NZ Road Trip: Keliling Northland dan Ke Ibukota Pertama New Zealand
Mari kita mulai cerita detail road trip kami di wilayah Northland, New Zealand awal September 2019 lalu. Itinerary dan biayanya sudah saya jabarkan di tulisan sebelumnya.
Northland Region adalah wilayah regional yang terletak di ujung paling utara North Island, New Zealand. Katanya wilayah ini disebut orang Kiwi sebagai Winterless North, mungkin karena di musim dingin di sana ga dingin-dingin amat jadi ga berasa winter, hehe.
Di wilayah Northland ini juga berada ibukota New Zealand yang pertama. Ya, Wellington, ibukota New Zealand saat ini bukanlah ibukota yang pertama.
Pada road trip 4 hari 3 malam ini ada beberapa tempat yang kami kunjungi. Seperti biasa, cerita saya berdasarkan kronologis perjalanannya aja ya, hehe.
Kamis, 5 September 2019
Perjalanan dari Auckland Hingga Whangarei
Perkiraan cuaca yang tidak bersahabat agaknya membuat kami mager banget untuk memulai perjalanan kali ini. Packing aja baru dikerjain pagi hari sebelum berangkat. Alhasil berangkat dari apartemen pun lebih telat dari rencana semula.
Kami menyewa campervan Britz Venturer Plus, dan pengambilan campervan-nya dilakukan di kantor Britz yang tak jauh dari Auckland Airport. Demi murah, kami naik bus, lalu kereta, lalu bus lagi hingga ke kantor Britz. Ini aja udah makan waktu 1 jam lebih, wkwk.
Baca: Seri Campervan: Cara Booking Hingga Pengambilan Campervan di New Zealand

Campervan udah diterima, perjalanan pun dimulai. Agenda pertama kami tentu saja mampir ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Kami memilih belanja di Pak ‘n Save Mt. Albert, tempat saya biasa belanja. Tujuannya biar belanjanya cepet karena saya udah hapal lokasi bahan makanannya di mana aja. Tapi ternyata terasa agak aneh karena belanjanya bukan belanja rutin, wkwk.
Sekitar jam 3 sore barulah kami meninggalkan Auckland CBD, menuju North Shore dan terus ke utara. Suasana perkotaan pun berganti menjadi wilayah yang lebih sepi.

Sudah cukup lama rasanya kami berjalan. Pemandangan sekitar pun udah berupa padang rumput yang luaaaas sekali, tanpa pemukiman penduduk. Saya kira kami sudah keluar dari wilayah Auckland Region, ternyata tidak. Wow.

Saya jadi sadar bahwa ternyata Auckland Region ini luas banget, dan wilayah ini masih punya padang rumput luas khas New Zealand. Ga semuanya berupa perkotaan, hehe.

Mendekati Whangarei, cuaca yang tadinya masih gerimis atau rintik-rintik mulai berganti dengan hujan. Kami menuju campground untuk malam itu, di Onerahi Beach Reserve. Hujan pun dilengkapi dengan angin yang cukup kencang.
Campground di Onerahi Beach Reserve ini ternyata berupa lahan parkir di pinggir pantai. Awalnya kami memilih tempat parkir di sisi yang dekat ke pantai. Harapannya pagi-pagi bisa langsung kelihatan pantainya dari dalam campervan.
Nyatanya, angin semakin kencang. Kami bisa merasakan campervan kami goyang-goyang diterpa angin. Kami mulai khawatir, bagaimana kalau nanti air lautnya naik, dan sebagainya. Akhirnya kami pindah ke sisi seberangnya, hehe.
Baca: Seri Campervan: Mencoba Berbagai Tipe Campground untuk Campervan di New Zealand
Jumat, 6 September 2019
Pagi hari cuaca masih labil tapi tidak seburuk malam sebelumnya. Sambil bersiap-siap, Akas bisa main sebentar di playground yang ada di Onerahi Beach Reserve itu. Sayang ga bisa menikmati pantainya karena angin masih terasa kencang.

Berjalan Mengelilingi Whangarei Falls
Tujuan pertama kami adalah ke Whangarei Falls. Di perjalanan, mixed feeling melihat di arah depan kami langit biru cerah, tapi di arah belakang langit gelap dengan awan tebal. Dengan angin yang masih kencang, bisa diduga bahwa cuaca bakal cepat berubah-ubah.

Begitu sampai di parkiran Whangarei Falls, tiba-tiba hujan turun. Argh. Awannya duluan sampai ternyata. Duh. Tapi udah sampai sana, masa ga lihat apa-apa?
Melihat nun jauh di sana ada langit biru dan angin masih kencang, berarti masih ada harapan cuaca bakal berubah lagi. Benar saja, ga lama kemudian hujannya reda, tapi belum cerah. Kami pun mulai jalan ke arah air terjun.
Yang pertama ditemui rupanya sungai di bagian atas air terjun. Jarang-jarang juga nih melewati sungai yang sedikit lagi jatuh menjadi air terjun, hehe.

Di sungai ini ada jembatan, kami pun menyeberangi sungai. Selanjutnya ada jalan tanah, jadi kami ikuti aja jalan itu. Ga lama, air terjunnya pun terlihat. Langit pun pas banget tiba-tiba biru, masya Allah.

Ada papan petunjuk bertuliskan “Circular Walk to Base of Falls”. Jadi dugaan saya dari situ kita bisa melihat air terjun dari bawah, lalu untuk kembali ke parkiran tidak perlu balik ke jalur sebelumnya. Cukup ikuti petunjuk berikutnya karena rutenya melingkar mengelilingi air terjun.

Dari bawah, Whangarei Falls ini tampak lebih besar dan lebar. Tingginya 26.3 m. Saat itu airnya lumayan deras, hingga rintik-rintiknya terasa dari jarak yang agak jauh. Di sekitar air terjunnya seperti sedang hujan, hehe.

Tak berlama-lama di sana, kami lanjut jalan lagi. Petunjuk arah pun bercabang dua: ke kiri menuju Hatea Walkway ke AH Reed Memorial Park, ke kanan menuju parkiran. Kami langsung ke parkiran karena destinasi berikutnya masih jauh. Lagipula langit pun udah kembali gelap.
Saya Googling, ternyata AH Reed Memorial Park ini adalah hutan dengan sejumlah pohon kauri yang berumur ratusan tahun. Dari air terjun ke sana itu jaraknya ada sekitar 2 km. Lumayan juga, hehe.
Sedikit lagi sampai di parkiran, hujan pun kembali turun. Aaaah, berarti pas banget tadi timing-nya kami ke air terjun. Alhamdulillah.
Tāne Mahuta, Si Pohon Kauri Raksasa
Dari Whangarei kami segera menuju Tāne Mahuta. Bela-belain jauh-jauh ke sana karena pohon ini adalah pohon terbesar di New Zealand. Belakangan juga baru saya ketahui bahwa Tāne Mahuta ini juga merupakan pohon kauri tertua dan terbesar di dunia.
Tadinya mau saya satuin ke sini cerita tentang pohon ini, etapi ternyata mayan panjang, jadi nanti diposting terpisah aja ya, hehe.
Sabtu, 7 September 2019
Cape Reinga dan Te Paki Giant Sand Dunes
Hari ketiga, hari terbaik sepanjang road trip kami kali ini. Sesuai rencana, kami ke Cape Reinga lalu main sandboarding di Te Paki Giant Sand Dunes. Ini ceritanya juga ditulis terpisah ya nanti, stay tuned, hehe.
Minggu, 8 September 2019
Hari terakhir road trip, waktu yang kami punya terbilang singkat karena harus segera mengembalikan campervan. Tapi tentu saja kami mau memanfaatkan waktu yang ada semaksimal mungkin. Jadi ke mana nih?
Singgah Sebentar di Paihia
Malam sebelumnya kami menginap di salah satu holiday park di Paihia. Paihia ini bisa dibilang salah satu kota wisata di wilayah Northland, New Zealand. Di sana bisa eksplor wilayah Bay of Islands, menikmati pantai-pantai, hingga cruise untuk melihat lumba-lumba.
Namun karena keterbatasan waktu, Paihia hanya kami jadikan sebagai tempat menginap dan tempat parkir, wkwk.

Oh iya, tak jauh dari Paihia ini ada Waitangi Treaty Ground. Kalau mau wisata sejarah New Zealand dan budaya Māori bisa coba ke sana. Waitangi Treaty Ground adalah tempat ditandatanganinya Treaty of Waitangi, sebuah perjanjian antara pemerintah Inggris dan bangsa Māori.
Treaty of Waitangi ini punya peran penting di New Zealand, karena dari perjanjian ini akhirnya bangsa Eropa (sebagai pendatang) dan bangsa Māori (sebagai penduduk asli) bisa hidup berdampingan di New Zealand. Rasa-rasanya bangsa Māori di New Zealand itu lebih “terlihat” dibanding bangsa Aborigin di Australia atau bangsa Indian di Amerika.
Aih jadi ngelantur ke mana-mana. Lanjut.
Parkir di Paihia ngapain? Tentunya karena mau ke destinasi berikutnya: Russell.
Russell, Ibukota Pertama New Zealand
Suatu hari saya baru mengetahui bahwa Wellington, ibukota New Zealand saat ini, bukanlah ibukota yang pertama. Ibukota ketiga malah. Wellington jadi ibukota sejak tahun 1865.
Sebelum Wellington, ibukota New Zealand adalah Auckland, tepatnya dari 1841 hingga 1865. Widiiih, dulu kami tinggal di mantan ibukota berarti ya, hehe.
Ibukota akhirnya dipindahkan ke Wellington karena lokasinya di tengah-tengah, jadi orang pemerintahan dari South Island ga gitu jauh jaraknya kalau mau ke ibukota.
Lalu ibukota pertama New Zealand berada di sebuah kota kecil di Northland. Namanya Russell, kota yang juga dikenal dengan nama Kororareka. Tapi jadi ibukotanya cuma satu tahun aja. Karena status ibukota pertama ini kami coba bela-belain ke sana, biar komplit selama di New Zealand udah pernah ke ibukota-ibukotanya, wkwk.
Russell paling cepat diakses dengan ferry. Kalau mau full jalur darat bisa juga sih, tapi jadinya muter jauh.
Ferry ke Russell ini ada dari dua lokasi. Pertama dari Paihia langsung ke Russell, tapi ini hanya ferry untuk angkut orang aja. Kedua dari Opua ke Okiato, ini ferry-nya bisa angkut kendaraan juga. Dari Okiato lanjut driving sekitar 7 menit hingga Russell.

Dari itung-itungan waktu kami saat itu, yang pas adalah naik ferry dari Paihia. Kami membeli tiket ferry-nya langsung di i-Site yang ada dekat pelabuhan. Beli online juga bisa sih.
Harga tiket ferry PP Paihia-Russell untuk orang dewasa $13, anak 5-14 tahun $6.5, sementara anak di bawah 5 tahun gratis. Sekali jalan butuh waktu sekitar 15 menit.

Tak banyak yang kami lakukan di Russell. Kebanyakan cuma jalan santai menikmati suasana kota di pinggir pantainya.


Di Russell ini sebenarnya ada museum dan beberapa bangunan lain yang tampaknya bersejarah. Hanya saja saat itu kami datang terlalu pagi, jadi kebanyakan tempat-tempat itu masih tutup, heuu.


Mendekati jadwal ferry berikutnya, kami segera kembali ke pelabuhan, jangan sampai ketinggalan kapal ke Paihia, hehe. Selamat tinggal Kororareka!

Sejenak Menikmati Haruru Falls
Balik lagi ke Paihia, dan saatnya meneruskan perjalanan ke Auckland.
Sebelumnya kami driving dulu ke arah Waitangi, kali aja bisa kelihatan Waitangi Treaty Ground-nya dari pinggir jalan. Eh ternyata ga kelihatan sama sekali, hehe. Kalau masuk ke sana sih ga ada rencana, karena kudu bayar, heuheu.

Kami terus saja mengikuti jalan, hingga ketemulah dengan plang Haruru Falls. Awalnya udah kelewat, etapi kok penasaran juga. Kami pun putar balik dan mampir sejenak di sana.
Lumayan juga ternyata pemandangannya. Haruru Falls ini pendek tapi lebar. Tingginya sekitar 5 m saja, lebarnya sekitar 15 m. Airnya saat itu mayan deras dan sempat terlihat pelangi.

Di sungainya kami sempat melihat beberapa orang sedang main dengan kayak. Katanya ada penyewaan kayak di sekitar situ. Usai foto-foto kami pun segera ke campervan lagi, kembali ke Auckland.
—
Begitulah cerita dari tempat-tempat yang kami kunjungi selama di Northland, New Zealand. Berikutnya lanjut ke cerita tentang Tāne Mahuta ya. 😉
Semoga bermanfaat.
Salam,
