Trip Malaysia: Batu Caves dan Putrajaya
Senin, 17 November 2014
Satu hari kami khususkan untuk keluar dari KL tapi tidak begitu jauh dari KL, yakni ke Batu Caves di utara lanjut ke Putrajaya di selatan. Trip ke Batu Caves menyenangkan, selama ini cuma lihat foto orang, akhirnya bisa ke sana juga. Tapi berkebalikan sekali dengan Putrajaya, ada kesan buruk, haha. Gimana ceritanya?
Batu Caves
Untuk menuju Batu Caves, kami menggunakan KTM Komuter dari stasiun Bank Negara. Dari Masjid Jamek kami jalan kaki saja ke stasiunnya, sekitar 20 menit. KTM Komuter berhenti di stasiun Batu Caves. Keluar dari stasiun, objek wisata Batu Caves sudah langsung kelihatan. Batu Caves adalah tempat suci umat Hindu di Malaysia. Patung berwarna emas yang terkenal di sana katanya adalah “World’s Tallest Murugan Statue”. Dia area Batu Caves banyak sekali merpati dan monyet, jadi hati-hati ya dengan ranjau udara, hehe.
Untuk masuk ke guanya, kita mesti menaiki tangga yang sukses bikin saya ngos-ngosan, heuu. Sepanjang tangga ke gua, banyak monyet yang lewat, jadi mending hati-hati. Dan sebaiknya jangan ke gua sambil nenteng makanan atau minuman. Monyetnya liar, suka nyambar makanan yang dibawa orang. Selain merugikan diri sendiri, itu bisa membahayakan orang lain juga soalnya. Gua di Batu Caves ternyata gede juga. Dari atas situ, kita bisa melihat pemandangan kota Kuala Lumpur.
Puas dengan Batu Caves, kami pun mencari makan siang di sana. Kemudian kami kembali ke stasiun untuk melanjutkan perjalanan lagi. Kali ini kami naik KTM Komuter lagi dan turun di stasiun KL Sentral.
Putrajaya
Dari stasiun KL Sentral, kami naik KLIA Transit dan turun di Putrajaya. Kami berencana keliling Putrajaya, kota pusat pemerintahan Malaysia. Untuk keliling Putrajaya, kalau mau gampang dan murah sebenarnya ada bus tour yang tersedia, tapi hanya ada 2x dalam sehari. Saat kami sampai di sana, jadwal busnya sudah lewat. Kami pun berencana ngeteng pake bus umum aja.
Dari terminal Putrajaya Sentral, kami bertanya ke petugas bus untuk menuju Masjid Putra. Kami pun menaiki bus yang dimaksud. Di perjalanan, setelah beberapa waktu kami bingung kok rasanya rute busnya ga mendekat ke Masjid Putra, dan sepertinya malah sudah mau balik lagi ke terminal. Kami pun turun somewhere entah di mana, dan mencoba jalan kaki aja ke Masjid Putra. Sempat berfoto sebentar di Jambatan Seri Wawasan.
Ternyata jalan kakinya jauuuh buanget, serasa ga nyampe-nyampe ke masjidnya, heuu. Beneran bikin gempor parah. Kotanya gede buanget, tapi sepi. Lesson learned: jangan jalan kaki di Putrajaya -_-“.
Akhirnya sampai juga. Di masjid, kami shalat dan istirahat sebentar. Kaki udah ga karuan rasanya.
Berikutnya kami foto-foto di sekitar masjid. Di sana ada sejumlah bangunan pemerintahan.
Udah makin sore, kami pun bingung karena dekat area Masjid Putra ternyata ga ada halte bus. Adanya taksi. Dan saat kami coba ke salah satu taksi, tulisannya sih “taksi bermeter” (pakai argo), nyatanya ongkosnya tetap kudu nego sama sopir -_-. Mana sopirnya kebanyakan orang India yang ga gitu bisa bahasa Melayu ataupun bahasa Inggris. Kami kan ga bisa bahasa India -_-.
Kami masih punya sejumlah list tempat yang pengen dikunjungi, tapi pas diskusi sama sopir (yang dibantu temennya yang bisa bahasa Inggris), ongkos yang dimintanya mahal banget. Mana kayaknya dia rada bingung juga dengan rutenya, heuu. Kami pun membatalkan niat pakai taksi. Mau coba cari info ke information center dekat situ, ternyata kantornya udah tutup. Padahal belum jadwal tutupnya mestinya -_-.
Dengan masih kebingungan, kami pun memutuskan untuk langsung balik ke terminal Putrajaya Sentral aja, walau belum tau pake apa, karena mau nego taksi lagi juga udah males. Kami mengamati jalan raya, sempat ada sejumlah bus yang lewat, tapi tetap ga nemu haltenya di mana. Akhirnya kami nekat saja mencoba menyetop bus yang lewat. Alhamdulillah ada satu bus yang mau berhenti. Dan ada sepasang bapak-ibu yang mengikuti langkah kami.
Di bus, kami bertanya ke sopir apakah busnya akan ke terminal Putrajaya Sentral. Katanya bukan. Waduh. Tapi alhamdulillah lagi, sopir busnya bilang, naik dulu aja, nanti turun di halte depan, tempat berhentinya bus tujuan Putrajaya Sentral. Sopirnya pun ga menerima ongkos dari kami.
Awalnya kami kira haltenya deket aja dari tempat kami naik, ternyata jauh buanget donk. Ga mungkin kalo harus jalan kaki ke sana. Selanjutnya sopir busnya menurunkan kami di halte dan ngasih tau bus ke Putrajaya Sentral berhenti di halte seberang jalan. Kami pun menunggu di halte itu. Ada beberapa bus sempat berhenti, tapi bukan tujuan Putrajaya Sentral. Giliran bus yang ingin kami naiki lewat, awalnya busnya malah ga berhenti, padahal jelas-jelas kami sudah berdiri siap-siap mau naik busnya. Sampai agak diteriakin dulu baru berhenti -_-.
Akhirnya kami bisa sampai juga di Putrajaya Sentral. Sepanjang jalan sebel banget rasanya, terutama suami. Ga suka banget dia sama suasana kotanya. Berasa kota mati katanya :D. Atau mungkin emang hari itu kami memang apes urusan transportasi untuk keliling Putrajaya.
Di Putrajaya Sentral, kami cari makan dulu karena udah lapar dan cape banget, selanjutnya naik KLIA Transit lagi menuju stasiun KL Sentral. Dari stasiun KL Sentral, kami naik LRT dan turun di stasiun Masjid Jamek. Dari Masjid Jamek jalan kaki lagi ke hotel. Hari yang melelahkan bangeeet.
Kesan buruk dengan Putajaya ini memang sedikit banyak salah kami, haha. Salah kami ga ngejar bus untuk tour keliling Putrajaya. Harusnya ikut bus itu aja, atau pake Uber dan sejenisnya bisa kali ya (waktu itu belum kenal Uber). Sepanjang kami jalan-jalan, rasanya ke Putrajaya ini lah yang paling bikin gempor plus emosi. Kalo gempor tapi hepi mah ga apa-apa ya, haha.
Salam,