Penerapan Physical Distancing Saat Pandemi COVID-19 di New Zealand

Physical distancing atau social distancing nih? Perlukah ributin istilah dulu? #eaaa.

Dulu ketika di negara-negara lain didengung-dengungkan istilah “social distancing”, saya rasanya ga pernah dengar di New Zealand sini. Ketimbang social distancing, yang lebih sering disebut di sini adalah “wash your hands” dan “stay home”. Lalu suatu ketika saya nyimak pidatonya Bu PM Jacinda Ardern, beliau menyebut istilah “physical distancing”. Di website covid19.govt.nz pun yang dipakai istilah physical distancing.

Jadi ketika ada himbauan untuk mengganti istilah social distancing dengan physical distancing, I can’t relate, soalnya udah lebih duluan terbiasa dengan istilah physical distancing, hihi. Dan menurut saya memang lebih cocok istilah physical distancing sih, karena di saat pandemi COVID-19 ini yang perlu kita lakukan adalah berjarak secara fisik saja, namun kita tetap perlu terhubung dalam kehidupan sosial dengan orang lain, walaupun hanya bisa lewat gadget atau dunia maya. Tidak menjadi anti-sosial juga penting untuk kesehatan mental kita.

Walau yang utama tetap cuci tangan serta di rumah aja, physical distancing tetap diperlukan saat kita ke luar, karena bagaimanapun kita masih bakal butuh untuk ke luar rumah. Di sini disarankan untuk menjaga jarak minimal 2 meter, yang berarti juga tidak ada jabat tangan, pelukan, ciuman, dan sejenisnya dengan orang di luar bubble kita. Bubble ini istilah untuk orang-orang yang tinggal dalam satu rumah.

Praktiknya seperti apa? Berikut pengalaman saya selama di Auckland ini.

Physical Distancing di Apartemen

Saat ini kami tinggal di apartemen. Buat yang tinggal di rumah, mungkin ga akan susah jaga jarak dengan tetangga karena halaman rumah di sini biasanya lumayan luas. Lalu di apartemen gimana donk?

Baca juga: Mencari Tempat Tinggal di Auckland

apartment auckland
Gedung apartemen kami sekarang

Walau tinggal di apartemen dan lorong serta liftnya ga gitu luas, selama ini saya ga sering-sering juga sih papasan dengan orang lain. Apalagi sejak lockdown, makin sedikit orang yang keluar. Paling yang saya lakukan adalah kalau naik turun lift, saya memilih lift yang kosong, biar saat di dalam lift ga berbarengan dengan orang lain.

Selama ini sih seringnya pas saya mau pakai lift, liftnya kosong. Kalau ada yang udah masuk duluan, saya tunggu lift berikutnya. Pernah juga sebaliknya, saya duluan masuk lift dan ada orang lain di belakang saya, saya buru-buru tutup pintu lift biar orangnya ga ikutan, wkwk. Tapi orang tersebut pun tampaknya juga nunggu lift kosong sih, jadi ga masalah.

Oia kami juga membiasakan untuk pencet tombol lift dengan siku. Kalaupun pencet pakai jari, setelahnya jangan pegang wajah, dan saat sudah sampai di rumah langsung cuci tangan pakai sabun.

Physical Distancing di Tempat Belanja

Supermarket, minimarket, dan toko-toko yang menjual bahan makanan merupakan tempat yang tetap didatangi banyak orang selama lockdown. Ya namanya juga buat makan toh. Oleh karena itu, di tempat belanja ini physical distancing wajib diterapkan.

Di minimarket dekat apartemen kami, dibatasi hanya satu orang yang boleh masuk dalam satu waktu. Yang lain antre di luar, berjarak minimal 1 meter. Di luar ada karyawan minimarketnya yang nanyain mau beli apa sebelum masuk, jadi kalau memang barangnya ga ada kita ga sia-sia masuk ke dalam.

Di supermarket masuknya juga ngantre. Saat pertama kali ke Pak ’n Save Mt. Albert, saya kaget karena antreannya berasa antrean masuk wahana Dufan, haha. Ga seramai Dufan sih, cuma terlihat panjang aja karena orang-orang berdiri dengan jarak sampai 2 meter. Tapi untungnya antreannya ga lama. Kali kedua saya ke sana malah ga ngantre, bisa langsung masuk. Kayaknya dibatasi tergantung kapasitas supermarketnya sih ya. Di  Pak ’n Save Royal Oak kabarnya memberlakukan sistem antrean dengan SMS. Jadi kita baru bisa masuk ke sana kalau udah dapat SMS yang memperbolehkan masuk. Tapi saya ga pernah sih belanja ke sana.

Baca juga: Belanja Groceries dan Kebutuhan Sehari-Hari di Auckland

physical distancing antrean supermarket saat lockdown
Antrean di Pak ‘n Save Mt. Albert saat lockdown

Oia di Pak ’n Save Mt. Albert di meja kasirnya juga diberi pembatas transparan antara kasir dan pengunjung, juga antar pengunjung di antara dua kasir. Dulu-dulu sih terbuka aja. Tapi bisa dimengerti sih, tentunya ini demi keamanan kasirnya juga.

Di salah satu toko Asia dekat sini, ada juga yang memberlakukan aturan kalau masuk mesti pakai masker dan sarung tangan. Tapi saya batal belanja ke sana sih karena kudu pakai sarung tangan segala, wkwk. 

Physical Distancing di Kendaraan Umum

Naik kendaraan umum masih diperbolehkan untuk keperluan esensial. Kendaraan umum yang banyak digunakan di Auckland adalah bus, kereta, dan ferry. Selama lockdown ini, saya cuma pernah naik bus. Di bus di Auckland, 2 hari sebelum lockdown udah diberlakukan aturan yang berbeda dari biasanya.

Baca juga: Transportasi Publik di Auckland: Pilihan Kendaraan Umum

H-2 lockdown, bus tidak lagi menerima ongkos dalam bentuk cash, jadi siapapun yang naik bus mesti tag on/off pakai kartu AT HOP. Pembayaran dengan kartu ini tujuannya untuk meminimalkan kontak dengan driver. Sejak H-1 lockdown, naik bus mesti lewat pintu samping belakang. Selama ini naiknya lewat pintu samping depan yang berada di dekat driver. Di lorong di belakang kursi driver juga dipasangi pita pembatas, sehingga penumpang tidak boleh berada di dekat driver

physical distancing di bus di auckland saat lockdown
Pembatas antara driver dan penumpang di dalam bus

Di dalam bus pun dipasang tanda dan poster untuk tetap jaga jarak selama di dalam bus. Ada yang menandai kursi mana yang jangan diduduki, ada juga yang tidak. Tapi dari pengalaman saya beberapa kali naik bus, biasanya busnya sepi sih, jadi mau duduk di mana aja juga bebas selama ga dekat dengan orang lain. 

physical distancing di bus saat lockdown
Kursi yang ditandai untuk tidak diduduki

Selama lockdown, jadwal bus dikurangi dari biasanya. Ongkos bus digratiskan, namun kita tetap mesti tag on/off kartu biar pihak Auckland Transport juga bisa memantau berapa banyak sih yang pakai bus. 

Physical Distancing di Masjid

Lanjut ke tempat ibadah ya. Karena saya tahunya cuma masjid, jadi fokus ke masjid aja. Saya ga tahu di gereja gimana, hehe.

Tanggal 16 Maret (jauh sebelum lockdown), Bu PM Jacinda Ardern mengumumkan bahwa kegiatan yang melibatkan lebih dari 500 orang dilarang. Kurang dari 500 orang masih boleh, dengan catatan harus tetap memperhatikan kebersihan dan yang kurang sehat dilarang ikut. 

Lalu beberapa hari kemudian dibatasi lagi jadi maksimal 100 orang. Sejak batasnya jadi 100 orang ini, kita mesti jaga jarak juga. Saat itu shalat Jumat masih dilaksanakan di masjid, dan di masjid tempat suami biasa Jumatan, jumlah jamaah dibatasi, dan saf shalat pun berjarak 1 meter kiri-kanan-depan-belakang. Jumatan dilaksanakan dalam beberapa gelombang.

AUT Masjid
Suasana di dalam Masjid AUT, foto tahun lalu tapi

Sejak lockdown, semua tempat ibadah ditutup. Otomatis shalat Jumat ditiadakan, diganti dengan shalat Dzuhur di rumah. Ramadhan ini kami masih berada di alert level 4, dan akan pindah ke alert level 3 Senin ini. Tapi di level 3 pun masjid belum boleh dibuka. Jadi masih tidak ada tarawih berjamaah di masjid ataupun buka puasa bersama.

Physical Distancing di Area Pejalan Kaki

Di taman ataupun di trotoar, kita tetap mesti jaga jarak. Selama ini masih aman sih buat jaga jarak karena trotoarnya umumnya lebar dan orang-orang yang di luar juga ga banyak. Pada patuh diam di rumah.

trotoar di Grafton Bridge
Trotoar di Grafton Bridge

Tentu ga semua trotoar lapang di sini, ada juga yang trotoarnya sempit. Nah pemerintah Auckland juga memperlebar beberapa trotoar yang sempit itu supaya orang tetap bisa jaga jarak dan menghindari orang berjalan di badan jalan. Temporary footpath extensions katanya, mungkin kalau pandemi udah berakhir nanti bisa dibongkar lagi. Tapi tetap berasa wow sih, karena di Indonesia saya hampir ga pernah denger trotoar diperlebar, yang ada malah jalan rayanya yang diperlebar, wkwk.

Physical Distancing di Pantai

Sebagian wilayah Auckland berada di pinggir pantai. Selama lockdown kalau mau main ke pantai boleh aja asalkan masih dekat rumah, jadi cukup jalan kaki ke pantainya, bukan yang sengaja driving atau naik bus ke pantai lain yang jauh.

main di pantai
Foto lama, saat masih belum ada pandemi

Di pantai mesti tetap jaga jarak dengan orang di luar bubble kita. Selain itu, kegiatan di air seperti berenang, berselancar, dan naik perahu juga dilarang selama lockdown. Intinya kegiatan yang berpotensi berbahaya dan membutuhkan bantuan dari tim SAR dilarang. Kalau jalan atau main pasir aja silakan. Tapi saya belum pernah ke pantai lagi sih sejak lockdown, hehe.

Apalagi ya yang bisa diceritakan terkait physical distancing ini? Itu aja yang keinget sekarang, hehe.

Oia saat ini, warga negara atau permanent resident yang baru datang ke New Zealand tidak boleh langsung pulang ke rumahnya. Dari bandara, mereka mesti diisolasi dulu selama 14 hari di tempat yang sudah ditentukan pemerintah. Kalau ada gejala, bakal langsung dites. Tujuannya biar mereka ga ada kontak langsung ke mana-mana dulu sebelum dinyatakan aman dari COVID-19.

Setelah pindah ke alert level 3 nanti, physical distancing masih tetap diteruskan. Acara yang melibatkan banyak orang masih ga boleh diadakan, tapi kalau mau ngadain upacara pernikahan atau pemakaman boleh, dengan maksimal 10 orang. Saya suka deh aturannya jelas gini jumlah orangnya berapa. Saya pernah sekilas baca panduan PSBB di Indonesia, cuma dibilang dengan jumlah orang terbatas, tapi ga jelas juga batasnya berapa. Padahal kan sedikit atau banyak itu kan relatif.

Physical distancing ini tampaknya bakal harus dilakukan dalam waktu lama, huhu. Gimana penerapan physical distancing di sekitarmu? Share yuk!

Salam,

Reisha Humaira

4 komentar pada “Penerapan Physical Distancing Saat Pandemi COVID-19 di New Zealand

  • 27 April 2020 pada 17:35
    Permalink

    Sedihnya di Indonesia memang ga terlalu jelas aturannya, apalagi pelaksanaannya. Aku sendiri nerapin utk selalu jaga jarak, pake masker , cuci tangan selalu, minum vitamin tiap HR. Di kantor udh nerapin Wfh, tp msh gantian seminggu2. Jd ga tiap saat. Dalam hal kendaraan umum, aku udh ga pake mba, jd tiap HR di anter jemput suami naik mobil. Supaya ga kena kontak Ama org lain di bus.

    Semoga yaaa semua ini cepet berlalu :(. Sedih Ama org2 yg sangat terimbas Ama wabah ini . Apalagi yg income-nya tergantung harian

    Balas
    • 5 Mei 2020 pada 23:46
      Permalink

      Iya mba 🙁 Aamiin, semoga segera selesai pandemi ini.

      Saya kalau baca berita Indonesia sering jadi speechless, paling saya cuma bisa bantu ingetin keluarga untuk di rumah aja, pakai masker kalau keluar, cuci tangan pakai sabun. Selamatin diri masing-masing dulu aja kalau memang di lingkungan sekitar masih pada santai orang-orangnya, hiks.

      Balas
  • 27 April 2020 pada 22:20
    Permalink

    Hai Mbak Reisha, salam kenal. Saya seneng baca ceritanya. Informatif banget. Saya pernah ke Auckland dan lihat foto-fotonya jadi mengenang lagi masa-masa dulu ke sana.
    Kalau di Auckland mungkin lebih mudah ya menerapkan Physical Distancing karena penduduknya gak sebanyak dan sekompleks Jakarta dan sekitarnya. Padahal seinget saya dulu Auckland udah paling rame dibanding kota lain di NZ.
    Di sini agak repot jaga jarak. Saat ke supermarket misalnya masih ada aja yang liat-liat barang sambil mepet-mepet banget meskipun dah pake masker hehehe..
    Stay safe ya Mbak. Semoga sehat-sehat selalu bersama keluarga di sana

    Balas
    • 5 Mei 2020 pada 23:44
      Permalink

      Halo mbak 🙂 Iya betul, di sini penduduknya tidak terlalu banyak, jadi jaga jarak pun juga tidak terlalu susah. Semoga sehat selalu juga ya mbaaak 🙂

      Balas

Leave your comment