4 Hal Tentang Auckland Ini Tidak Seperti yang Dibayangkan

Kembali mencoba tinggal di negara maju, ekspektasi saya terhadap Auckland ini sedikit banyak dipengaruhi oleh pengalaman saya saat tinggal di Tokyo. Tentu saja New Zealand berbeda dengan Jepang, tidak bisa disamakan. Sama-sama negara kepulauan sih, tapi jumlah penduduknya aja beda jauh. Karakter penduduknya juga berbeda.

Tapi ada beberapa hal yang dalam bayangan saya di negara-negara maju itu sama, eh tapi ternyata ga juga. Apa aja nih yang saya temui di Auckland yang ga sesuai bayangan saya? Empat hal ini nih di antaranya. 😀

Baca juga: Auckland Itu Seperti Apa? Kenalan Yuk!

Disclaimer dulu deh ya. Apa yang saya tulis di sini jangan digeneralisasi dulu, karena yang saya tulis adalah hal yang saya alami saja, tidak bisa mewakili Auckland secara keseluruhan. Lagipula daerah jajahan saya di sini ga banyak, mainnya kurang jauh, hehe.

Di Auckland Banyak Orang Asia

Dalam bayangan saya, di Auckland saya bakal lebih banyak ketemu orang New Zealand yang bule, atau orang Maori dan Pasifik. Tapi sejauh ini, saya sering sekali ketemu orang Asia, terutama orang Chinese (plus Asia Timur lainnya) dan India (plus Asia Selatan lainnya).

Di Auckland ini memang banyak sekali pendatang dan banyak yang tinggal di pusat kota. Kalau orang asli New Zealand mungkin lebih banyak tinggal di suburb lain yang rada jauh dari tempat tinggal saya. Tapi saya ga pernah menyangka orang Asia bakal sebanyak itu.

Baca juga: Mencari Tempat Tinggal di Auckland

Toko-toko Asia ada banyak di Auckland, dan mayoritas dikelola oleh Chinese. Toko-toko India juga ada, dikelola orang India juga tentu saja. Saat ada perayaan hari besarnya, mereka bisa bikin acara lumayan gede dan banyak sekali yang datang ke acara itu.

Kalau belanja sayur dan buah, saya biasa pergi ke Avondale Sunday Market, karena di sana murah-murah. Dan di sana itu, yang jualan ataupun yang belanja kebanyakan orang Asia juga. Bule tuh kayaknya bisa dihitung dengan jari deh yang belanja di sana. Sampai-sampai saya merasa pasar itu tuh bukan berada di New Zealand, haha.

Apakah mereka semua pendatang baru? Ga juga lho. Sebagian mungkin sudah jadi permanent resident di sini. Atau ada juga yang memang lahir di New Zealand, jadi yang dulu pindah ke sini adalah orang tuanya, atau mungkin kakek-neneknya.

Masih Sering Ketemu Perokok

Ini di luar dugaan banget sih. 

Dulu tiga tahun di Jepang, saya papasan dengan perokok itu bisa dihitung dengan jari. Satu-satunya momen menyebalkan dengan asap rokok yang masih teringat sampai sekarang adalah ketika berada di dekat patung Hachiko di luar Shibuya station. Di situ bau asap rokoknya kentara banget, serasa menodai Hachiko #halah. Ternyata memang lokasi patung Hachiko itu berada di dekat smoking area.

Sisanya, saya melihat orang-orang merokok hanya di smoking area, di tempat yang memang dipasang tanda bahwa di sana boleh merokok. Dan mudah saja menghindari area tersebut sehingga kita tidak perlu terpapar asap rokok.

New Zealand juga punya kebijakan yang bagus terkait rokok. Pemerintahnya punya program Smokefree Aotearoa 2025. Banyak tempat sudah menerapkan aturan smokefree sebenarnya.

Tapi saya tuh masih beberapa kali papasan sama orang yang merokok sambil jalan. Atau lihat orang merokok di halte bus, padahal halte bus itu lokasinya di depan rumah sakit dan ada tanda smokefree di sana, uh. Atau lihat para pekerja bangunan yang duduk istirahat di pinggir trotoar sambil merokok. Atau orang-orang yang emang lagi nongkrong aja di pinggir jalan sambil merokok.

Dan walau kondisinya saya jalan sama Akas, yang mana harusnya ga boleh ada yang merokok di sekitar anak kecil, tetap aja sih terpapar asap rokok jadinya karena itu tempat terbuka.

Perokok ini lebih sering saya temui di wilayah Auckland CBD. Dugaan saya yang merokok itu adalah para pendatang, karena di Auckland CBD memang banyak sekali imigran. Kalau di suburb lain yang penduduknya ga sebanyak Auckland CBD mah ga pernah nemu perokok. Dalam bayangan saya, warga asli New Zealand tentu lebih paham dengan aturan pemerintahnya, beda dengan pendatang yang punya latar belakang dan kebiasaan berbeda. 

Daaan, tentu saja ketemu perokok di sini ga sesering ketemu perokok di Indonesia yaa. Beda standar “sering”-nya, huehe. Dulu saya membayangkan ga bakal menghirup asap rokok di Auckland soalnya, eh tapi masih aja ketemu, huft.

Masih Ada yang Buang Sampah Sembarangan

Negara maju biasanya jauh lebih bersih kalau dibandingkan dengan Indonesia. Auckland pun terbilang bersih. Cuma ekspektasi saya mungkin ketinggian. Dalam bayangan saya, bersihnya negara maju itu artinya saya ga bakal ketemu dengan sampah yang berceceran di jalan, semua sampah ya tempatnya di tong sampah.

Tapi di sini saya beberapa kali masih ketemu dengan sampah di jalan, ga tahu dari mana asalnya. Pernah lihat botol plastik, gelas kertas bekas minum, kertas, kantong plastik, dan puntung rokok. Gemes deh. 

Suami juga pernah pas lagi jalan, papasan sama orang yang seenaknya aja buang sampah. Lalu ada yang menegur orang itu, eh malah berakhir dengan perang mulut. Kayaknya sih perang mulut, soalnya mereka terdengar ribut tapi ga tahu ngomong apaan, bukan pakai bahasa Inggris soalnya, wkwk.

Padahal dibanding di Tokyo, di Auckland ini masih jauuuh lebih mudah nemu tempat sampah. Saya pernah menemukan ada beberapa puntung rokok di lantai halte bus, padahal di samping halte bus itu ada tong sampah. Duh ga mesti jalan jauh lho padahal, ga sampai 2 meter juga jaraknya ke tong sampah itu.

Ramalan Cuacanya Kadang Kurang Akurat

Yaa namanya juga prakiraan yaa, belum tentu benar. 

Selama di Indonesia saya ga pernah percaya dengan ramalan cuacanya, karena biasanya ga akurat, haha. Berubah-ubah terus. Lain halnya ketika tinggal di Jepang, saya bersahabat sekali dengan ramalan cuaca. Ramalan cuacanya sangat bisa diandalkan. Jadi kalau mau bepergian itu gampang buat memperkirakan apakah cuaca bakal cerah atau tidak.

Di Auckland, bayangan saya ramalan cuacanya bakal akurat juga seperti di Jepang dulu. Eh tapi udah cukup sering kenyataannya beda dengan apa yang dibilang aplikasi ramalan cuaca. Kata ramalan cuaca bakal hujan, eh ternyata berawan aja, sempat gerimis sih tapi sebentar. Kata ramalan cuaca hujan akan reda jam sekian, eh ternyata ga reda juga hujannya. Weleh.

Apakah saya salah aplikasi? Hmm. Di HP saya bawaannya pakai ramalan cuaca dari AccuWeather. Saya juga install aplikasi Met Service, ramalan cuaca milik New Zealand. Tapi ga ada juga yang selalu bisa dipercaya, hehe.

Dugaan saya salah satu penyebabnya adalah kondisi Auckland yang lumayan berangin, dan kadang anginnya cukup kencang. Sering kali saya lihat awan bergerak dengan cepat. Maka dari itu cuacanya juga sering berubah-ubah. 

Begitulah beberapa hal tentang Auckland yang tidak sesuai dengan bayangan saya sebelumnya. Sekali lagi, jangan menyimpulkan bahwa “wah ternyata di Auckland banyak perokok yaa”, “wah Auckland ternyata kotor juga yaa”. Ga kok. Ini kan ceritanya murni muncul dari ekspektasi saya yang ketinggian. Mungkin ada yang berpikiran sama dengan saya, mungkin ada juga yang merasa saya berlebihan, haha.

Intinya mah saya mau kasih gambaran bahwa ga ada yang sempurna yang seperti bayangan kita, huehe. Gemes soalnya kadang kalau ada yang terlalu mengagung-agungkan negara maju, seolah semuanya sempurna tanpa cela.

Demikian.

Salam,

Reisha Humaira

Leave your comment