Zona 7 Live 3: Peran Orang Tua dalam Membangkitkan Fitrah Seksualitas

Live hari ketiga, temanya kali ini seputar peran orang tua dalam membangkitkan fitrah seksualitas pada anak.

Fitrah Seksualitas

Fitrah adalah apa yang menjadi kejadian atau bawaan manusia sejak lahir. Fitrah seksualitas adalah bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan bersikap sesuai dengan fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati.

Agar fitrah seksualitas anak tumbuh, sosok ayah dan ibu harus ada sepanjang masa mendidik anak sejak lahir sampai aqil baligh.

Tujuan pendidikan fitrah seksualitas:

  • Agar anak mengetahui identitas seksualnya.
  • Agar anak mampu berperan sesuai dengan identitasnya.
  • Agar anak mampu melindungi dirinya dari kejahatan seksual.

Riset membuktikan bahwa anak-anak yang terpisah dari orang tuanya pada usia dini banyak mengalami gangguan kejiwaan, seperti perasaan terasing, kehilangan attachment, depresi, dan ketika dewasa memiliki masalah sosial dan seksualitas.

Fitrah Peran AyahFitrah Peran Ibu
– Penanggung jawab pendidikan
– Man of vision and mission
– Sang ego dan individualitas
– Pembangun sistem berpikir
– Suplier maskulinitas
– Penegak profesionalisme
– Konsultan pendidikan
– The person of “tega”
– Pelaksana harian pendidikan
– Person of love and sincerity
– Sang harmoni dan sinergi
– Pemilik moralitas dan nurani
– Supplier femininitas
– Pembangun hati dan rasa
– Berbasis pengorbanan
– Sang “pembasuh luka”

Peran Orang Tua dalam Setiap Tahapan Pendidikan Fitrah Seksualitas

Saat usia anak 0-2 tahun:

  • Memberikan ASI eksklusif
  • Membiasakan untuk mengganti pakaian atau menyusui di tempat tertutup
  • Mengenalkan alat vital pada anak secara sederhana.
  • Minta izin pada anak saat akan menyentuh alat vital ketika membersihkannya.
  • Mengajarkan anak tentang jenis kelamin orang-orang di sekitarnya.

Saat usia anak 3-6 tahun:

  • Mendekatkan diri pada anak
  • Mengenalkan dan mencontohkan perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi bicara, berpakaian, toilet, dsb.
  • Carikan sekolah yang memiliki guru laki-laki dan perempuan.
  • Mengenalkan alat kelamin dan mengajarkan mana yang boleh dan tidak boleh disentuh orang lain.

Saat usia anak 7-10 tahun

  • Melatih menutup aurat dan menjaga pandangan
  • Mengajarkan etika meminta izin saat akan memasuki kamar lain atau rumah orang lain.
  • Anak laki-laki didekatkan dengan ayah, anak perempuan didekatkan dengan ibu.
  • Mendidik anak menjaga kebersihan alat kelamin, serta menjelaskan tentang fiqh haid kepada anak perempuan.

Saat usia anak 10-14 tahun

  • Mengajarkan tentang kesehatan reproduksi pada anak.
  • Anak laki-laki didekatkan dengan ibu, anak perempuan didekatkan dengan ayah.
  • Mengajarkan anak agar mandiri.
  • Menjadi teman diskusi bagi anak tentang rumah tangga.
  • Memisahkan tempat tidur anak dari orang tua ataupun saudaranya.

Saat usia anak >14 tahun

  • Anak sudah aqil baligh, jadi orang tua berperan sebagai mitra bagi anaknya.

Sesi Tanya Jawab

Ada beberapa pertanyaan yang dibahas di sesi tanya jawab.

  • Q: Kalau ada anak perempuan yang lebih menonjol sisi maskulinnya (tomboy), apakah harus dipaksa untuk feminin, misalnya disuruh pakai rok, dandan, dsb.?

    A: Tergantung rentang usia anak juga. Karena itu dari kecil perlu diajarkan dari kecil pakaian anak perempuan itu gimana, pakaian anak laki-laki seperti apa, dsb. Tapi jika anak sudah remaja, berikan dia waktu. Anak remaja sebaiknya jangan langsung dilarang atau dikekang, jadilah sebagai teman diskusi bagi anak. Ajak ayah untuk menjelaskan pada anak.

  • Q: Anak usia 3 tahun, lagi suka membalik-balik nama peran, misal dia bilang ke ibu “ini ayah”, lalu ke ayah “ini aa”, lalu ke dirinya sendiri “ini ibu”. Apakag ini bisa mempengaruhi logika seksualitasnya? Atau dia hanya bercanda saja?

    A: Anak seusia itu masih berimajinasi, jadi belum menjadi konsepsi. Tapi mestinya dia sudah tahu identitas gender, mana yang laki-laki dan mana yang perempuan. Ingatkan dan lebih diperjelas lagi aja pada anak.

Salam,

Reisha Humaira

Leave your comment