses yang dijalani tetap perlu dievaluasi dan di-improve ke depannya. Warga juga tetap perlu diedukasi.

3 Peran Perempuan untuk Selamatkan Generasi dari Bahaya Rokok

Perempuan mempunyai peranan yang sangat penting dalam membangun generasi, termasuk dalam melindungi dan menyelamatkan anak-anak kita dari bahaya rokok. Ada tiga peran yang bisa kita lakukan untuk itu.

1. Kalau Merokok, Berhentilah Merokok

Walaupun perokok itu mayoritas laki-laki, tidak bisa dipungkiri bahwa banyak juga perempuan yang merokok. Perempuan punya alasan yang lebih banyak untuk berhenti merokok. Perempuan yang sedang hamil atau menyusui sudah wajib untuk berhenti merokok kalau memang tidak ingin “meracuni” bayinya. Perempuan juga lah yang akan menghabiskan waktu lebih banyak bersama anak-anak. Apakah kita tega “menyakiti” diri kita sendiri dan anak-anak yang kita lahirkan dan besarkan dengan susah payah?

Momentum Ramadhan ini juga waktu yang tepat untuk mulai berhenti merokok. Yuk segera dibuang rokoknya dan jangan pernah dibeli lagi. 🙂

2. Kalau Suami Merokok, Komunikasikan

Saya yakin para perempuan yang suaminya merokok akan lebih bahagia dan nyaman hidupnya jika suaminya tidak merokok. Tapi kita tidak bisa ujug-ujug melarang suami merokok, karena kalau caranya salah, adiksi terhadap tembakau ini bisa menjadi sumber pertengkaran.

Rumah tangga adalah urusan bersama, jadi istri berhak bersuara. Coba temukan seni dan celah dalam berkomunikasi dengan suami agar suami mau meninggalkan rokoknya. Komunikasikan dengan baik. Kalau sedang hamil apalagi sudah punya anak, istri punya alasan yang lebih kuat lagi kenapa suami tidak boleh merokok, minimal dimulai dengan tidak merokok di dalam rumah atau saat berada di dekat anak.

Perempuan adalah menteri keuangan keluarga. Walau keputusan ada di tangan suami, biasanya istrilah yang diberi tanggung jawab untuk mengatur pengeluaran. Dengan harga rokok saat ini saja, coba dihitung lagi dalam sehari suami menghabiskan berapa untuk membeli rokok. Jika dikalikan sebulan, hasilnya pasti besar. Coba cek lagi selama ini kita sering defisit atau kesulitan dalam membiayai apa, maka ada potensi untuk mengalihkan uang rokok ke situ.

Kalau harga rokok mahal, makin mudah bagi kita untuk mengkomunikasikannya kepada suami. Ini berlanjut ke peran berikutnya.

3. Dukung Kampanye #rokokharusmahal

Sepakat kalau harga rokok mahal insya Allah akan banyak manfaatnya? Yuk kita galakkan kampanye #rokokharusmahal #rokok50ribu. Salah satunya dengan berpartisipasi menandatangani petisi ini.

Apakah kampanye ini akan efektif? Kenapa tidak langsung bekerjasama saja dengan badan pemerintah atau kementerian terkait? Jadi begini. Urusan aturan harga rokok ini tidak melibatkan satu lembaga saja, ada banyak lembaga yang terkait dalam urusan birokrasinya. Urusan rokok bukan cuma soal kesehatan, tapi juga soal cukai, perdagangan, ketenagakerjaan, dll.

JP3T yang dikoordinatori oleh Ibu Magdalena sendiri lahir karena keprihatinan bersama terhadap menurunnya kesehatan dan kualitas hidup perempuan dan anak Indonesia saat ini akibat terpapar asap rokok. JP3T sudah bertahun-tahun menyuarakan isu pertembakauan. Juga masih banyak organisasi lain di luar sana yang menolak rokok dan mensosialisasikan bahaya rokok. Hanya saja sejauh ini belum ada hasil yang signifikan.

Oleh karena itu, saat ini butuh suara yang lebih banyak lagi dari masyarakat untuk mendorong negara untuk melindungi warganya dari bahaya rokok. Butuh lebih banyak lagi rakyat yang meminta perhatian serius dari pemerintah terhadap perlindungan perempuan dan anak dari dampak negatif tembakau. Butuh lebih menyeluruh lagi warga yang mendukung harga rokok harus mahal. Dengan lebih banyak suara, harapannya pemerintah akan lebih mendengar dan mempercepat proses untuk menaikkan harga rokok.

Harga rokok 50 ribu adalah awal, dan jika sudah berhasil diterapkan, bukan tidak mungkin ke depannya Indonesia punya aturan yang lebih ketat seputar rokok. Jika harga rokok sudah naik jadi 50 ribu, kita bisa berharap nantinya penjualan rokok lebih dibatasi, membeli rokok hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa dengan tanda pengenal tertentu, dan sebagainya.

Saya sudah menandatangani petisi #rokokharusmahal. Apakah Anda sudah juga? 🙂

Artikel ini diikutkan dalam Serial Lomba Blogger #RokokHarusMahal Episode 3 yang diselenggarakan oleh KBR.id

Salam,

Reisha Humaira

9 komentar pada “Selamatkan Generasi dari Bahaya Rokok dengan Dukung Rokok Harus Mahal

  • 6 Juni 2018 pada 08:23
    Permalink

    setuju banget aku dukung kampanye #rokokharusmahal ini soalnya secara perlahan bisa mengurangi ketergantungan akan rokok

    Balas
    • 6 Juni 2018 pada 10:52
      Permalink

      Semoga segera terwujud ya mbak harga rokok semahal-mahalnya, aamiin.

      Balas
  • 6 Juni 2018 pada 14:55
    Permalink

    Rokok memang harus mahal. Di negara kita doang rokok murah. Iklannya juga di mana-mana. Udah mah produknya merusak tubuh si perokok, merusak org lain juga.

    Balas
    • 27 Juni 2018 pada 22:53
      Permalink

      Betul sekali mbak. Harga rokok di Indonesia itu terlalu murah ya.

      Balas
  • 6 Juni 2018 pada 16:09
    Permalink

    suami merokok dan aku udah berbuih ceramah makanya pengen banget dukung ini bisa terealisasi aamiin

    Balas
  • 6 Juni 2018 pada 20:20
    Permalink

    Aku juga dukung Teh rokok harganya mahal, daripada beli rokok mending buat beli beras ama minyak aja hehehe.

    Mudah2an bisa tercapai yaaah…

    Balas
  • 7 Juni 2018 pada 03:31
    Permalink

    Setuju banget dengan program ini. Biar anak-anak dan anak muda susah untuk ngerokok. Dengan rokok yang mahal dan tidak dijual eceran, semoga jadi mikir banyak untuk merokok. Semoga terwujud programnya.

    Balas
  • 8 Juni 2018 pada 15:33
    Permalink

    Setuju harganya naik jadi 50 ribu. Setelah naik jadi 50 ribu, nanti lebih mudah untuk narik ke 100 ribu :))

    Balas

Leave your comment