Rokok Ternyata Turut Menyebabkan Stunting pada Anak
Bicara tentang stunting, saya baru kenal istilah stunting ini pada tahun 2015. Saat itu anak saya akan mulai MPASI, dan dari beberapa artikel yang saya baca, disebutkan bahwa di Indonesia kasus stunting itu masih tinggi karena pemberian nutrisi yang tidak tepat pada anak.
Lalu beberapa waktu lalu saya baru mengetahui bahwa konsumsi rokok pada orang tua dapat menyebabkan anak stunting. Ini bukan sembarang statement, karena ini disampaikan langsung oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) berdasarkan hasil penelitian mereka. Ya ampun, nambah lagi deh alasan untuk benci sama rokok. Dulu saya kira stunting itu murni masalah asupan gizi aja.
Kebetulan tema stunting karena rokok ini dibahas lebih dalam pada program radio Ruang Publik KBR Minggu lalu, dengan tajuk “Rokok Murah Sumbang Penyebab Stunting“. Narasumbernya pun berasal dari background yang berbeda, sangat menarik karena kita bisa makin paham apa kaitannya rokok dan stunting ini, dipandang dari sisi ekonomi dan kesehatan. Ada dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), M.P.H., Ketua Satuan Tugas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) serta Teguh Dartanto, Ph.D. Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
Daftar Isi Tulisan Ini
Apa Itu Stunting?
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat dari kekurangan gizi (malnutrisi) yang kronis, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Tidak hanya berperawakan pendek atau kerdil, berat badannya juga kurang, daya tahan tubuhnya buruk sehingga jadi mudah terserang penyakit.
Otak berkembang dengan sangat pesat pada 1000 hari pertama kehidupan, yakni sejak masih dalam kandungan hingga umur 2 tahun. Malnutrisi pada periode emas ini sangat berbahaya pada perkembangan otak anak. Anak yang stunting juga mengalami gangguan fungsi kognitif, perkembangan otaknya tidak baik, akibatnya kecerdasannya di bawah rata-rata. Dan kondisi ini bisa bersifat permanen.
Tanda awal stunting ini bisa terlihat sejak janin masih berada dalam kandungan. Jika ibu hamil malnutrisi, maka janinnya juga akan kekurangan gizi sehingga perkembangan janin terhambat. Tandanya, perkiraan berat janin kurang dari standar dan nantinya bayi lahir dengan kondisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Lalu, apakah semua anak yang pendek itu stunting? Tentu tidak, karena perawakan anak juga tergantung pada tinggi orang tuanya, alias faktor genetik. Tinggi akhir anak saat dewasa bisa diperkirakan, istilahnya tinggi potensi genetik. IDAI punya kalkulatornya, bisa dicoba di link ini.
Anak stunting ditandai dengan Z-score-nya yang kurang dari -2.00 SD (standar deviasi), disebut stunted, atau jika sudah kurang dari -3.00 SD disebut severely stunted. Z-score adalah perhitungan status gizi anak berdasarkan standar pertumbuhan anak keluaran WHO.
Bagaimana dengan kasus stunting di Indonesia? Ternyata angkanya tinggi. Menurut WHO, masalah kesehatan masyarakat dapat dianggap kronis bila prevalensi stunting lebih dari 20%. Sementara prevalensi balita stunting di Indonesia sudah mencapai 30%. Jadi kasus stunting di negara kita ini sudah tergolong kronis. Sedih ya. 🙁
Bagaimana Rokok Bisa Menyebabkan Stunting?
Penyebab stunting itu banyak, yang utama tentulah malnutrisi yang terjadi terus-menerus selama bertahun-tahun. Lalu apa kaitannya dengan rokok?
Ada 2 hal utama yang membuat rokok turut menyumbang penyebab stunting:
- Konsumsi rokok menurunkan pengeluaran untuk makanan bergizi. Ini dari sisi ekonomi.
- Rokok menghalangi penyerapan zat gizi di dalam tubuh. Ini dari sisi kesehatan.
Berikut penjabarannya.
#1 Rokok Menurunkan Konsumsi Makanan Bergizi
PKJS UI mengamati dampak perilaku merokok orang tua dan konsumsi rokok pada stunting. Risetnya mengunakan data panel orang yang sama selama beberapa tahun serta memperhitungkan berbagai faktor. Hasilnya anak-anak yang tinggal dengan orang tua perokok berat memiliki berat badan 1,5 kg lebih rendah dibanding anak yang tinggal di rumah tanpa perokok. Tinggi badannya juga 0,34 cm lebih rendah.
Dalam penelitian ini juga diperoleh data bahwa dalam rentang tahun 1997-2014, pengeluaran untuk membeli rokok terus meningkat. Pada tahun 1997 konsumsi rokok hanya 3,6% dari total pengeluaran rumah tangga, sementara pada tahun 2014 sudah melonjak menjadi 5,6%. Dan peningkatan pengeluaran untuk rokok ini dibarengi dengan penurunan pengeluaran untuk membeli makanan bergizi terutama protein, serta pendidikan.
Pengeluaran rumah tangga untuk daging dan ikan menurun sekitar 2,3%. Padahal protein itu sangat dibutuhkan oleh anak untuk pertumbuhannya. Ujung-ujungnya menyebabkan stunting.
Penelitian PKJS UI ini mencakup berbagai kelompok dari seluruh lapisan masyarakat. Memang masih ada anak yang tidak stunting walau orang tuanya merokok, tapi itu rata-rata berada pada kelompok keluarga kaya. Wajar ya, yang kaya itu walaupun merokok masih mampu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi, masih mampu untuk rutin ke dokter spesialis anak untuk memantau perkembangan anaknya, dan masih mampu berobat ke dokter kalau anaknya sakit.
Tapi di kelompok keluarga miskin, kasus stunting ini banyak sekali. Tak bisa dipungkiri bahwa mereka tidak bisa makan dengan layak karena sebagian uang mereka sudah dibelanjakan untuk rokok. Kurangnya penghasilan mereka membuat ibu juga harus bekerja, anak pun makin tidak terawat.
Coba lihat deh profil keluarga pemulung pada video ini. Penghasilan mereka cuma sekitar Rp100.000/minggu. Si bapak merokok, dan sehari rata-rata bisa menghabiskan sebungkus rokok. Anggaplah harga rokok Rp15.000/bungkus, artinya dalam seminggu dia bisa membelanjakan Rp105.000 untuk rokok. Dan mereka bilang ga punya uang lagi untuk beli makanan bergizi buat anaknya. Anaknya stunting, udah 3 tahun tapi beratnya cuma 9 kg. Antara geram, kesal, dan sedih rasanya melihat fakta ini. Padahal dengan harga sebungkus rokok itu masih bisa ya buat beli sebungkus nasi dengan telur dan sayuran misalnya.
#2 Rokok Menghambat Penyerapan Zat Gizi
Ribuan bahan kimia dan racun yang ada di dalam rokok bisa masuk ke tubuh melalui tiga cara:
- First-hand smoke, yakni yang diisap langsung oleh perokok. Biasa kita kenal sebagai perokok aktif.
- Second-hand smoke, yakni asap rokok yang dihirup oleh yang berada di sekitar orang yang sedang merokok. Lebih dikenal sebagai perokok pasif.
- Third-hand smoke, yakni residu dari asap rokok yang tertinggal dan menempel di mana pun setelah orang merokok. Asap rokok bisa bertahan 3-4 jam di dalam ruangan tertutup, selanjutnya bahan-bahan kimianya itu menempel di mana saja, dan orang lain tetap mungkin terpapar zat-zat berbahaya walau sudah tidak ada asap rokok.
Third-hand smoke ini menarik karena biasanya tidak diperhitungkan. Begini. Memang ada perokok yang memilih merokok di luar rumah saja, serta tidak merokok di depan anak dan istrinya supaya mereka tidak terpapar asap rokok. Padahal asap dan racun rokok itu masih menempel ke badan dan pakaiannya, nanti setelah merokok ya tetap aja bawa racun ke rumah. Tahu sendiri kan kalau perokok itu masih tercium bau rokoknya walau mereka sedang tidak merokok.
Dan ternyata, ada beberapa zat gizi yang terpengaruh penyerapannya oleh asap rokok. Bahan kimia dari rokok itu terhirup masuk ke dalam tubuh, bereaksi, akibatnya zat gizi itu tidak terserap dengan baik oleh tubuh. Selanjutnya ya pertumbuhan anak terganggu dan bisa berujung stunting.
Bisa kebayang ya, menghirup residu asap rokoknya aja udah berdampak buruk, apalagi kalau menghirup asapnya. Apalagi kalau ibu hamil yang merokok. Apalagi kalau anak-anak yang merokok.
Rokok Mahal Bisa Berperan untuk Mencegah Stunting
Isu stunting ini menjadi penting karena akan mempengaruhi masa depan bangsa kita, tidak hanya dari sisi kesehatan. Anak yang stunting itu kecerdasannya rendah dan fisiknya kerdil. Setelah dewasa, produktivitasnya lebih rendah sehingga pendapatannya juga lebih rendah dan menambah kemiskinan. Apa jadinya nanti kalau generasi penerus bangsa ini banyak yang kurang cerdas dan miskin.
Tidak hanya stunting pada anak, jumlah perokok anak juga terus meningkat. Pada tahun 1993, jumlah perokok usia 11-20 tahun hanya 1,8%. Pada tahun 2014 jumlahnya meningkat jadi 7,7% alias meningkat 4x lipat lebih. Jumlah perokok usia 21-30 tahun juga meningkat dari 14,5% menjadi 23,6%. Sungguh banyak sekali generasi kita yang tidak sehat.
Apakah stunting bisa dicegah? Tentu saja. Stunting bisa dicegah sebelum anak berumur 2 tahun, dimulai dengan menjaga asupan gizi sejak awal kehamilan. Dan karena rokok turut menyebabkan stunting pada anak, maka konsumsi rokok harus dikendalikan.
#rokokharusmahal adalah salah satu cara untuk mengendalikan konsumsi rokok. Intinya untuk menjaga agar anak-anak tidak bisa lagi membeli rokok dengan uang saku mereka, serta agar keluarga miskin tidak mampu lagi membeli rokok. Saat ini harga rokok di Indonesia itu masih sangat murah. Dengan #rokok50ribu atau lebih mahal lagi, uang jajan anak-anak tidak cukup lagi untuk membeli rokok. Keluarga miskin akan berpikir ulang apakah uang sebanyak itu masih wajar digunakan untuk beli rokok ketimbang makanan.
Rokok mahal tentu juga harus dibarengi dengan kebijakan yang menyeluruh seputar rokok. Aturannya sebenarnya sudah ada, dari larangan merokok, penjualan rokok hanya kepada usia 18+, kawasan tanpa rokok, dll. Masalahnya penegakan hukumnya masih kurang. Pemerintah masih belum tegas, masih setengah hati menangani isu rokok ini.
Banyak kepentingan tarik ulur terkait rokok. Karena itu kita perlu terus mendorong pemerintah untuk merealisasikan #rokokharusmahal. Sudah tahu kan ya saat ini sudah gencar kampanye #rokokharusmahal dan #rokok50ribu. Ada petisinya juga lho di change.org/rokokharusmahal. Dulu waktu saya menandatangani petisi ini, yang tanda tangan baru 4 ribuan, sekarang udah 14 ribuan lho. Ayo ikutan juga biar makin banyak yang tanda tangan.
Kampanye ini sudah didengar pemerintah lho. Kata Pak Teguh sudah ada memo dari menteri Keuangan untuk melihat data penelitian terkait dampak rokok ini. Harapan kita tahun depan harga rokok sudah jadi mahal ya, aamiin.
Salam,

Saya malah baru sekarang denger ‘stunting’ dan baru tau juga kalo salah satu penyebabnya adalah karena rokok. Semoga dengan didengarnya campaign #rokokharusmahal bisa lebih menyehatkan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang ya mba 🙂
akuuuu paling rewel kalau ada yang merokok dan dekat2, suruh ganti baju duluuuu haha
Aku setuju rokok harus mahal…
🙂
Benang merah dari harga rokok menuju stunting sebetulnya adalah kemampuan perencanaan keuangan.
Jika suatu keluarga sudah mampu merencanakan keuangannya, mereka akan bisa membuat skala prioritas dan menempatkan pertumbuhan anak di prioritas utama, sehingga mereka bisa mengalokasikan pengeluaran utamanya untuk gizi anak, bukan mengalokasikannya pada rokok.
Tetapi jika keluarga ini belum bisa bikin skala prioritas, tentu pengeluaran mereka akan lebih banyak keluar untuk membeli rokok daripada meningkatkan gizi anak. Meskipun rokoknya sudah berharga Rp 50k lebih.