Foto-Foto yang Sebaiknya Jangan Di-posting di Dunia Maya

Beberapa hari lalu sempat ramai di medsos, soal foto kepengurusan organisasi mahasiswa yang foto pengurus perempuannya di-blur atau diganti dengan kartun. Ada yang lihat posting-an itu juga ga? Atau mungkin turut meributkan? Hihi.

Saya ga tahu di balik foto itu cerita aslinya gimana, males juga kepoin, huehe. Tapi saya bisa mengerti, bahwa ada sebagian orang yang ga mau foto wajahnya terpajang di mana-mana, sehingga kalau posting foto itu selalu diakali supaya wajahnya ga terlihat. Biasanya dengan ditempeli stiker, emoji, atau di-blur. Ada juga yang memilih foto tampak samping yang ga gitu kelihatan mukanya atau sekalian tampak belakang. Pertimbangannya macam-macam, dari alasan privacy hingga alasan agama. 

Kalau urusan foto pengurus organisasi itu, yang aneh buat saya bukanlah kenapa yang perempuan di-blur, apapun alasannya. Yaa kalau memang semua yang perempuan harus ditutupi wajahnya, buat apa di-posting kayak gitu? Mending ga usah pajang fotonya sekalian, termasuk foto pengurus yang laki-laki. Pajang namanya aja kan cukup.

Ah kok malah ngelantur dari judul ya, wkwk. 

Gara-gara bahasan foto itu, ditambah akumulasi beberapa kejadian lain, saya jadi kepikiran soal etika posting moto di dunia maya. Sengaja saya generalisasi ke dunia maya ya, soalnya dunia maya kan ga terbatas di media sosial dan grup WA aja. 

Foto-Foto yang Saya Hindari untuk Di-posting

Yang namanya etika, apa yang baik, apa yang buruk, tentu beda standarnya buat tiap orang. Apa yang saya tulis di sini adalah yang menurut saya tidak layak untuk disebar ke mana-mana. Anda boleh setuju atau tidak, karena bisa jadi kita punya standar berbeda. Tapi saya berharap jika ada orang lain yang memotret saya, tolong jangan posting yang termasuk kriteria di bawah ini ke dunia maya.

Jadi apa aja nih foto-foto yang sebaiknya jangan di-upload di dunia maya?

Foto yang Diambil Tanpa Izin

Ini tu kalo di Indonesia biasanya ga jadi perhatian ya. Kebanyakan menganggapnya itu masih hal biasa, toh fotonya biasa aja, ga aneh-aneh. Beda banget dengan di negara lain yang sangat memperhatikan privacy

Di sekolah Akas di Auckland ini, perkara foto ini terbilang strict deh. Saat daftar sekolah, di form yang diisi ada bagian pertanyaan apakah anak boleh difoto selama berkegiatan di sekolah dan mesti ditandatangani. Kalau memang orang tua ga mengizinkan, ya si anak ga akan difoto. Lalu di dalam sekolahnya, aturannya no phone zone. Saya pernah mau moto Akas, baru ngeluarin HP, ada gurunya yang lihat, langsung saya ditegur ga boleh foto, wkwk. 

Baca juga: Sekilas Tentang UoA Early Childhood Centre, Sekolah Pertama Akas di Auckland

Ada sih momennya foto-foto dibolehin, misalkan lagi ada perayaan hari tertentu di sekolah. Tapi ya itu, kalau mau upload pun saya pilih tutupin muka orang-orangnya biar lebih aman. Kadang ada juga sih foto yang saya ambil diam-diam (sstt..), tapi yang begini sih untuk dokumentasi pribadi aja, ga saya posting ke mana-mana.

Foto tanpa izin ini ga terbatas pada foto anak orang lain aja ya. Foto siapapun kalau mau kita posting memang sebaiknya dengan seizin yang bersangkutan. Di Indonesia memang lebih longgar ya, bahkan banyakan malah pengen ikut difoto dan pengen di-upload-kan fotonya, hihi. Ya ga apa-apa. Yang penting sih kalau ada yang minta untuk hapus fotonya jangan baper atau kesel, hehe.

Foto yang Merugikan Orang Lain

Ini sih udah jelas ya. Ga hanya dari sisi etika, dari sisi UU ITE pun udah melanggar. Jangan kaget ntar kalau yang merasa dirugikan itu lapor ke polisi dan yang upload bisa dipidanakan deh. Ga mau kan masuk penjara hanya karena hal “remeh” begini.

Masih berkaitan dengan poin pertama, satu hal yang sering bikin geregetan itu adalah foto yang diambil diam-diam tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, lalu di-posting bahkan diviralkan. Kadang dalihnya mau mengedukasi, mengambil hikmah dari suatu kejadian, dll. padahal itu aib orang.

Masalahnya kalau udah viral itu efeknya ga selalu positif, negatifnya pasti ada. Apalagi kalau yang difoto itu hal negatif, bisa di-bully lah itu yang difoto ataupun yang memotret. Mau foto orangnya udah di-blur ataupun ditutupin stiker, duh, netizen Indonesia itu pinter dan jago banget deh untuk urusan kepoin orang. Kalau udah viral itu bisa dapat semua identitasnya, disebar pula. Ngeri. Tahu kah bahwa efek bullying itu mengerikan?

Baca juga: Joker, Kesehatan Mental, dan Media Sosial

Foto dengan Pakaian Terbuka atau Pose “Mengundang”

Saya paham betul ini beda standar banget bagi tiap orang. Jadi yaa memang balik lagi ke pilihan masing-masing. 🙂

Kalau buat saya pribadi, foto saya tanpa kerudung, foto saya dengan baju pendek (termasuk misal pakai baju lengan panjang tapi lengannya sedang dilipat ke atas, jadi banyak kelihatan tangannya), foto saya dengan baju renang atau baju olahraga yang membentuk tubuh (walau baju renang muslimah pun), dan sebangsanya udah ga layak upload buat saya, apalagi kalau lebih dari itu.

Foto Bayi atau Anak Tanpa Busana

Iyes, bayi dan anak kecil itu menggemaskan, apalagi kalau anak sendiri, ya kan? Dan rasanya segala kegiatannya pengen diabadikan dan dibagikan ke mana-mana. 

Tapi perlu diingat anak itu sebenarnya juga punya privacy. Buat saya, foto anak dengan pakaian dalam aja, apalagi ga pakai apa-apa sama sekali, ga layak untuk di-posting ke mana-mana. Kadang gemes ada yang posting foto atau video bayinya lagi renang, dalam keadaan telanjang, trus di-posting gitu aja. Yaa memang terserah mereka sih ya. Tapi kalau anak saya, plis jangan upload foto yang begitu. Ga usah foto sekalian kalau ga ada izin dari saya, heuheu.

Advertisement

Foto Situasi Mesra/Intim dengan Pasangan

Walau pasangan halal pun, alias suami istri, buat saya foto yang mesra berlebihan itu ga layak untuk dibagikan ke dunia maya. Apalagi kalau belum nikah, big NO deh.

Lagi-lagi, kategori intim itu beda buat tiap orang. Buat saya sih foto ciuman aja udah ga nyaman dilihat, apalagi kalau lebih dari itu. Dan saya memang menghindari berfoto dengan pose-pose begitu sih. Buat apa, heuheu.

Foto Dalam Situasi yang Tidak Pantas

Ini tuh biasanya baru kerasa kalau udah ada yang upload trus merasa gemez, wkwk.

Yang saya ingat sejauh ini, yang menurut saya situasinya ga pantas itu misalnya foto selfie dengan nisan di makam. Gunanya apa? Apalagi waktu lihat kelakuan orang-orang selfie di makam mendiang Olga Syahputra dan Pak Habibie, astagaaa. Atau foto berdua dengan pasangan, buat ngucapin belasungkawa ke orang yang baru aja ditinggal pergi pasangannya untuk selamanya. Whyyy?

Foto yang Memberikan Contoh Buruk

Buat saya, foto lagi merokok, lagi pegang atau minum minuman keras, lagi mabuk, lagi bully orang, dan sebangsanya itu ga baik untuk di-posting. Anda melakukan itu, ya silakan. Tapi posting fotonya lain cerita. Tidak upload foto seperti itu bukan berarti pencitraan, sok suci, ga jujur, munafik, dll., tapi buat menghindari supaya kita ga jadi contoh buruk buat orang lain, terutama buat anak dan remaja. 

Apalagi kalau orang yang terkenal dan punya banyak follower ya. Tahu sendiri laah netizen itu suka salah fokus, yang kita bahas apa, yang dikomentari apa. Jadi ga menutup kemungkinan, misal mungkin kita udah posting 10 contoh baik dan 1 contoh buruk, tapi justru 1 contoh buruk itulah yang banyak ditiru oleh orang lain.

Foto yang Berisi Informasi Pribadi

Foto KTP, KK, paspor, visa, buku tabungan, kartu debit, kartu kredit, dan sejenisnya yang kelihatan data pribadinya, jangan pernah disebar di dunia maya. Plis jangan. Bahaya. Bisa disalahgunakan oleh orang lain. Apalagi zaman sekarang, saat pinjaman online ada di mana-mana. Mau ga dikejar-kejar debt collector padahal ga ngutang? Ga ngutang tapi foto KTP-nya dipake orang lain buat minjem uang di pinjaman online. Ih serem.

Ini termasuk posting fotonya ke grup chat yang menurut kita isinya orang-orang yang bisa kita percaya ya. Saya pernah rada berdebat soal ini. Ketika saya bilang sebaiknya jangan, sanggahannya adalah karena di grup itu semuanya bisa dipercaya. Yaa mungkin saat ini bisa dipercaya, tapi apa ada jaminan di masa depan bakal tetap begitu? Apa ada jaminan HP orang lain itu ga akan dilihat oleh orang lain yang mungkin saja akan menyalahgunakannya? Ada banyak worst case scenario yang mungkin saja bisa terjadi lho. Jadi mending cari aman aja.

Foto Lama Orang yang Sudah Hijrah

Kata “hijrah” dulu setahu saya dipakainya untuk berpindah tempat, tapi sekarang sering juga dipake untuk yang udah pindah jadi “lebih dekat” pada Allah. Sebut saja yang dulunya ga berjilbab, sekarang berjilbab. Yang dulunya jilbabnya pendek, sekarang jilbabnya panjang hingga bercadar. Yaa sejenis itu lah pokoke.

Kalau ada yang sekarang berjilbab lalu posting foto lamanya saat ga berjilbab dulu, itu hak dia. Tapi saya pribadi ga akan posting foto lama jenis ini, termasuk share foto lama yang suka muncul di Facebook memory itu.

Foto Orang yang Sedang Sakit

Beberapa kejadian bikin saya merasa bahwa foto orang yang sedang sakit itu ternyata ga nyaman untuk dilihat, apalagi kalau sedang sakit parah, sedang tidak sadar, atau kondisi mengenaskan. Saya sampai bilang ke suami, kalau suatu saat nanti saya sakit dengan kondisi ga layak difoto, tolong jangan foto saya, dan jangan sampai ada orang lain yang foto saya, huhu. Saya cuma mau difoto dalam kondisi baik aja, bukan dalam kondisi yang ga enak dilihat.

Foto Jenazah

Saya ga pernah bisa mengerti apa gunanya posting foto jenazah di dunia maya. Yang meninggal dengan cara wajar aja menurut saya ga pantas foto mukanya di-posting, apalagi yang meninggal dengan cara tidak wajar, entah itu korban kecelakaan, korban kekerasan, korban bencana, dll. 

Saya bisa mengerti, ada yang memotret jenazah keluarganya untuk kenangan terakhir dan dokumentasi pribadi. Disimpan sendiri ga apa-apa. Tapi kalau sampai disebar ke dunia maya rasanya ga pantas. Kalau mau mengenang orang yang udah meninggal, plis posting-lah foto semasa hidupnya, foto dalam kondisi terbaiknya.

Tips Menghindari Ketidaknyamanan Ketika Foto Kita Di-posting Orang Lain

Saya hitung, ternyata ada 11 jenis foto yang saya list di atas. Lumayan ya, ahaha.

Mungkin bakal ada yang ga setuju dengan beberapa bagian dan mikir, rempong amat sih jadi orang, wkwk. Tapi pada prinsipnya, saya cari aman aja sih, menghindari kemungkinan terburuk. Percayalah jejak digital itu sulit dihilangkan 100%, apalagi kalau sempat viral. Kalau udah viral, menghapus posting-an aslinya pun ga ada gunanya, karena udah ga terhitung itu berapa yang save atau screenshot.

Kita ga pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Kali aja nanti jadi pejabat kan #eaaa. Kali aja ada yang benci sama kita. Bisa aja nanti foto yang kita upload tanpa pikir panjang itu dijadikan bahan untuk mem-bully dan menyerang kita. 

Kalau diri sendiri bisa lah ya netapin batasan mana foto yang boleh dan tidak boleh di-upload. Masalahnya, kita ga bisa mengontrol orang lain memperlakukan foto kita. Boleh jadi mereka ga tahu bahwa itu ga boleh di-posting. Bisa jadi mereka ga tahu bahwa kita ga suka foto itu menyebar. Untuk mencegah hal ini, yang bisa dilakukan di antaranya:

  1. Menghindari berfoto dalam kondisi yang tidak diinginkan.

    Ga mau foto tanpa jilbab tersebar, maka saya ga mau berfoto saat saya sedang ga pakai jilbab. Ga mau foto muka yang lagi ga enak dilihat tersebar, ya foto tampak samping atau belakang aja. Semacam itu lah kira-kira.

  2. Speak up.

    Ga semua orang tahu mana yang ga nyaman buat orang lain, karenanya kita mesti ngomong. Pernah ketika lagi kumpul keluarga ada yang memotret suasana ngumpulnya, tapi pas ada saya sedang ga pake jilbab. Saya ngomong aja langsung ke orangnya, tolong jangan posting foto yang ada sayanya tanpa jilbab. Kalau masih mau posting tolong crop aja sayanya.

    Ga cuma sebelum di-upload, kalau ada foto kita yang udah di-posting orang lain dan kita merasa ga nyaman dengan itu, bilang aja langsung ke orangnya, minta fotonya dihapus.

Demikianlah, gara-gara foto mahasiswa di-blur aja mikirnya sampai ke mana-mana gini, wkwk. 

Buibu pakbapak merasa foto kayak apa yang ga pantas di-posting di dunia maya?

Salam,

Reisha Humaira

17 komentar pada “Foto-Foto yang Sebaiknya Jangan Di-posting di Dunia Maya

  • 24 Februari 2020 pada 07:31
    Permalink

    Bener mba.. aku sekarang kalau mau post foto mikir berkali2 dulu… aku post tujuannya buat apa, nanti dampaknya apa, dll.

    Yg sering terjadi setelah mikir berkali2 gitu. Eh gak jadi post haha

    Balas
    • 24 Februari 2020 pada 17:23
      Permalink

      Wah tosssss, sama bangeeet, haha. Udah sering tuh saya ga jadi posting foto karena dipikir berkali-kali, wkwk.

      Balas
  • 24 Februari 2020 pada 12:21
    Permalink

    Ahaaayy yg tentang hijrah itu Mbak, saya tuh suka gemes juga kalau ada yg posting foto temannya yg nyatanya udah tahu sekarang udah hijrah tp foto lama masih dipost juga, isshh ingin kuuu…..
    Sama itu juga tuh yg pegang barang yg gak harusnya dipublish (minuman, rokok, dll) aaahh kenapa sih orang gak sadar yg gituan. Huuft.

    Balas
    • 24 Februari 2020 pada 17:25
      Permalink

      Soal yang hijrah itu kadang mungkin ada juga yang merasa gpp karena yang bersangkutan sendiri juga ga masalah memposting foto dirinya waktu belum berjilbab dulu, hehe. Tapi yaa kalo saya sih tetep aja ga akan posting lagi.

      Nah yang pegang barang2 seperti itu makin banyak ya sekarang, huhu.

      Balas
  • 24 Februari 2020 pada 14:53
    Permalink

    Akaaas masih baby2 todler,gemas, salfok sama profile about me nyo un

    Balas
    • 24 Februari 2020 pada 17:26
      Permalink

      Wkwk, malah fokus ka foto Akas. Udah waktunya diganti tampaknya. 😀

      Balas
  • 24 Februari 2020 pada 16:30
    Permalink

    Foto kegiatan sekolah anak itu yang menarik ya. Baru tahu sekolah bisa buat surat persetujuan boleh nggaknya foto anak di share. Sekolah anakku selalu bagi foto kegiatan anak di sosmed.

    Balas
    • 24 Februari 2020 pada 17:30
      Permalink

      Eh jadi keingat juga teh soal media sosial.

      Kalau yang saya sebut sekolah Akas, mereka ga pake medsos, tapi pake platform Educa namanya, untuk bagi-bagiin laporan kegiatan atau perkembangan anak.

      Akas satu lagi masuk Playcentre, di situ sama, pas daftar ada persetujuan soal foto juga. Kalo Playcentre ada grup FB-nya, kadang share foto juga di sana. Tapi aturannya cuma boleh di-posting di grup itu, dan kalau ada yang ga mau foto anaknya di-share di sana, jangan di-posting. Posting di luar grup FB ga dibolehin.

      Balas
  • 24 Februari 2020 pada 17:27
    Permalink

    untuk foto anak setuju sekali, saya pilih2 mau upload,skrg makin males upload, kalo foto privasi ya normal2 aja fotonya,yg intim koleksi pribadi, saya skrg udah males foto2 rame2, kalau kumpul dgn teman disini terutama orang lokal, jarang ada dokumentasi, kita asyik aja ngobrol. jd kebawa. dulu waktu sering kumpul sesama wni2 ga habis2nya foto bareng

    Balas
    • 24 Februari 2020 pada 17:39
      Permalink

      Wah sama mbak, saya juga dengan teman orang lokal sini ga pernah foto-foto. Pengen punya dokumentasi tapi merekanya ga ada tuh foto2 apalagi selfie2, jadi merasa aneh kalo mau foto, wkwk. Dan sama WNI di sini pun foto2 paling kalo ngumpul aja, itupun ga banyak2 amat.

      Balas
  • 25 Februari 2020 pada 02:50
    Permalink

    belum penrah alami foto dipakai orang lain sih

    Balas
  • 25 Februari 2020 pada 02:53
    Permalink

    Ada yg mengambil keuntungan dgn foto jenazah yg tewas tdk wajar dgn komentar yg tdk baik atau contoh azab org2 spt ini tidak sadar kalo mereka zalim pd org yg sdh meninggal

    Balas
  • 25 Februari 2020 pada 08:13
    Permalink

    Waduh saya malah gak tahu kasusnya. Tapi memang lucu lucu sih netizen hari ini

    Balas
  • 26 Februari 2020 pada 02:41
    Permalink

    How can i not agree bangeeettt!!

    Yang paling miris itu loh foto jenazah, ya Allah…
    Melihat foto orang yang sudah meninggal dalam keadaan ceria aja udah bikin hati teriris loh, sampai sekarang saya masih sering nangis kalau lihat foto adik saya, setelah 20 tahun lebih berlalu huhuhu.

    Waktu adik saya meninggal, om saya sempat ambil beberapa fotonya saat dikafani, Alhamdulillah kameranya rusak, jadinya fotonya gagal dicetak, dulu masih pakai kamera cetak rol hihihi.

    Kalau foto berpakaian terbuka juga, apalagi posting di IG dikasih hashtag, selamanya deh ngendon di Google tuh 😀

    Balas
  • 16 Maret 2020 pada 17:46
    Permalink

    Wah menarik nih. Kalau aku pribadi, sebetulnya memang kurang suka di foto dan foto2 selfie, alias malas berpose. Yang bikin aku geram itu foto orang sakit, jenazah sama foto mesra pasangan yang menurut aku ganggu bangettt.

    Terkait postingan kaka ini aku jadi inget kalau warga Jepang yg sedikit sensitif persoalan privasi kehidupan mereka, terutama di media sosial. Mau follow medsos aja harus minta izin dulu, beda sama di Indonesia heuheu. Btw nice posting kak! terus menulis ya ~

    Balas
    • 31 Maret 2020 pada 08:37
      Permalink

      Betul sekali! Di Jepang juga HP-nya ga bisa di-silent saat foto, jadi pasti ada suara cekreknya. Sengaja begitu katanya untuk menghindari orang memotret diam-diam.

      Balas
  • Pingback: Tulisan Minggu #8 - 1 Minggu 1 Cerita

Leave your comment