4-Jan-2014: Maanta Siriah

Setelah acara baiyo-iyo, rangkaian acara pernikahan kami dimulai dengan prosesi maanta siriah. Secara harfiah, maanta siriah berarti mengantarkan sirih. Kalau di-googling, penjelasan dari prosesi maanta (mahanta) siriah agak berbeda dengan apa yang kami jalankan. Sepertinya tergantung adat masing-masing daerah juga.

Baca juga: 1-Jan-2014: Baiyo-iyo

Di keluarga saya, pada prosesi maanta siriah pihak keluarga perempuan akan datang ke pihak keluarga laki-laki untuk meminang. Di daerah lain mungkin dikenal dengan batuka tando. Ya, pihak perempuan yang mendatangi :P. Tapi prosesi ini berbeda dengan acara lamaran yang biasa saya lihat pada teman-teman di Pulau Jawa.

Yang datang ke keluarga Evan di Padang bukanlah keluarga inti saya (orang tua) ataupun saya. Yang berangkat adalah mamak (saudara laki-laki ibu) saya, niniak mamak sesuku (kalo ga salah :D), dan urang sumando dalam keluarga besar saya. Laki-laki semua. Jumlahnya sekitar 5-6 orang saja kalo ga salah. Pagi-pagi mereka berkumpul di rumah saya, lalu makan dulu.

Rombongan yang maanta siriah ini membawa siriah langkok serta “tando”. Siriah langkok, seperti biasa, isinya daun sirih serta pelengkapnya ditaruh di dalam carano. “Tando” yang dimaksud adalah suatu barang yang akan dijadikan tanda kesepakatan bahwa kedua insan ini akan dinikahkan *uhuk*. Keluarga dari kedua belah pihak masing-masing menyediakan “tando” ini, lalu “tando” tersebut akan dipertukarkan pada saat maanta siriah. Setelah akad nikah, “tando” tersebut dipertukarkan kembali, alias dikembalikan. Formalitas aja kayaknya ya, hehe.

Dari pihak keluarga saya yang dijadikan “tando” biasanya adalah kain songket. Tapi ga mesti yang baru juga sih, pake yang ada aja juga ga masalah, toh nanti akan dikembalikan lagi. Dari pihak keluarga Evan awalnya sempat bingung juga (karena di mereka tidak ada tradisi ini), apalagi tahunya baru saat rombongan dari Baso berangkat ke Padang, haha. Panik mau beli ke mana kain songketnya. Tapi akhirnya saya bilangin aja ke keluarga di Padang, pake kain yang ada aja. Kain songket lama yang udah jelek juga ga apa-apa, ga usah beli baru lah ya, sayang.

Acara selanjutnya di Padang ga bisa saya ceritakan sedetail mungkin, karena saya ga ada di sana, hehe. Jadi saya tulis sesuai cerita singkat dari Evan aja. 😀

Oia, Evan sebenarnya baru berangkat dari Balikpapan ke Padang pada tanggal 4 Januari 2014 itu. Evan sendiri sebenarnya tidak perlu hadir dalam prosesi ini. Yang penting ada mamak dari kedua belah pihak. Peran mamak di Minangkabau dalam acara pernikahan memang penting, hehe.

Tapi ternyata Evan sampai di rumahnya pas saat rombongan dari Baso sampai di Padang, jadi sekalian aja Evan ikutan. Rombongan dari Baso disambut oleh keluarga Evan. Hidangan sudah tersedia, jadi selanjutnya makan-makan dulu. Setelah makan barulah rombongan dari Baso menyampaikan maksud kedatangannya ke Padang (yang pada dasarnya udah diketahui juga sih, hehe), pakai petatah-petitih gitu kalo ga salah. Lalu di akhir dipertukarkanlah “tando” yang dibawa tadi. Selain membulatkan kesepakatan terkait pernikahan, pada prosesi ini bisa dibilang juga waktunya untuak para mamak dan sumando dari keluarga saya melihat seperti apa sang calon menantu serta keluarganya.

Acaranya bisa dibilang sebentar saja. Sayang ga ada dokumentasi foto sama sekali waktu prosesi ini, hehe.

Setelah selesai, rombongan langsung kembali ke Baso dan menyerahkan “tando” dari pihak keluarga Evan tadi. Maanta siriah selesai, selanjutnya tinggal menunggu 9 Januari 2014 untuk manjapuik marapulai sebelum akad nikah.

Salam,

Reisha Humaira

Leave your comment