Dulu Tidak Suka Lari, Sekarang Kenapa Memilih Olahraga Lari?

Dulu saya tuh ga pernah suka lari, benci malah. Tapi saat ini lari jadi olahraga yang rutin saya lakukan. Kok bisaaa? Ada banyak cerita di baliknya, hehe.

Saya masih ingat betapa malasnya saya kalau udah kebagian olahraga lari di sekolah hingga kuliah. Ga suka lari, ga suka ngos-ngosan saat larinya, ga suka pegel-pegel setelahnya. 

Waktu SMP pernah ada tes lari, malasnyaaa. Jadi target saya sederhana aja: yang penting saya bukan jadi yang paling belakang. Selagi masih ada orang lain di belakang saya, berarti saya santai aja. Target ini masih sama persis saat saya tes lari di tahun pertama saya di ITB. Gile ye dari SMP hingga kuliah ga ada perubahan sama sekali, ahaha. Baru tahun lalu akhirnya saya bisa kalahin rasa malas untuk olahraga.

Baca juga: 7 Tips Mengalahkan Rasa Mager untuk Berolahraga

Olahraga pertama yang saya senangi itu yoga. Saya pertama kali kenal yoga saat mengikuti kelas yoga hamil di Balikpapan. Setelah dijalani, eh kok seru. Waktu Bukalapak Bandung belum pindah ke kantor yang sekarang, kami juga pernah yoga bareng, menghadirkan instruktur yoga ke kantor. Asyik. Jadi kalau mau rutin olahraga, mestinya kemungkinan besar saya pilih yoga, ga usah cape-cape coba yang lain, hihi. 

Baca juga: Diari Kehamilan Pertama: Mengikuti Kelas Yoga Hamil di Balikpapan (1)

Titik Balik Memilih Olahraga Lari

Suami saya udah suka lari sejak lama, walau emang ga gitu rutin larinya. Tapi saya dulu ga tergoda ikut jejak suami. Suami lari, saya nyantai di rumah, ahaha.

Namun akhirnya tiga hal ini bikin saya kepikiran, apa saya coba lari yaa?

Tulisan-Tulisan alm. Syva

Lari mulai muncul di kepala saya setelah saya membaca tulisan Syva di blognya tentang pengalaman race 5K pertamanya. Di circle saya tentu saja Syva bukan orang pertama yang ikut race lari. Sebelum-sebelumnya mah udah banyak yang posting foto-foto ikut race apalah, event apalah, tapi saya ga pernah tertarik.

Tapi ketika baca cerita yang lebih lengkap itu rasanya memang beda dibanding melihat foto-foto “pamer” aja. Terlebih saya suka sekali membaca blognya Syva. Jadi kangen Syva. T.T

Lebih lengkapnya bagaimana tulisan Syva turut mempengaruhi saya untuk berlari sudah pernah saya tulis di Facebook saya ini.

Tulisan Teh Patra

Bulan Oktober 2019, euforia ITB Ultra Marathon membanjiri medsos saya, terlebih dari rekan-rekan ITB Motherhood ataupun Informatika ITB. Melihat angka jarak lari terpendek sekitar 11K aja saya geleng-geleng, gilaaa ni orang-orang kuat amat lari sejauh itu.

Tapi lagi-lagi yang ngena itu bukanlah foto-foto, melainkan tulisan lagi. Teh Patra nulis panjang lebar gimana prosesnya sampai beliau ikut ITB Ultra Marathon bersama Mamah Gajah Berlari. Yang bikin wow adalah, karena setelah lari, Teh Patra ini lanjut ke nikahan anaknya donk. Gile dah anak besok nikah, hari ini masih ikutan event lari, luarrr biasa.

Dan satu hal yang saya garis bawahi, ternyata bisa ya ikut race lari sejauh itu start dari 0 dalam beberapa bulan saja. Dulu saya kira yang bisa lari jauh gitu hanyalah mereka yang udah rutin lari dari lama. Dan mereka anggota Mamah Gajah Berlari itu adalah para mamah, yang berarti sehari-harinya juga sibuk ngurus anak yang mungkin ga cuma satu. Warbyasah sih.

Syva dan Teh Patra aja bisa lari jauh mulai dari 0, nah berarti saya bisa juga donk?

Mumpung Masih di Auckland, Jangan Sampai Menyesal 2x

Tahun 2012, ketika saya pindah tinggal ke apartemen di wilayah Kodaira, Tokyo, saya sempat berkeinginan jogging menyusuri cycle path yang lokasinya dekat sekali dari apartemen. Saya lupa nama jalurnya apa, dulu saya dapat brosur entah dari mana, tapi foto di brosurnya menggoda sekali. Jalurnya enakeun, terus banyak melewati jajaran pohon sakura dan beberapa taman.

Baca juga: 5 Lokasi Terbaik untuk Melihat Cherry Blossom di Auckland

Kebayang betapa indahnya, olahraga sekalian hunting foto sakura. Tapi dulu mager saya tingkat tinggi, boro-boro jogging, buat jalan kaki melewati jalur itu aja males. Hari demi hari berlalu, keinginan itu ga pernah diwujudkan sampai saya meninggalkan Jepang, wkwk.

Ada sedikit penyesalan saya di situ, kok saya dulu parah amat sih magernya, huhu. Nah sekarang saya alhamdulillah dikasih kesempatan lagi untuk tinggal di luar negeri, dan saya hanya akan di Auckland ini sampai Juli 2020 aja. 

Saya tanyakan berulang-ulang ke diri saya sendiri, apa iya saya masih mau terus mager? Lalu tiba-tiba udah balik aja ke Indonesia, trus nanti menyesal lagi? Mumpung masih di luar negeri lho ini.

  • Mumpung masih bisa menikmati trotoar yang lebar dan nyaman.
  • Mumpung masih bisa lari di pinggir jalan tanpa khawatir polusi.
  • Mumpung masih banyak ruang terbuka hijau yang bisa dilewati.
  • Mumpung masih banyak tempat-tempat kece di Auckland yang belum saya jelajahi.
  • Mumpung masih banyak cycle atau walking path bagus yang bisa dipakai berlari.
  • Mumpung insya Allah masih aman dan nyaman lari ke mana-mana sendiri.
  • Mumpung belum hamil lagi jadi sangat aman untuk berlari.

Semua “kemewahan” seperti itu belum tentu bisa saya dapat nanti di Indonesia. Kalau dengan kondisi “mewah” itu aja saya masih mager, gimana di Indonesia nanti?

Lalu saya tersadar, bahwa saya ga mau menyesal 2x. Tidak terlambat untuk memulai. Saya toh masih punya waktu beberapa bulan lagi di Auckland ini. Jadi, mari kita berlari!

Alasan Memilih Olahraga Lari

Tiga hal di atas bisa dibilang faktor utama yang membuat saya akhirnya memilih lari. Tapi alasan-alasan berikut makin membuat saya yakin dan semangat untuk rutin berlari.

Olahraga yang Paling Mudah Dilakukan

Selama kedua kaki masih berfungsi dengan baik, siapapun bisa berlari. Betul bahwa di balik lari itu ternyata banyak lagi ilmunya (dulu saya buta banget btw soal ini), tapi untuk mulai mencoba berlari aja, siapapun bisa.

Saya suka yoga tapi yang saya rasakan, yoga itu lebih seru kalau ada instrukturnya, wkwk. Kalau ada pelatih, ada yang bisa membantu memperbaiki pose secara langsung. Saya juga mau mencoba pose yang ekstrem, karena ada yang ngawasin dan jagain. Kalau sendiri dan cuma ngikutin video, ya mana berani saya coba pose yang aneh-aneh, haha. Sementara untuk berlari, kita bisa lakukan tanpa pelatih. 

Saya sengaja bilangnya “mudah” bukan “murah”, karena saya ga sepakat kalau dibilang lari itu olahraga yang paling murah. Buat saya yang ga punya sepatu yang proper untuk lari, artinya saya mesti keluar modal untuk beli sepatu. Kalau mau nyaman yaa belilah sepatu yang memang sepatu lari. Dan itu butuh modal kan berarti. Saya beli yoga mat dan sepatu lari second di sini, lebih murah yoga mat lho, hihi.

Meningkatkan Daya Tahan Tubuh dan Menguatkan Jantung

Kalau saya yoga aja tanpa instruktur, menurut saya ga akan maksimal. Tambah lagi rasanya jantung saya jadi kurang terlatih.

Lari adalah salah satu opsi olahraga kardio yang baik. Dengan lari, pernapasan dan peredaran darah bisa jadi lebih baik, sehingga sangat baik untuk kesehatan jantung.

Harapan saya yang simpel aja dulu. Sesimpel biar ga cepat cape dan ga ngos-ngosan kalau jalan mendaki atau naik tangga.

Menguatkan Tulang

Saya masih ingin punya kaki yang kuat hingga tua nanti. Kaki yang kuat juga akan sangat membantu saat melaksanakan ibadah haji nanti, insya Allah.

Dengan berlari di luar ruangan, kita juga bisa mendapatkan vitamin D dari sinar matahari. Saya udah terlalu banyak berada di dalam ruangan, jadi saya memang perlu ada alokasi waktu untuk kena matahari di luar.

Kesempatan untuk Explore Tempat Baru

Seperti sudah ditulis di atas, mumpung masih di Auckland dan insya Allah aman ke mana-mana walau sendiri, saya merasa lari ini jadi kesempatan saya untuk melihat banyak tempat baru, menjelajahi wilayah yang ga akan saya lewati dalam kehidupan sehari-hari.

Apalagi setelah saya tahu di sini ada yang namanya AKL Paths, yakni Auckland walkways, trails, and cycling tracks. Pengen rasanya dijelajahi semuanya, ahaha. 

Saya jadi senang sekali lihat-lihat peta Auckland di Google Maps. Mencoba mencari rute baru; mengecek apakah jalurnya menanjak, datar, atau menurun; hingga memperkirakan jaraknya udah jadi hiburan tersendiri buat saya, haha.

Alasan Lain Kenapa Memilih Olahraga Lari

Bagian ini sengaja saya kasih heading terpisah, karena ini bukan alasan utama saya untuk lari, tapi mungkin bisa menarik dan menggoda sekali buat orang lain. Apa itu?

Banyak Event Lari Di Mana-Mana

Bisa dibilang saat ini tiap minggu itu adaaa aja event lari. Dari yang biayanya gratis, ratusan ribu, hingga berjuta-juta ada. Dan tak bisa dipungkiri, keberadaan event lari ini sangat menarik minat orang untuk berlari. Ya gimana ga tertarik, bisa foto banyak, dapat medali plus barang lainnya, trus bisa pamer deh di medsos, haha.

Baca juga: Butuh Motivasi untuk Olahraga? Coba 11 Hal Ini

Sejauh ini, saya bukan pemburu medali dan racepack lari. Lari 5K pertama saya aja bukan di event lari lho, #bangga, wkwk.

Tapi buat sebagian orang, event lari ini bisa dijadikan target dan pencapaian pribadi, karena biasanya kalau mau ikut event, pasti mesti mulai coba latihan dulu. Otomatis jadi tergerak untuk lari.

Banyak Komunitas Lari, Memperluas Jaringan Pertemanan

Ga cuma event, komunitas lari pun menjamur di mana-mana. Jadi kalau mau cari teman untuk lari itu ga susah. Ada yang ketemu jodohnya juga kali dari lari. #eaaaa

Saya sendiri baru coba gabung komunitas lari setelah saya menuntaskan target 5K saya. Ga dari awal banget memang, karena dulu ga mau berasa cupu banget di awal-awal, haha. Setelah gabung alhamdulillah jadi nambah banyak kenalan.

Begitulah ceritanya, bagaimana awalnya saya mencoba berlari sejak akhir Oktober 2019 lalu. Dari yang masih banyak diselingi jalan, akhirnya saya bisa lari nonstop 5K. Dan bulan ini paling jauh saya udah pernah lari 10K. Wow, keprokin donk, wkwk. Nanti saya cerita gimana latihan dan tips untuk lari 5K-nya yaa.

Kalau kalian kenapa memilih lari? Atau kenapa lebih memilih olahraga lain ketimbang lari?

Salam,

Reisha Humaira

One thought on “Dulu Tidak Suka Lari, Sekarang Kenapa Memilih Olahraga Lari?

Leave your comment