Review 2020: Kaleidoskop dan Evaluasi Menulis

Tahun 2018 saya mencoba membuat review tahunan perjalanan blogging saya dan berencana untuk merutinkannya tiap tahun. Tapi tahun ini kepikiran untuk merekap juga apa aja yang udah dilalui di 2020 ini, biar nanti jadi pengingat untuk selalu bersyukur. Review soal ngeblognya ditulis setelahnya, huehehe.

Kaleidoskop 2020: Terima Kasih New Zealand

2020 ini udah identik banget dengan tahun pandemi yang sangat mempengaruhi semua aspek kehidupan. Kalau ditanya apa kesan terhadap 2020, buat saya adalah syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT. Dikasih kesempatan tinggal di New Zealand sepanjang 2020 ini sungguh rezeki yang luar biasa yang tak ternilai harganya.

Flashback ke awal 2020…

Januari 2020

Tahun baru, semangat baru. Semua berjalan baik-baik saja di awal. Kami menikmati musim panas di Auckland yang hampir selalu cerah. Saya suka summer di Auckland ini karena masih terasa sejuk. Namun pertengahan Januari, kabar duka datang. Seorang teman baik, Syva, berpulang ke hadapan-Nya. Sedih banget. Akhir bulan ditutup dengan ikut pengajian yang diisi oleh Aa Gym, juga dihadiri oleh Pak Dubes Tantowi Yahya.

Februari 2020

School holiday berakhir, saya kembali melanjutkan rutinitas ke Playcentre bersama Akas tiap Senin dan Rabu. Akas juga mulai ikut kelas TPA di sini, tapi saya ga pasang ekspektasi tinggi soalnya di kelas itu umumnya anak-anaknya yang udah berumur di atas 5 tahun. Saya juga masih rutin lari, dan pertama kali nyoba jarak 10K walau masih diselingi jalan, maklum nyoba rute baru dan ternyata banyak tanjakan, wkwk. Akhir bulan ditutup dengan datangnya kasus pertama COVID-19 di New Zealand. Beuh nyampe juga virusnya ke negara di ujung dunia ini.

Baca: Dulu Tidak Suka Lari, Sekarang Kenapa Memilih Olahraga Lari?

Maret 2020

Awal Maret kami bertiga ikut event lari untuk pertama kalinya, Round The Bays 2020. Ini mungkin event besar terakhir di Auckland sebelum negara api menyerang. Kasus COVID-19 masih terus bertambah walau masih terhitung sedikit dibanding negara lain. Namun kemudian situasi berubah drastis karena Bu PM Jacinda Ardern mengumumkan alert level system untuk situasi COVID-19 ini, disusul dengan penutupan border dari orang asing, hingga lockdown total se-New Zealand pada 25 Maret. Lockdown sempat bikin orang-orang panic buying, di supermarket sejumlah barang sempat habis. Kami semua mulai di rumah aja, sekolah Akas tutup, dan suami mulai kuliah online dari rumah.

April 2020

Lockdown masih berlanjut, masih di rumah aja. Saya keluar sesekali untuk belanja ke supermarket atau jalan ke taman untuk cari udara segar. Di luar masih sepi, jalanan sepi, bus lebih sering kosong. Kasus terus bertambah di awal-awal sesuai prediksi para ahli, namun kemudian mulai menurun berkat lockdown. Ramadhan tiba, dan kali ini ga ada tarawih di luar sama sekali karena acara yang mengumpulkan banyak orang masih dilarang. Akhir bulan, New Zealand turun ke alert level 3 dan sejak 29 April Akas bisa kembali bersekolah dengan protokol kesehatan khusus di sekolahnya.

Baca: New Zealand Bisa Menekan Penyebaran COVID-19, Bagaimana Caranya?

Mei 2020

Lockdown membuahkan hasil. Kasus COVID-19 di New Zealand terus menurun. Kasus baru paling satu digit doank dan beberapa kali bahkan ga ada kasus baru sama sekali. New Zealand turun lagi ke alert level 2. Anak-anak bisa sekolah lagi, orang-orang bisa kerja lagi. Namun pemerintah masih ekstra hati-hati, jadi gathering banyak orang masih dilarang untuk sementara waktu. Alhasil di hari Idul Fitri pun masih belum boleh shalat Ied rame-rame kayak biasa. Kami merayakan Idul Fitri di Wellington, sesuai rencana awal, minus bukan di KBRI karena KBRI-nya masih tutup.

Juni 2020

Sejak alert level 2, buat saya hidup udah terasa seperti normal lagi. Semua berjalan seperti biasa, minus ga ada acara keramaian. Ga ngaruh juga sih buat kami karena selama ini juga jarang-jarang ikut acara rame-rame. Pak suami masih berkutat dengan tesisnya. Kami kira kepulangan kami ke Indonesia bakal diundur sebulan, dari Juli ke Agustus, karena suami dapat perpanjangan deadline pengumpulan tesis gara-gara lockdown. Di luar dugaan, kami malah dikabari kudu balik ke Indonesia pada 8 Juli, lebih cepat beberapa hari dari batas akhir visa kami. Panik.

Baca: Mengurus Visa New Zealand untuk Pelajar dan Keluarga

Juli 2020

Kami masih kebingungan dengan kondisi saat itu. Pak suami khawatir dengan nasib tesisnya, saya khawatir karena belum siap untuk balik ke Indonesia dengan situasi pandeminya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, Allah kasih kami rezeki perpanjangan 6 bulan untuk tinggal di Auckland, padahal dulu ini rasanya adalah hal yang mustahil dengan status suami sebagai penerima beasiswa NZAS. Dapat pekerjaan pula. 6 bulan waktu yang lumayan banget, jadi kami memutuskan untuk memasukkan Akas ke primary school dan saya mulai mencari apartemen baru yang lebih dekat ke sekolah Akas.

Agustus 2020

Tesis suami alhamdulillah selesai juga. Selebrasi di kampusnya sih udah dilaksanakan di bulan Juli sebelum sejumlah teman suami kembali ke Indonesia. Kami liburan lagi ke South Island, refreshing untuk suami sebelum mulai kerja. Malam terakhir di South Island, kami dikejutkan dengan alert di HP yang di-broadcast secara nasional: Auckland alert level 3, wilayah lainnya alert level 2, terhitung mulai keesokan harinya!

Advertisement

Setelah 3 bulan lebih hidup normal (literally normal, bukan new normal), tiba-tiba di Auckland ditemukan 4 community cases yang tidak jelas sumbernya dari mana. Padahal selama ini kasus-kasus COVID-19 itu tersaring di fasilitas karantina pemerintah, dan semua dari warga New Zealand yang datang dari luar negeri. Kami pindah ke apartemen baru ketika alert level 3. Akas yang tadinya mau mulai masuk primary school pertengahan Agustus, jadi tertunda karena sekolah ditutup.

Baca: Sekilas Tentang UoA Early Childhood Centre, Sekolah Pertama Akas di Auckland

September 2020

Bersyukur pemerintah New Zealand ini berprinsip “go hard, go early”, alert level 3 tidak butuh waktu yang begitu lama. Akhir Agustus Auckland udah turun ke alert level 2 dengan batasan tambahan, biasa disebut alert level 2.5. Pemerintah mulai menyarankan penggunaan masker. Sekolah udah buka lagi, jadi akhirnya Akas masuk primary school secara fisik. Rutinitas saya bertambah dengan nyiapin bekal untuk suami dan anak, antar jemput anak ke sekolah, plus ikut perkuliahan Bunda Sayang di IIP. Sejak kerja, pak suami beli sepeda, dan saya jadi ada aktivitas baru di akhir pekan: sepedaan keliling Auckland.

Oktober 2020

Auckland kembali ke alert level 1, tapi lagi-lagi, sejak alert level 2 pun hidup udah terasa kembali normal buat saya. School holiday, jadi anak-anak libur sekolah. Usai libur sekolah, saya kembali kerja full time. Dulu ketika pindah ke Auckland saya minta pengurangan jam kerja sehingga saya cuma kerja setengah harinya, ibarat part time. Inginnya tetap begitu selama di sini, tapi karena satu dan lain hal, mau tidak mau saya kudu full time lagi. Agak berat di awal terutama karena beda zona waktu 6 jam, tapi ya udahlah dijalani aja, malah harusnya bersyukur ya masih ada kerjaan di tengah situasi sulit di Indonesia.

Baca: Kerja Remote dari Middle Earth, Seperti Apa Rasanya?

November 2020

November banyak diisi dengan training dari kantor, berhubung karyawan dengan role saya sekarang kudu berganti role semua di 2021. Gara-gara beda zona waktu, training ini waktunya dari sore ke malam waktu sini. Mabok, kurang tidur malam diganti dengan tidur pas Akas sekolah, heuheu. Rutinitas weekend ditambah dengan antar Akas ke TPA setelah sekian lama kegiatan TPA-nya di rumah aja lewat Zoom. Pemerintah New Zealand mulai mewajibkan penggunaan masker di dalam kendaraan umum, walau kehidupan di luar sudah normal. Tanpa aturan ini, kalau ga pernah nyimak berita Indonesia dan dunia lagi mungkin saya bisa lupa kalau di dunia ini masih ada virus corona.

Desember 2020

Saya ikutan MGB Challenge, aktivitas olahraga pun jadi lebih semangat rasanya. Lalu dadakan ikut BNI-ITB Virtual Marathon, event lari kedua buat saya, dan pertama kalinya saya bisa lari 10K tanpa diselingi jalan, yay. Prestasi banget rasanya. Sekolah Akas cuma setengah bulan, selanjutnya libur panjang hingga Februari nanti. Project yang saya ikuti di kantor akhirnya tuntas juga. Libur Natal kami pakai untuk keliling Auckland, selama ini kalau liburan selalu di luar Auckland sih. Malam pergantian tahun ditutup dengan jalan di sekitaran Westhaven, menonton kembang api Sky Tower, terharu melihat orang-orang bisa kumpul rame-rame ga perlu masker, tak ada bedanya dengan malam pergantian tahun 2019-2020 lalu.

Baca: Butuh Motivasi untuk Olahraga? Coba 11 Hal Ini

Evaluasi Menulis 2020: Step Back is OK

Abis baca review blogging beberapa teman di 2020, luar biasa euy pencapaian dan prestasinya. Sementara saya sebaliknya. 2019 lalu pencapaian blogging saya udah menurun, tahun ini makin menurun lagi, hahaha. *sedih lalu tertawa getir*

Advertisement

Blog reisha.net di 2020

Di tahun 2020 saya hanya punya 62 tulisan, plus tulisan ini yang saya set backdated ke 31 Desember 2020. Menurun lagi dibanding tahun 2019, fyuh. Target di awal 2020 berupa 20 tulisan per bulan jelas tidak tercapai, ahaha. Dulu saya juga menargetkan semua tulisan seputar kehidupan dan traveling di New Zealand juga selesai sebelum Juli 2020, ga kesampaian juga hingga sekarang, wkwk. Lomba blog juga ga ikutan lagi. Sempat sih kepikiran untuk ikut, tapi dipikir-pikir lagi bakal makan waktu banyak banget dibanding nulis biasa, batal deh.

Sejak Maret 2020, tepatnya begitu COVID-19 mulai jadi isu panas di seluruh dunia, semangat menulis saya pun menurun drastis. Saya merasa ga nyaman aja untuk nulis cerita traveling di tengah kondisi lockdown di mana-mana. Ditambah lagi pageview blog pun menurun, makin hilang aja hasrat untuk menulis. Saya sempat merasa buat apa saya menulis kalau perhatian semua orang beralih ke si corona? Butuh beberapa waktu buat saya hingga bisa menerima bahwa menulis walau ga ada yang baca itu ya ga masalah.

Di bulan Ramadhan saya mencoba ikut tantangan ngeblog dari Blogger Perempuan Network, alhamdulillah tuntas, dan inilah periode di mana saya paling banyak menulis. Namun setelahnya, melempem lagi. Ya gitu deh, mungkin kebanyakan excuse sibuk pindahan, sibuk kerja, dll.

Menulis di Luar Blog

Januari 2020 saya mencoba ikut #30HariBercerita di IG. Alhamdulillah tuntas juga. IG saya jadi rutin ter-update, minusnya blog jadi ga terprioritaskan. Saya masih kelabakan urusin blog dan IG ini berbarengan, aaaa.

Agustus 2020 saya ikutan proyek antologi ITB Motherhood. Ini kali pertama saya ikut proyek antologi. Dari dulu udah pengen ikutan tapi ga nemu mulu di mana saya bisa ikutan. Kurang gaul dan kurang cari info memang si saya, heuu. Bukunya insya Allah segera rilis.

November 2020 saya mencoba ikutan program Paid Guest Post #2-nya blog creameno.com, kebetulan ada ide mau nulis apa. Saya salut banget sama mbak empunya blog ini karena rame banget pengunjung blognya, komentar selalu banyak dan dibalas, dan mbaknya suka banget bagi-bagi hadiah di sana. Ga pasang target buat menang sih, tapi surprisingly tulisan saya masuk kandidat tulisan pilihan, yay.

Tiga hal ini cukup menghibur saya deh dari performa blog yang menurun, hehe.

Menulis Kode

#HALAH

Sejak saya kerja full time lagi, hari-hari saya makin banyak diisi dengan menulis di Visual Studio Code alias coding #halahhalah. Dari training kantor, dilibatkan dalam proyek revamp career site Bukalapak, perhatian saya teralih ke kode-kode JavaScript. Nulis blog terlupakan.

Menjelang akhir November, saya menceburkan diri ke panitia MGB Challenge dan menawarkan diri untuk bikinin website MGB dan leaderboard challenge-nya. Ada waktu rada lowong saat itu, bukannya nulis blog, malah ulik-ulik kodingan lagi. Pikiran masih coding mode on tampaknya, dan saya merasa ini kayak sarana untuk explore hal baru. Di pergantian tahun saya juga coding dan ulik-ulik lagi untuk website KLIP.

Yaa sebenarnya ini juga lumayan banget untuk update Portfolio saya (yang entah kapan bakal saya update, wkwk). Tapi bahaya juga ini kalau keterusan, ntar saya malah ga ngeblog lagiiii. Kudu ditahan-tahan ini rasa gatel buat ubek-ubek website. >.<

Anggap Saja Step Back

Saya lupa persisnya kapan, tapi di kala performa blog ini menurun, saya sempat iriii banget sama orang-orang. Blognya masih pada rutin di-update, pada rajin blogwalking dan punya banyak teman dari blog, banyak dapet job di blog atau medsos, DA/PA pada naik, skill SEO nambah, follower IG udah di level bisa punya fitur swipe up, pada banyak ikut kelas online, jadi pembicara di IG Live atau Zoom, dll. Luar bisa banget siiih, sementara saya seperti jalan di tempat. Pengen dikejar, ga mau kalah, tapi juga merasa ga mampu, ahaha.

Waktu berlalu, pikiran saya berubah. Dipikir-pikir, apa iya saya mau kejar semua itu dengan segala konsekuensinya? Kalau iya, buat apa? Balik lagi, tujuan saya nulis buat apaaa? Cari penghasilan dari blog? Lah kan kerjaan jadi tukang coding udah ada, ya kan? Yaa gitu-gitu deh muter-muter di kepala, hingga akhirnya kalem dan mikir: ya udahlah yaaa.

Ga perlu juga dikejar semua, ga perlu ambisius bersaing dengan orang lain karena tiap orang punya pace dan tantangannya masing-masing. Anggap aja sekarang itu step back, dan ke depannya saya tentuin lagi yang prioritas yang mana. Karena percayalah ga semua hal bakal bisa dikejar, hehe.

Udah ah ditutup aja tulisan semi curcol ini, wkwk. Tahun lalu bikin review minimalis banget, tahun ini malah curcol panjang sampai 2020 kata. Yosh mari sambut tahun baru dengan semangat baru, semoga makin baik ke depannya. Aamiin.

Salam,

Reisha Humaira

7 komentar pada “Review 2020: Kaleidoskop dan Evaluasi Menulis

  • 4 Januari 2021 pada 12:59
    Permalink

    Waahh di Auckland gercep banget ya pemerintahnya, bahkan bisa sampai sekolah secara normal lho Dan orang-orangnya juga paham dengan kerugian Covid-19 ini jadi taat aturan. Sedih sih di Indo kayaknya kasus tiap hari nambah terus ribuan, kerumunan tuh hal yang biasa dan kesadarannya tipis banget kadang kasian sama para dokter dan pejuang di garis terdepan Kapan bisa beres kalo pada gak sadar…

    Btw, Mba aku setuju banget sama pernyataan Mba tentang pace ngeblog, tiap orang beda-beda jadi jangan dijadiin beban ketika ngeblog hehehe, yang penting kita tetep nyaman dan bahagia aja selama ngeblog dan bukan jadi beban
    Semoga 2021 ini jadi lebih baik lagi ya Mba!

    Balas
  • 4 Januari 2021 pada 21:17
    Permalink

    Soal pace nge-blog, iya banget. Blog itu term yg meaning-nya bisa beda-beda tiap orang. Ada yang merasa wajib sharing personal life-nya, ada yang untuk catatan pribadi saja. Ada juga yang merasa harus dapat page view yang tinggi, ada juga yang asal curcol; no problem with who view the writings.

    Menyamakan blog sama koran, majalah atau media lain yang hidup dari iklan ya bisa saja. Tapi apa semua blogger mau begitu? Rupanya ya enggak juga. Ada yang merasa loading page-nya harus tinggi, tapi ada juga yang gak peduli toh dia pake hosting+platform gratisan.

    Wk wk wk

    Balas
    • 6 Januari 2021 pada 21:58
      Permalink

      aku sependapat banget. Ngeblog ga harus menjadikan orang punya tujuan yang sama, jadi biarkanlah kita dan mereka bahagia dengan apa yang kita mau sama blog kita. hehehe

      Balas
  • 6 Januari 2021 pada 00:52
    Permalink

    Ya Allah, meskipun menurutmu menurun, pencapaianmu tetaplah jauuuh lebih keren ketimbang aku, Mbak. Baik pencapaian hidup maupun pencapaian menulis.

    Balas
  • 8 Januari 2021 pada 04:16
    Permalink

    Wuiihhhh keceeee say, jadi pengen buat gini, dan tersadar, astagaaa susah juga kalau kebanyakan nulis, buat dirangkum aja susah, tapi bisa juga ya kalau ambil di beberapa tema yang memang dari personal life terkini 😀

    Btw, semangaaaattt, Semoga tahun ini, target-targetnya tercapai, dilancarkan, dan yang paling penting, semoga pandemi segera berlalu ya 😀

    Balas
  • 11 Januari 2021 pada 13:47
    Permalink

    wah semoga tahun 2021 in lebih baik dari tahun sebelumnyaa

    Balas
  • 11 Januari 2021 pada 17:54
    Permalink

    “Waktu berlalu, pikiran saya berubah. Dipikir-pikir, apa iya saya mau kejar semua itu dengan segala konsekuensinya? Kalau iya, buat apa? Balik lagi, tujuan saya nulis buat apaaa? Cari penghasilan dari blog? Lah kan kerjaan jadi tukang coding udah ada, ya kan? Yaa gitu-gitu deh muter-muter di kepala, hingga akhirnya kalem dan mikir: ya udahlah yaaa.

    Ga perlu juga dikejar semua, ga perlu ambisius bersaing dengan orang lain karena tiap orang punya pace dan tantangannya masing-masing. Anggap aja sekarang itu step back, dan ke depannya saya tentuin lagi yang prioritas yang mana. Karena percayalah ga semua hal bakal bisa dikejar, hehe.”

    Mba Reishaaa, jeritan hati aku banget iniiii T__T
    aku pun suka ngiri bin minder kalau liat temen-temen blogger yang lain pada dapet blog job. Tapi Alhamdulillah aku masih punya kerjaan tetap jadi analis kimia. Tujuan blog aku sebagai rekam jejak perjalanan hidup dan berkeluarga

    Thank you mbaaa, udah ngingetin lewat tulisan ini

    Balas

Leave your comment